Chapter 11
. . . . .
typo warning and happy reading...
. . . . .
😊😊Choi Minju menganga bodoh melihat interior lobi apartemen tempat rekannya, Eunseol, menginap selama beberapa bulan terakhir. Wanita berambut pendek itu hampir tidak percaya jika ia datang ke tempat yang benar sampai ia memastikannya kembali pada dua security di depan pintu masuk. Tidak menyangka Eunseol bisa memiliki teman yang tinggal di gedung mewah seperti ini, padahal selama ini rekannya itu tinggal di kawasan kumuh dengan fasilitas kurang memadai.
“Ya... Kenapa tempat ini terlihat mewah sekali?” gumam Minju masih terkagum-kagum, matanya kembali menelisik isi pesan yang Ryushin kirimkan pagi tadi, “Lantai 7, arah kiri dari lift, unit 703.”
Kepala Minju terangguk sambil menekan angka 7 dan menunggu pintu elevator berwarna hitam itu terbuka.
“Minju-ssi?”
Wanita itu menoleh, “Oo?”
Kang Minjae tersenyum manis, “Sedang apa kau di sini?”
“Ah... Kudengar Eunseol menginap di sini semalam, jadi aku ingin menemuinya. Kau?”
“Kebetulan sekali, aku juga sedang menuju tempat yang sama,” Minjae tersenyum ramah, “Apa kau tahu? Aku sedang mendatangi kemalanganku sendiri.”
“Ne?”
“Eunseol sedang sakit ‘kan? Aku turut andil atas kondisinya itu, jadi aku harus datang untuk menjenguknya dan siap menerima omelan dari pria yang begitu protektif padanya,” kekeh Minjae, “Biar kutebak, Ryushin yang memintamu untuk datang ke sini, bukan?”
“Bagaimana kau tahu?”
“Sudah kubilang, dia itu sangat menjaga Eunseol. Dia tidak akan membiarkan wanita itu jauh dari pengawasannya sampai kondisinya benar-benar pulih seperti semula...”
Minju mengernyit, “Apa... pria itu kekasihnya?”
“Kekasih apanya...” pria itu mendengus, “Kau tahu, mereka tidak pernah mengatakan dengan jelas posisi masing-masing bagi mereka, bahkan sampai sekarang aku tidak tahu hubungan apa yang sedang mereka jalin saat ini. Mereka terlalu mesra untuk disebut sahabat—terlebih bagi pria dan wanita.. kau tahu maksudku ‘kan?”
Minju mengangguk. Tentu dia paham, Eunseol juga pernah mengatakan jika wanita itu terjebak friend zone sepertinya.
“Tapi mereka juga tidak pernah membenarkan jika disebut sebagai kekasih. Ck! Entah aku yang tidak paham atau memang mereka yang bodoh...”
“Aku rasa mereka yang bodoh, Minjae-ssi. Aku memang tidak tahu banyak tentang pria itu, tapi aku cukup mengenal Eunseol. Dia juga pernah menceritakan hal ini padaku. Kau tahu, dari sorot matanya saja aku tahu ada cinta untuk pria itu, tapi dia masih tidak mau mengakuinya. Mwo... Aku rasa aku juga paham mengenai itu, karena memang seperti itulah Eunseol. Dia belum berpengalaman, dia tidak pernah terlibat dalam hubungan semacam itu selama aku mengenalnya..”
“Benarkah? Itu unik..” kekeh Minjae, “Ya... Ternyata mereka memang cocok. Ryushin pun seperti itu. Meski banyak yang mendekatinya, dia tidak pernah menggubrisnya. Berbeda dengan yang ia perlihatkan pada Eunseol.”
Ketika pintu lift terbuka, Minjae mempersilahkan agar wanita berambut pendek di sebelahnya masuk lebih dulu sebelum ia menyusul.
“Apa menurutmu kita perlu membantu mereka?” tanya Minjae.
“Kurasa aku tidak bisa ikut campur tentang hubungan mereka, Minjae-ssi. Lagi pula aku lihat Eunseol tidak merasa keberatan dengan hubungan menggantung mereka. Jika memang mereka nyaman dengan keadaan sekarang, kupikir itu sudah cukup.”
Pria di sisinya mengangguk dan bergumam.
“Tapi, bukankah aneh menjenguk orang sakit dengan membawa bir?” kekeh Minju sembari mengendikkan dagu pada kresek putih di tangan Minjae.
Kang Minjae sendiri ikut tertawa melihat bawaannya, “Aku tidak tahu apa yang harus aku bawa. Dan lagi, aku juga punya urusan sendiri dengan Ryushin.”
“Ah... Pria yang akan membuatmu menjadi laki-laki malang?” gurau Minju yang membuat keduanya tertawa renyah, “Berapa lama kalian berteman?”
Pria yang juga memiliki lesung pipi itu menggumam kecil, mengingat kembali kapan pertama kali ia dan pria gondrong itu bertemu, “Kurasa tiga tahun...”
Kepala Minju mengangguk.
*
Ryushin menampilkan senyum manisnya saat sosok yang baru turun dari tangga menghampirinya di dapur, “Sudah selesai?”
Wanita itu mengangguk lesu.
“Ada apa dengan wajahmu itu? Apa ada masalah?”
Eunseol menggeleng, tapi bibirnya tetap manyun dengan jari telunjuk yang mengetuk meja makan.
“Ibumu memarahimu?”
“Aku hanya bilang kalau aku belum sempat memeriksa persediaan makanan di apartemen Eunbyeol..” adu Eunseol dengan suara pelan, akibat dari usahanya menahan tangis yang sudah naik ke lehernya.
“Come here...” kata Ryushin, “I’ll give you warm hug.”
Pria itu meninggalkan mangkuk nasi yang belum terisi ke atas meja begitu saja untuk membuka tangannya sedikit—cukup untuk menyambut kedatangan Eunseol dalam dekapannya. Dia tahu kondisi fisik Eunseol saat ini mempengaruhi moodnya juga, hati wanita dalam pelukannya ini pun juga lebih sensitif jika sedang sakit hingga hal kecil pun bisa membuatnya menangis. Dan pasti, amarah ibunya—yang Ryushin yakin salah sasaran membuat wanita itu sedih. Ryushin mengusap kepala dan punggung Eunseol lembut dengan sesekali mengecup puncak kepalanya.
“Apa yang beliau katakan?” pelan-pelan dia mulai mengorek inti permasalahan.
“Eomma bilang aku tidak memperhatikan Eunbyeol, dia bilang aku menelantarkannya begitu saja..”
“Kau tidak bilang kau sedang sakit?”
“Sudah...” wanita itu menarik ingusnya, “Tapi aku dianggap membuat alasan saja.”
Ryushin juga pernah berada dalam posisi Eunseol saat ini ketika dia tinggal di Jepang kemarin.
“Eomma menyuruhku memeriksa isi kulkas Eunbyeol besok..”
“Kenapa tidak meminta Eunbyeol saja yang memeriksanya sendiri? Itu adalah rumahnya, isi kulkasnya adalah kewajibannya.”
“Eunbyeol tidak mengangkat pon_” Eunseol terhenti, lalu tiba-tiba dia menjauhkan wajahnya dari dada bidang Ryushin, “Apa mungkin dia...”
Ryushin juga tahu apa yang sedang wanita ini pikirkan hingga dua bola matanya bergetar, tapi dia berusaha bersikap tenang agar Eunseol tidak semakin kepikiran, “Jangan berpikir yang macam-macam dulu, Seol-ah. Mungkin saja dia sedang sibuk. Melakoni profesi sebagai pengacara cukup menguras waktu.”
“Bagaimana jika dugaanku benar?”
“Kau sedang sakit, karena itu kau memikirkan hal yang buruk. Cobalah untuk berpikir positif saja, em?” bujuk Ryushin yang ingin segera mengalihkan topik ini, “Menginaplah semalam lagi di sini, jika besok pagi kondisimu membaik, aku akan mengantarmu ke apartemen gadis itu untuk melihat isi kulkasnya, okay?”
Im Eunseol dengan manja menelusup ke dalam pelukan Ryushin lagi, melingkarkan dua tangannya pada pinggang pria itu dan mendaratkan hidungnya pada bahu lebarnya.
“Aigoo... Aku rasa sikap manjamu ini semakin detik semakin bertambah saja, Seol-ah.. Apa yang akan orang katakan jika melihat ini, em?” pria itu kembali mengusap rambut hitam wanita tercintanya.
“Untuk apa memikirkan yang orang katakan, semua orang berhak mengatakan pendapatnya. Yang terpenting adalah kenyamananku sendiri. Kau yang mengatakannya padaku.”
Pria itu membawa tubuh mungil di pelukannya bergoyang ke kiri dan kanan, “Jadi, apa kau nyaman?”
“Em. Sangat..” Eunseol menjawabnya dengan bukti mengeratkan pelukannya, “Kau satu-satunya orang yang bisa memberikan kenyamanan ini padaku. Eomma hanya mau memeluk putri kesayangannya yang sekarang sudah mewujudkan cita-citanya sebagai pengacara, Appa terlalu kaku dan acuh padaku, aku tidak dekat dengan sanak saudara karena mereka juga tidak jauh berbeda dengan Eomma—menganggapku tidak lebih berharga dari Im Eunbyeol. Kau juga tahu aku tidak punya teman yang bisa memelukku.”
“Bukankah ada Minju?”
“Pelukan Minju tidak bisa sehangat ini, aromanya juga tidak bisa membuatku tenang...” wanita itu menghisap dalam aroma yang menguar dari tubuh Ryushin dan menghembuskannya perlahan, “Jadi, aku cuma punya kau yang bisa memelukku sehangat dan senyaman ini?”
Ryushin mendengus, “Saat aku baru kembali dari petualanganku, kau dengan jelas mematahkan ucapanku bahwa tidak ada pertemanan yang terjalin seperti kita. Kau menghindariku selama beberapa hari hanya karena aku hampir menciummu. Beberapa saat kemudian, kau justru menciumku, hhh... Lalu apa yang sedang terjadi saat ini, Seol-ah?”
“Ck!” Eunseol menjauhkan wajahnya kesal, “Kenapa kau membahasnya lagi? Bukankah kita sudah sepakat tidak akan membahas hal itu lagi?”
“Geunyang...”
“Geunyang mwo?”
Ryushin tersenyum manis dan memiringkan kepalanya, “Johaseo... Geu kisseu..”
Sontak saja pipi Eunseol memerah, bukan hanya karena ucapan Ryushin semata, namun tatapan dan senyumannya juga ikut andil. Anehnya, dia masih tidak kunjung bergerak melepaskan diri dari dekapan pria gondrong itu. Membiarkan tubuhnya tetap tersentuh kulit lembut Ryushin yang membuat darahnya berdesir hebat. Saat ini baginya tidak ada hal lain yang lebih penting dari tatapan Ryushin, ia tidak ingin beranjak, ia hanya ingin menatap senyum itu lebih lama.
“Jangan tatap aku dengan wajah menggemaskanmu itu, Seol-ah...” pria itu menghela pelan sambil menyatukan dahinya dengan Eunseol, “Aku tidak boleh kehilangan kontrolku lagi. Jadi aku mohon, jangan membuatku goyah...”
Meski berusaha kuat menahan hasratnya, kebisuan Eunseol yang juga disertai wajah menggemaskan itu membuat pertahanan Ryushin semakin terkikis. Dia mencoba untuk menjernihkan pikirannya, berusaha membuang prasangka bahwa maksud dari tatapan Eunseol adalah izin baginya untuk merasakan kembali lembutnya sapuan bibir wanita itu, hingga tanpa sadar salah satu tangannya sudah menangkup wajah Eunseol. Ia menelan ludah pelan agar wanita yang masih diam atas tindakannya tidak menyadari kegugupan yang memeluknya. Pandangannya turun pada bibir merah muda bersamaan dengan naiknya satu tangan lain ke sebelah wajah Eunseol. Semakin jarak wajah mereka terkikis, semakin kuat pula debaran jantung dalam dada keduanya. Napas yang mulai terputus-putus karena terlalu berdebar membuat mata Eunseol ikut terpejam, sementara Ryushin tetap pada tugasnya menghilangkan jarak yang hanya tersisa sedikit.
Namun, bel pintu membuat keduanya tersentak dan spontan melangkah mundur. Masing-masing mencari arah lain untuk menenangkan napas dan debaran jantung, juga melukis kembali wajah normal mereka. Im Eunseol menangkup wajahnya yang hangat, ia tidak berani berbalik karena terlalu malu setelah menantang Ryushin untuk menyentuh bibirnya. Sementara si pria tampan menutup mulutnya dengan sebelah tangan dan mata terpejam, mengatur ulang pikirannya setelah beberapa saat lalu dibuat menggila oleh wajah menggemaskan Eunseol.
Jang Ryushin baru berbalik setelah bel kembali berbunyi, ia menyempatkan diri melirik Eunseol yang masih salah tingkah di samping meja. Kekehannya meluncur otomatis melihat wajah dan telinga Eunseol yang memerah. Mungkin tidak jauh berbeda dengan keadaannya saat ini, hanya saja dia lebih bisa mengatur ulang ekspresinya ketimbang wanita pemalu itu dan rambut gondrongnya juga membantu menyembunyikan telinga merahnya.
Setelah bel ketiga berbunyi ganda, barulah pria itu mendekati monitor pada dinding. Wajah tamu yang memang mereka tunggu kedatangannya terlihat dalam layar. Ryushin menolehkan kepala sekali lagi pada Eunseol, ingin memastikan apakah wanita itu membutuhkan waktu lebih untuk membenahi perasaannya yang baru saja dikacaukan oleh suara bel pintu.
“Mereka sudah datang, apa kau perlu waktu lebih agar bisa menyambut mereka dengan tenang?” tanya Ryushin, kendati ia sendiri pun masih merasakan jantungnya berdetak cepat di balik rangkaian tulang rusuknya.
“Ani-ya....” wanita itu menarik napas dalam lalu menghembuskannya perlahan dengan huruf u, “Biarkan mereka masuk.”
“Kau yakin?”
Kepala Eunseol mengangguk, namun wajah dan tingkahnya yang kaku menjawab sebaliknya. Tapi entah kenapa hal kecil itu terlihat sangat menggemaskan di mata Ryushin sampai ia terkekeh senang.
“Pergilah ke kamarmu. Tenangkan dirimu di sana sejenak, aku akan menyambut mereka dan berusaha mengulur waktu. Turunlah setelah kau tenang—atau aku akan menyuruh Minju untuk ke kamarmu...”
“Wae?”
“Ayolah, Seol-ah... Kau tidak bisa menipuku dan mengatakan kau baik-baik saja sekarang. Kau perlu menenangkan diri...” kata Ryushin mendekat dan memutar tubuh Eunseol ke arah tangga, “Lagi pula aku tidak bisa melihatmu dengan wajah menggemaskan itu lebih lama—apa lagi di saat seperti ini... Jadi, lebih baik kau pergi ke kamarmu dan tenangkan dirimu, okay?”
“Arasseo...”
Setelah memastikan Eunseol masuk ke kamarnya, Ryushin kembali ke monitor untuk membuka pintu. Ia tersenyum menyambut dua tamu yang salah satunya tampak bersengut.
“Ya, memangnya kau tidak mendengar suara bel sejak tadi? Kenapa lama sekali membuka pintu? Apa saja yang kau lakukan sampai melupakan keberadaan tamumu di depan, huh?” sungut Minjae.
Ryushin mengangkat sebelah alisnya, “Kau ingin memarahiku? Apa kau mau membangunkan singa dalam diriku bahkan saat kau baru saja menginjakkan kakimu ke dalam rumahku?”
Detik berikutnya bibir Minjae melengkung manis, “Aku hanya bercanda...”
“Cih!” selesai dengan Minjae, Ryushin beralih pada wanita berambut pendek yang tampak canggung, “Ah, mianhae-yo.. Aku hampir saja melupakanmu. Kau Minju, bukan? Aku Jang Ryushin, orang yang bicara denganmu di telepon pagi tadi.”
“Ah.. Ne, annyeonghaseyo..” Minju membungkuk sopan, “Dan ini, aku membawa donat kesukaan Eunseol.”
“Astaga... Seharusnya kau tidak perlu repot, Minju-ssi. Kau adalah teman Eunseol, seharusnya kau hanya perlu datang saja tanpa membawa apapun..” ujar Ryushin sambil menerima sekotak donat dan di letakkan ke atas meja makan, “Gomawo-yo...”
“Ne...” kepala Minju celingukan mencari sosok sang rekan kerja.
“Apa kau mencari Eunseol?” tebak Ryushin, “Dia ada di kamarnya. Saat memasak dia tidak sengaja menumpahkan kuah sup dan mengenai bajunya, jadi dia ke kamar untuk berganti pakaian.”
“Ya... Kau yang memasak ini?” suara Minjae dari dapur mengalihkan dua orang tersebut, “Apa ini untuk menyambut kami?”
“Ani...” Ryushin ikut menyusul dan melanjutkan kegiatannya mengisi mangkuk dengan nasi, “Aku memasak ini untuk Eunseol dan juga Minju-ssi. Untuk apa aku menyambutmu, memangnya kau siapa?”
Minju terkekeh, “Apa ada yang bisa kubantu? Aneh rasanya jika aku hanya berdiri melihat kalian sibuk sendiri.”
“Emm... Apakah kau bisa membantuku menyusun sumpit dan sendok ke atas meja?” tanya Ryushin.
“Ne, tentu saja..”
“Kalau begitu, kau bisa menemukannya di laci lemari itu,” Ryushin menunjuk sebuah lemari kaca berisi beberapa gelas cantik di sudut wastafel, “Gomawo-yo, Minju-ssi...”
Beberapa saat mereka habiskan untuk menyiapkan makan malam ke atas meja, sampai Eunseol kembali turun setelah lebih tenang dan bisa menampilkan senyum santai tanpa ada kecanggungan. Walau begitu, Ryushin tetap bisa menemukan kecanggungan yang disembunyikan wanita itu dengan baik. Namun Ryushin tidak ingin membahasnya selama dua tamu mereka masih ada di sini.
Usai makan malam, mereka terbagi jadi dua tim; tim pria dan tim wanita. Para pria mengambil tempat di meja makan, sementara para wanita menikmati buah di ruang tengah.
“Aku menyerah saja, Eunseol-ah. Kurasa Jinho memang tidak memiliki rasa terhadapku. Menunggunya hanya akan membuang waktuku saja.”
“Tapi kau sudah berusaha sejauh ini, apa tidak apa-apa jika kau menyerah sekarang? Mungkin jika kau bertahan sebentar lagi dia akan melihat ke arahmu..”
Minju menggeleng kecil, “Aku sudah menunggu begitu lama, bahkan jauh sebelum kau datang ke penerbitan. Dengan semua hal baik itu kecil maupun besar yang sudah aku lakukan untuk menunjukkan perasaanku padanya, dia sama sekali tidak merespon. Aku rasa itu sudah cukup untuk membuktikan perasaannya padaku. Bukankah menurutmu, setidaknya dia memperlihatkannya dengan jelas—sekali saja, jika dia memang tidak menyukaiku?”
Kepala sang pendengar mengangguk.
“Tapi lihat... Kau sendiri tahu bagaimana sikapnya padaku...” Minju menghela kesal, “Menyebalkan...”
Eunseol melipat bibirnya dan mengusap punggung sang sahabat.
“Sekarang lupakan masalahku, bagaimana denganmu?” tanya Minju dengan lirikan penuh arti, “Aku penasaran, kenapa kau bisa tinggal di apartemen mewah seorang pria tampan, ha?”
“Mwoya...” gumam Eunseol, namun diam-diam dia melirik dua pria yang berbincang sembari menikmati bir kaleng di meja makan.
“Siapa dia? Kekasihmu?”
Kepala Eunseol menggeleng.
“Lalu? Bagaimana mungkin kau menginap di rumah pria lain selain kekasihmu? Dan aku yakin dia juga bukan keluargamu ‘kan?”
Lagi-lagi Eunseol hanya menjawabnya dengan mengangkat bahu acuh.
“Issshhh... Jawabanmu itu justru membuatku semakin penasaran. Ya.. Bukankah bagus jika dia kekasihmu, kau bisa lepas dari Kim Hwan. Lain kali jika pria itu mengajakmu keluar dengan alasan menemui penulis di bar, kau bisa mengajaknya.”
“Kurasa Hwan akan mundur sekarang, dia pernah melihatku bersama Ryushin. Dan apa kau tahu? Ryushin menamparkan dengan kata-kata tandas,” Eunseol berucap bangga, “Jadi kurasa dia sudah mengerti dan berpikir dua kali jika ingin merencanakan hal buruk saat melakukan pertemuan di luar jam kerja.”
“Jadi... Dia memang kekasihmu?”
“Ck, bukan..”
“Lalu apa?” geram Minju hingga menarik perhatian dua pria di dapur, “Haruskah aku bertanya padanya sendiri?”
Eunseol melirik Ryushin yang menaikkan sebelah alisnya—bertanya, lalu dia menampilkan senyum miring pada rekan kerja di depannya, “Kau juga tidak akan mendapat jawabannya, Minju-ya...”
Meski begitu Minju tetap memutar tubuhnya menghadap dua sosok pria di meja makan, “Ryushin-ssi, apa aku boleh bertanya?”
Di sisinya Eunseol terkekeh melihat keteguhan Minju, ia ikut memutar tubuhnya dan menyandarkan dagunya di atas sandaran sofa.
Pria yang menjadi sasaran pertanyaan Minju meletakkan bir ke atas meja, “Ada apa?”
“Sebebarnya apa hubungan kalian sampai kau mengizinkan Eunseol menginap di sini?” tanya Minju.
Pria itu tersenyum miring, “Kau sudah bertanya padanya?”
“Sudah, tapi dia tidak menjawabnya dengan jelas.”
“Artinya kau sudah mendapatkan jawaban atas rasa penasaranmu itu, Minju-ssi. Seperti itulah hubungan kami, membingungkan...”
Sontak wanita berambut pendek itu menepuk jidatnya, “Kenapa kalian berdua ini begitu membingungkan?”
Tiga orang lainnya tertawa melihat itu. Kang Minjae bisa memahami bagaimana posisi Minju sekarang karena dia pun pernah mengalami kebingungan yang sama.. . . . .
Note :
Tiba-tiba aja aku kepikiran ama perbedaan tinggi badan Seol-Shin..
Nah, kalo kalian pernah liat drama yang sekarang masih on going, aku suka ama main cast She Would Never Know, si Rowoon ama Nuna..
Jadi, bayangin aja perbedaan tinggi nya keg begitu ya...Makasih buat yang masih mau baca cerita ini...
😊😊😊
KAMU SEDANG MEMBACA
Run to You
RomanceKetika kau takut dan sedih, ketika kau merasa ingin mencurahkan isi hatimu, panggil saja aku.. Di manapun itu, tidak peduli sejauh apapun itu, aku akan datang... Aku akan berlari padamu... Run to You, 23 Oktober 2020 Elbocel 😄