••Ketiga

102 21 0
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Sudah sepekan ini Konoha selalu berada disekitar [Name], bermain peran selayaknya seorang kekasih protektif. Sang pelukis muda sendiri tidak merasa terganggu akan itu, malah merasa nyaman atas kehadirannya.

Menjemput dan mengantar ke stasiun, makan siang di atap bersama, terkadang juga pulang terlambat karena menunggu sang wira menyelesaikan latihannya. Selama itu pula mereka berdusta pada khalayak seakan tak pernah ada kata 'usai' yang dahulu pernah terucap dan membuat sebuah palung besar tercipta diantara mereka.

Dan si gadis berhelai pirau kini tengah mencari keberadaan wira tersebut dengan selembar tiket Festival Seni di tangan, ia tahu Konoha pasti akan menolaknya dengan alasan sibuk atau alasan lainnya yang masuk di nalar, tapi tidak ada masalahnya mencoba sekali lagi dan saat pulang sekolah nanti -jika usahanya yang kali ini gagal juga- dia akan tetap menyelipkan tiket tersebut di loker milik Konoha.

Kawan pemuda tersebut mengatakan bila ia berada di taman belakang sekolah pada pukul segini dan gadis itu tentu segera melangkah ke sana hanya untuk melihat seorang pemuda yang ia cari tengah mengadu bibirnya dengan seorang gadis yang tak ia kenal. Ia terlihat mencium bibir sang puan asing dengan sangat lembut dan tak seagresif saat bersamanya.

Tanpa sadar sebuah senyum pilu terpatri pada bibir ranumnya, diri seolah lebur dan ia tentu saja tak ingin mempercayai matanya sekarang. Tapi semua terlalu nyata untuk dianggap mimpi.

Dengan senyum yang masih membingkai wajah, namun kali ini menyembunyikan si pilu dengan senyuman manis, sang puan berlalu dari tempatnya berdiri. Tak ingin berlama-lama melihat pemandangan tak suci itu dan memilih untuk menyelipkan saja tiket yang ia bawa, tak peduli bila Konoha akan membuang atau merobeknya, setidaknya ia sudah berusaha.

Lalu si gadis asing melepas pagutannya pada bibir Konoha dan menatap wira di hadapannya dengan rona merah di pipi dan senyum manis bak kembang gula. Dia begitu mengagumi senpai nya ini dan ingin menjadikan miliknya seorang tanpa tahu apa yang sebenarnya Konoha rasakan.

Konoha menyeka bibirnya dengan perasaan geli, ia tak suka namun tak dapat menolak. Ia tak sampai hati untuk menyakiti perasaan gadis di hadapannya.

"Senpai, ayo kita pulang bersama," ucap sang gadis dengan wajah imutnya.

"Kenapa tidak bersama temanmu?" Sebisa mungkin Konoha ingin menolak ajakannya, hari ini ia berniat mengajak [Name] pergi ke kedai es krim kesukaan mereka sebelum mengantarnya ke stasiun.

"A-ano, itu mereka akan pergi ke toko buku, iya pergi ke toko buku dan aku tidak bisa menunggu mereka," tangan mungilnya meremas ujung rok terlihat gugup.

Dan Konoha tahu betul bila adik kelasnya tengah berdusta, "Aku harus pergi-"

"Kali ini saja, kumohon."

Salahkan dirinya kali ini tak apa, ia memang bersalah tak bisa menolak ajakan adik kelasnya yang satu ini. Ia sangat ingin menghabiskan waktu dengan [Name], tapi di sisi lain ia tak bisa menghiraukan adik kelasnya begitu saja. Ingin rasanya membelah diri.

Dengan helaan napas panjang pemuda pirang menjawab, "Baiklah, untuk kali ini saja."

ʄ

"Tadaima."

Hening.

Tentu saja, Eita pasti belum kembali dari sekolahnya karena memiliki latihan voli yang harus ia hadiri.

[Name] sudah terbiasa akan itu, pulang dari sekolahnya disambut senyap. Orang tuanya pun biasa pulang larut dan selama itu pula yang [Name] lakukan setelah membersihkan rumah dan menyiapkan makan malam hanyalah hal manasuka.

Meski memiliki kegiatan ekstra sepulang sekolah dan harus menempuh perjalan satu jam, ia yang akan sampai rumah pertama kali. Terkadang ada beberapa hari di mana kembarannya akan pulang lebih cepat.

Lalu kenapa ia tak pergi ke Shiratorizawa?

Tentu ia mendaftar ke sekolah yang sama dengan kembarannya, namun sayang ia gagal saat tes masuk dan memilih untuk pergi ke sekolah yang menjadi pilihan keduanya. Jarak tempuh yang harus ia lalui bukan hal yang terlalu ia masalahkan, selama ia menikmatinya semua akan berjalan baik.

Dan tanpa mengganti pakaiannya [Name] merebahkan diri pada resbang di ruang tengah, lelah hinggap pada raga dan pikiran. Harinya berjalan lebih berat dari pada biasanya atau mungkin karena kejadian tak mengenakan yang sempat terjadi siang tadi penyebabnya?

Kriet.

"Tadaima."

Suara bass terdengar bersama suara pintu yang tertutup, tanpa menebak pun [Name] sudah tahu.

"Okaeri," sapa [Name] tanpa bergerak dari posisi.

"Woah, bagaimana kau cerna makan siang mu? Sepertinya ada yang salah dengan katabolisme di dalam tubuhmu."

"Haha, kau lucu."

Eita menatap kembarannya, ada yang salah dengan gadis itu. Tidak biasanya dia seperti ini, namun nampak ia tak ingin membicarakan hal tersebut. Eita sendiri tak ingin memaksa dan berusaha mengerti adiknya.

"Jika butuh pendengar aku akan berada di sini, ingat kau tidak sendirian," setelah mengusap pucuk kepala [Name], yang lebih tua berlalu meninggalkan sang puan dengan perasaan bersalah.

Dia membuat Eita khawatir, namun di sisi lain ia tak ingin membicarakan masalahnya, bukan tak percaya hanya saja ia tak ingin merepotkan sang kembaran. Dilema dalam kepala [Name] membuat pening datang.

Tidak.

Ini bukan saat yang tepat membicarakan hal tersebut.

.

.

.



Resbang /res·bang/ /résbang/ n bangku panjang tempat berbaring melepaskan lelah

Katabolisme /ka·ta·bo·lis·me/ n Bio penguraian senyawa majemuk menjadi senyawa yang lebih sederhana di dalam tubuh makhluk dengan hasil dilepaskannya energi
(Pembentukan energi dalam tubuh)




To be continued

We Fall Apart [Konoha Akinori x Reader] - On GoingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang