[Konoha Point of View]
Aku tenggelam.
Air menyelimuti tubuhku dan menarik ku semakin dalam, namun entah kenapa aku terdiam menatap cahaya temaram dari arah permukaan.
Menutup mata karena merasa tak perlu melakukan apa pun, aku membiarkan diriku tenggelam semakin dalam.
"Onii-chan."
"Akinori."
Kini paru-paru ku terasa terbakar dan hampir meledak, aku segera membuka mata dan berenang menuju permukaan untuk meraup oksigen yang kian menipis.
"Ibu?! Ayaka?!"
Aku mendengar suara mereka bersamaan dengan paru-paru ku yang terasa hampir meledak.
"Akinori."
"Onii-chan, tolong."
"Kalian di mana?!"
Aku mencari mereka sepanjang perairan, langit tampak gelap dan ombak perlahan membesar membuat tubuhku terombang-ambing kacau.
"Ayaka, jawab aku!"
Lalu kaki ku terasa ditarik dari dalam air, ditarik menuju dasar laut yang gelap. Aku meronta sebisa mungkin, namun semua tak merubah apa pun karena paru-paru ku kembali membutuhkan pasokan oksigen.
"Akinori, maafkan ibu."
"Ibu!"
Tepat ketika diriku benar-benar kehabisan oksigen aku terbangun dan napas tersengal, keringat dingin sebesar biji jagung mengucur deras dari pelipis.
Mimpi terburuk yang pernah datang.
Segera aku menatap jam dinding yang menunjuk tepat tengah malam dan telingaku menangkap gerimis hujan yang perlahan membesar.
Mimpi yang baru saja ku alami terasa nyata bahkan sakitnya pun membuat perih hati, membawa memori kelam yang memunculkan trauma berkepanjangan. Karena kepergian mereka pun merupakan kesalahanku, aku tidak bisa menyelamatkan mereka.
Dan hingga kini hanya satu hal yang aku inginkan, berdamai dengan masa lalu yang tidak aku ketahui bagaimana caranya, hingga membuatku terus berlari.
Tak sengaja ujung mataku menangkap lukisan terakhir milik ibu yang terpajang apik di samping meja belajarku. Hanya lukisan tersebut yang membuatku merasa bisa kembali terhubung dengan mendiang.
Aku tak mau kembali kehilangan, tidak lagi.
[Konoha Point of View End]
ʄ
[Name Point of View]
Biarkan aku meninggalkan segala kisah tentangmu, tak membiarkan diri menunggu seorang yang sudah jauh dan tenggelam karena aku tak ingin terus larut dalam resah, tiada guna menggenggamnya terlalu lama. Meski batin dan perasaanku terus beradu antara menetap dan pergi, aku memilih pergi karena yang selalu ku lakukan adalah menunggu.
Dahulu kita pernah sepakat untuk bersama tetapi, kita terjebak dalam permainan semesta. Aku tak bisa melakukan apapun untuk menentang semesta sama halnya dirimu, karena kita hidup dalam realita bukan angan.
Ragu apakah kau pernah sadar akan kehadiranku?
Ataukah kau pernah menganggap diriku bersamamu selama ini?
Jika memang kau memiliki alasan tersendiri kenapa tidak beri tahu?
Dan lihat apa yang telah kau perbuat, aku dirundung bimbang dengan kau yang tak kunjung ke luar dari pikiran. Seharusnya aku sudah berada di atas ranjang sekarang, mencari posisi ternyaman untuk mengarungi mimpi dan mempersiapkan diri untuk ujian esok.
Namun mungkin memang dirimu yang terlalu kerasan, singgah dipikiran ku akhir-akhir ini dan membuat resah ikut hadir. Sejujurnya aku tak menyukai situasi seperti ini karena perlahan keping reminisensi yang ingin kulupakan justru semakin menetap di kepala, aku tak mau kembali lebur di dalamnya.
Aku tak mau menjadi tawanan perasaanku sendiri dan aku menantikan disaat aku mengunci malam tanpa nama itu, lalu bersiap untuk istirahat tanpa terlintas sedikit pun hal tentang mu.
Nanti ketika langit tidak lagi membawa hujan. Sore tidak lagi menguning dan menawan. Malam akan terasa bertambah kelam. Ketika kau menemukan hari yang seperti itu, ingatlah bahwa kau tidak akan menemukan aku lagi dalam bait kata atau dunia nyata. Yang ada hanyalah sisa dari kita yang tidak pernah ada.
Aku yakin kita akan baik-baik saja.
Aku yakin.
[Name Point of View End]
00.42
Ada langit yang meratap ingin ditatap. Ia jauh namun enggan untuk ditangkap. Dalam ruang tanpa atap, mereka menetap. Keduanya merasa pengap.
Bintang yang mereka tebar hancur di tangan para penjahat yang berharap malam pekat.
Ada kalanya khawatir dan tidak tahu langkah apa yang akan di ambil, jalan mana yang akan di tempuh. Sulit sekali mempercayai bahwa pada akhirnya semua akan baik-baik saja, walaupun tahu dan bisa menemukan kalimat ini di mana-mana namun, terlalu rapuh untuk meyakini itu. Hal-hal seperti inilah yang membuat gelisah, abu-abu dan keyakinan mulai terkikis oleh semua perasaan itu.
.
.
.
Angan1 /a·ngan/n 1 pikiran; ingatan; 2 maksud; niat
Kerasan /ke·ra·san/ a merasa senang, nyaman, dan tahan tinggal di suatu tempat; betah
Reminisensi /re·mi·ni·sen·si/ /réminisénsi/ n 1 kenang-kenangan; 2 tindakan mengenang; pengenangan; 3 hal berpikir dan bercerita tentang pengalaman atau kejadian masa lampau; 4 halaman atau ruang dalam sebuah buku yang dapat digunakan untuk membangkitkan ingatan seseorang akan tulisan orang lain
[A/N]
Kembali bertemu dengan author Mayunaisu yang teledor dan agak ceroboh mengatur waktu ini. Maafkan Mayu, Mayu tidak sadar kalau bakal sesibuk ini dan hampir melupakan presensi cerita tuan Konoha Akinori dan nona Semi [Name]. Masalah lain ikut datang ketika Mayu punya waktu untuk menulis, writer block :')
Apa kalian mau memaafkan Mayu?
Di luar dari hal di atas, semoga kalian sehat selalu dan sebentar lagi puasa itu artinya libur. Dan Mayu berharap bisa meluangkan waktu mengetik cerita sembari menunggu berbuka.
Sepertinya itu saja, terima kasih dan stay safe!
KAMU SEDANG MEMBACA
We Fall Apart [Konoha Akinori x Reader] - On Going
FanficNelangsa datang padamu dan hal yang ingin kulakukan adalah menghapusnya tanpa menyadari bahwa diriku yang menjadi sumber nelangsa. Dan jagat yang menjelma kita pada sandiwara yang ia buat. Atau memang diriku saja yang gentar? Sampul dan cerita milik...