Chapter 8

5 2 0
                                    

Chapter 8

. . .

Wanita itu hanya menunduk dan tetap diam, jemari yang saling bertaut di pangkuannya bergerak gelisah, tanpa melihat dia tahu jika pria di depannya masih menatap tajam ke arahnya; pria itu marah. Setelah sebulan Eunseol berhasil menghindari topik mengenai webtoonnya, hari ini kesialan justru menimpa. Ketika dia sedang pergi ke salah satu toko elektronik tempat dulu ia dan Ryushin membeli tablet grafis dengan tujuan yang sama—membeli benda tersebut, tanpa disangka ia malah bertemu pria itu yang entah kenapa bisa kebetulan juga sedang ada di sana. Alhasil, masalah yang ia tutupi dan coba ia atasi seorang diri harus dijelaskan saat itu juga. Dan seakan dia belum cukup sial, Eunseol juga tidak bisa membeli tablet grafis baru untuk melanjutnya komiknya sebab benda tersebut mengalami kenaikan harga.

Jadi, di sinilah Eunseol sekarang; apartemennya, dengan Ryushin yang masih melipat tangan sambil menyandarkan bokong di pinggiran meja makan, sementara dirinya duduk di sofa kumuh dengan tegang. Ia memang mengaku salah karena tidak menceritakan masalah ini pada pria itu di saat Ryushin masih terus memberinya waktu, tapi Eunseol juga memiliki alasan sendiri untuk itu.

“Aku sudah melihat apa yang kau lakukan di sana, apa kau masih ingin diam?”

“Memang apa lagi yang ingin kau ketahui? Kau sudah melihatnya,  bukan? Artinya kau juga sudah tahu alasan kenapa webtoonku tertunda. Eo, benar... Tabletku hilang—lebih tepatnya di jual. Eunbyeol menjualnya untuk membeli ponsel baru.”

“Kapan?”

“Hari saat kau membantuku memindahkan barangku ke apartemenmu,” Eunseol menghela, “Aku terkejut ketika pulang dan benda itu sudah tidak ada di tempatnya, jadi aku bertanya pada wanita itu dan baru tahu jika dia menjualnya. Jika kau ingat kami bertengkar hari itu, sesaat sebelum kau datang.”

Ryushin tentu ingat, mata Eunseol yang sembab dan juga foto kenangan mereka yang berubah menjadi berkeping-keping karena ulah adik Eunseol itu.

“Aku tidak menceritakannya karena aku tidak ingin kau membantuku dengan membelikan yang baru, aku mengenalmu,” Eunseol mengangkat wajahnya, “Jika sampai kau tahu masalah ini, kau pasti akan langsung menyeretku ke toko elektronik itu untuk membeli yang baru, benar ‘kan? Tapi aku tidak ingin itu terjadi. Aku ingin hidup mandiri dan tidak terus menerus menerima bantuan darimu sementara aku sendiri tidak pernah melakukan hal sama terhadapmu.”

“Maka kau hanya perlu mengatakan bahwa kau ingin membelinya sendiri,” sahut Ryushin cepat, “Aku tidak akan memaksamu jika kau tidak mau, Seol-ah. Aku menghormatimu.”

“Ini adalah masalahku, kenapa kau yang marah?”

Menyadari kesalahannya yang sudah menatap tajam dengan garis rahang mengeras, Ryushin buru-buru menarik napas dalam dan berbalik, memperbaiki mimik wajahnya agar terlihat lebih tenang.

“Aku tidak marah, Seol-ah...” pria itu berbalik dan mendekat, kemudian duduk bersila di depan Eunseol dan menggenggam tangannya; satu trik yang ia tahu selalu berhasil membuat mereka tidak meletup-letup, “Aku hanya kesal—ya, tentu saja.. Sudah kubilang aku tidak suka kau menutupi sesuatu dariku, ‘kan? Tapi, aku tidak marah. Menggambar adalah duniamu dan jika hal itu dirampas begitu saja, sama artinya kau kehilangan hidupmu, terlebih aku tahu siapa dalang di baliknya. Coba kau pikir, apa aku tidak boleh kesal karena itu?”

Eunseol hanya diam.

“Lalu, kau bilang aku selalu membantumu tapi kau tidak pernah melakukannya untukku? Pemikiran dari mana itu, hm? Kau selalu membantuku, bukan membantu secara materiil ataupun fisik memang, tapi kau membantuku dengan cara yang tak kasat mata. Apa kau tahu? Kehadiranmu di sisiku sudah sangat membantuku berjalan di dunia penuh dusta ini, harus berapa kali aku mengulang hal semacam ini lagi, Seol-ah?”

Run to YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang