Bab 8

1.4K 219 14
                                    

Aku nulis ini beneran sambil terlelap, kalau ada salah edit dalam kata dan nama, maaf yang sebesar-besarnya. Selamat membaca semoga terhibur!

.
.

.
.

“Brengsek!” Yeonjun menendang rak sepatu di rumahnya. Baru saja dia masuk, emosinya kembali tersulut mengingat kejadian barusan. Ah, bukan kejadian tetapi kesalahan. Dia salah melakukan penculikan pada Beomgyu, karena Taehyun melihatnya. Di depan matanya. “Apa yang harus kulakukan setelah ini? Dia pasti marah. Sial!”

“Baru saja datang kenapa marah-marah?” Soobin berjalan santai bersedekap tangan. Lelaki itu datang dari arah kamar Yeonjun. “Ada masalah, babe?”

“Tidak.”

Dari nada suaranya saja, Soobin tahu Yeonjun sedang kesal.

“Aku hanya stres mendengar keluhan para pegawai baruku.” Balas Yeonjun.

“Oh ya? Hmm.” Soobin duduk di atas sofa beludru. “Duduklah, aku sudah menyiapkan makan malam.” Lelaki itu menunjuk hidangan di atas meja.

Urat wajah Yeonjun pun seketika memudar. “Kau memasak?”

“Tentu saja. Aku kan calon pasangan yang baik.” Soobin menyeringai.

Yeonjun memberikan senyum tulusnya. “Aku benar memilih calon pasangan.”

“Tentu saja.”

Yeonjun duduk dan meraih piring berisi nasi cetak dan bulgoki. Dia menyendoknya kemudian melahapnya. Sementara waktu dia diam menikmati makanan itu tanpa mempedulikan keberadaan Soobin.

“Aku senang Jungwon kembali. Taehyun lebih banyak tersenyum sekarang.” Soobin menyilangkan kakinya sembari bersandar punggung sofa.

“Hmm. Aku juga.”

“Tapi, kurasa aku juga mulai membencinya.”

“Uhuk!” Yeonjun meraih gelas minuman dan meneguk isinya. Melihat itu, Soobin mengumbar senyum monalisa.

“Jungwon baik, dia sangat serasi dengan Taehyun. Meskipun orang tuaku tidak terlalu menyetujui pernikahan mereka entah karena alasan apa? Ya, dia tetaplah pasangan Taehyun.”

Yeonjun mendongak. “Apa yang ingin kau sampaikan padaku?”

Soobin mengatupkan bibir tipisnya. Menatap datar ke arah Yeonjun. “Aku akan membatalkan pernikahan kita.”

Kedua alis Yeonjun seketika bertaut bingung. “Membatalkan? Memangnya apa yang terjadi? Dengar, Soobin, kita sudah sejauh ini.”

“Lihatlah ekspresimu! Sekarang aku sudah tahu semua topengmu!” Soobin mencoba tenang. “Oke, mungkin bukan aku sekali jika harus menangis karena kecewa yang seperti ini, tapi ... what the fuck! Kau menghamili adik iparku, Yeonjun!”

Seketika lelaki yang menyeramkan saat marah di depannya itu pun mulai menatapnya dengan tajam. “Lalu ... apa yang akan kau lakukan? Setelah membatalkan pernikahan kita lalu mengatakan pada Taehyun jika anak yang dikandung Jungwon bukan anaknya begitu?!”

“Iya! Aku akan mengatakan jika Jungwon berselingkuh denganmu, itu adalah benar! Jungwon bukan sedang tidak sadar atau terbawa kenangan masa lalu denganmu, tapi dia sengaja! Kau dan dia! Sama saja!”

PRANG!

“Katakan semuanya!” Yeonjun berdiri. Murka. “Tapi sebelum itu, kau harus menerima hukumanmu karena berani masuk ke dalam hidupku!”

“Jangan macam-macam!”

“Apa? Kau tahu luar dan dalamku, Soobin. Kau tahu apa yang akan kulakukan jika seseorang mengusik dan menggangguku. Termasuk kau! Aku tidak akan membeda-bedakan siapa pun.”

Soobin kesal. Dia berdiri dan melangkah mencoba pergi. Tapi Yeonjun sudah menarik tangannya dengan kasar menuju kamar.

“Kau harus menerima hukumanmu!”

“Sial! Lepaskan, brengsek!”


**


Di rumah dokter Lee, Taehyun duduk di atas sofa memandang Beomgyu yang terbaring di atas ranjang. Dia sudah menghubungi Jungwon jika dirinya tidak bisa pulang malam ini. Ada urusan yang harus dia selesaikan.

Tengah malam, sebelum Taehyun beranjak ke kamar mandi untuk mencuci muka dan tidur, ponselnya berdering sejenak. Sebuah pesan masuk.

Soobin Hyung

Aku tahu kau lebih mempercayai aku daripada Jungwon. Jadi baca baik-baik pesan ini, brengsek! Anak itu bukan anakmu. Jungwon tidak mengandung anakmu. Dasar bodoh bagaimana bisa kau percaya padanya, hah?! Kau bahkan tidak berhubungan dengannya kan sebelum dia pergi? Percayalah, dia anak Yeonjun. Aku akan membatalkan pernikahan karena si keparat ini sudah keterlaluan. Persahabatan apanya, hah! Yang ada dia adalah musuhmu!

Aku akan menemuimu besok.

11:46 PM

Terkejut dan tidak percaya. Tentu saja. Ini bukan permainan. Soobin mengiriminya pesan di tengah malam dan membuatnya kehilangan rasa kantuk seketika. “Sialan," umpat Taehyun. Dia melempar ponselnya ke atas sofa dan pergi ke kamar mandi untuk mencuci muka.


**


Keesokan harinya, dokter Lee masuk ke kamar itu dan memeriksa Beomgyu yang masih saja tertidur.

“Kenapa dia tidak segera bangun?” tanya Taehyun keheranan bercampur cemas.

“Tubuhnya lelah berlebihan, tadi malam dia terlelap jam berapa?”

“Mungkin sekitar jam sepuluh.”

“Tidak apa-apa. Hanya saja, kandungannya ... cukup mengkhawatirkan. Dia hebat sekali bisa menahan sakitnya.”

“Apa yang terjadi padanya?”

“Sebenarnya hal ini tidak ada hubungannya dengan sakit di perutnya, tapi, dia bertahan cukup kuat saat rasa sakit itu datang. Kau melihat sendiri dia baik-baik saja saat aku memeriksanya tadi malam. Dia tidak mengeluh apapun.”

“Lalu, bagaimana dengan kebiasaan merokoknya?”

“Sebenarnya itu bisa di tangani. Asalkan dia mau berhenti pelan-pelan. Jika kita langsung menyuruhnya berhenti, dia akan tersiksa.”

“Hmm.”

“Ngomong-ngomong, dia ini siapamu?”

Taehyun terkejut mendengar pertanyaan itu. Kemudian, dia membuang napas pasrahnya. “Seseorang yang tidak sengaja kutiduri.”

“APA?!” dokter Lee memekik.

“Dokter, ceritanya panjang. Anda tidak akan mengerti.”

“Ya. Aku tidak akan mengerti. Tapi kau berbuat seperti itu sedangkan di rumah ada Jungwon, itu ... sangat...”

“Saya tahu,” potong Taehyun.

“Ya sudah, aku harus pergi ke rumah sakit. Jika terjadi sesuatu, panggil saja aku.”

“Iya.”

Taehyun duduk di tepi ranjang selepas kepergian dokter Lee. Dia mengamati wajah Beomgyu dengan saksama. Jika sedang terlelap seperti ini, Beomgyu terlihat tenang dan polos. Tanpa dirinya sadari, dia menggenggam tangan Beomgyu.

“Aku ... tidak tahu apa yang kurasakan.” Taehyun mengusap lembut punggung tangan Beomgyu dengan ibu jarinya. “Tapi setelah mengetahui keadaanmu..., anak yang kau kandung, dan juga Jungwon. Aku bingung harus bagaimana...?” bisiknya. “Apa yang harus kulakukan dengan kalian?”

“Aku bilang jangan pedulikan aku,” suara parau itu menjawab.

“Beomgyu!”

“Kenapa kau masih ada di sini?”

“Aku menunggumu.”

Beomgyu bangun perlahan. Menyandarkan tubuhnya ke punggung ranjang. “Kenapa menungguku?” tanyanya.

“Aku mencemaskanmu.” Taehyun menatapnya lekat.

Jujur saja Beomgyu senang. Tapi, sepertinya dia salah menyampaikan kalimatnya. Uh, dia memang sengaja. “Bodoh. Untuk apa mencemaskan orang seperti aku?”

“Kau sedang hamil, Beomgyu.”

“Lalu?”

“Dia anakku.”

“Terus?”

“Tentu saja kau tahu alasan utama kenapa aku ingin berada di sini!” kesal Taehyun.

“Terserah,” gumam Beomgyu.

Embusan napas Taehyun keluar. “Kau lapar?”

“Tidak.”

“Jangan bohong.”

Beomgyu berdecak. “Tentu saja aku lapar! Aku tidak makan sejak kemarin sore!” teriaknya.

“Bisakah kau tenang...?” keluh Taehyun. “Tunggu di sini, aku akan membeli makanan untukmu.”

“Hmm.” Beomgyu menarik tangan Taehyun. “Rok—“

“Tidak,” potong Taehyun cepat.

“Kenapa?!”

“Tidak baik.”

“Aku baik-baik saja sampai sekarang,” protes Beomgyu.

“Tapi tidak untuk bayi kita.” Taehyun melenggang pergi.

“Kita...?” Beomgyu tersenyum sendu.


**


“Kau yakin tidak ingin berada di sini lebih lama?” dokter Lee mencoba mencegah.

“Tidak. Saya ingin pulang.” Beomgyu membungkuk. “Terima kasih atas bantuannya.”

“Taehyun?”

“Saya akan mengantarnya pulang.” Sahut Taehyun.

“Ya sudah kalau begitu.”

“Kami permisi.”

“Iya.”

Taehyun membuka pintu mobil untuk Beomgyu. Padahal, tidak tahu saja jika lelaki manis itu geli.

Being FreeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang