Happy reading
Masih suka sama ceritanya? Kalau belum besok baca lagi mungkin aja udah suka.***
Mendekati masa-masa melahirkan membuat Ali diterpa rasa cemas. Sikap protektifnya semakin bertambah berkali-kali lipat. Ia tidak mmbiarkan Tasya mendekati dapur parahnya ia juga tidak mengizinkan Tasya keluar rumah.
Dokter bilang paling tidak dua minggu atau tiga minggu lagi Tasya akan melahirkan. Itupun masih perkiraan saja. Tangannya bergerak meraih ponsel disaku kemeja, mengirimkan pesan pada Alkan yang saat ini ia perintahkan menjaga Tasya dirumah.
Pekerjaan yang menumpuk membuat Ali harus bekerja lebih extra. Ia tidak ingin dihari istrinya melahirkan ia masih sibuk dengan dokumen-dokumen. Walau sebenarnya bisa saja ia pindah tangankan pada sekertarisnya atau pada Alkan. Tapi, Ali lebih puas jika ia sendiri yang turun tangan.
Sebentar lagi rapat pemegang saham akan dimulai, dan Ali harus bersiap-siap. Jam menunjukkan pukul 10. 30 siang, ia melangkah penuh wibawa menuju ruang rapat. Hanya ada beberap orang, empat laki-laki dan dua perempuan.
Setelah berbincang cukup lama, membahas hal-hal penting. Waktunya rapat berakhir.
"Saya tidak meragukan potensi yang anda miliki, pak Ali," ujar salah satunya.Ali mengangguk, "Terima kasih, pak. Kalo begitu saya pamit dahulu-"
"Apa nggak sebaiknya kita makan siang bersama," cetus Molin, wanita yang termasuk salah satu investor direstaurant juga di hotel.
Ali menatap Molin sekilas, ia mendesah kecil. Tidak enak menolak, bagaimanapun juga mereka adalah orang penting bagi perusahaannya.
"Saya setuju, bagaimana pak Ali?"
"Oke." Ali mengangguk menyetujui.
Mereka makan siang direstaurant milik Ali, selain makanannya enak juga fasilitasnya terjamin. Seperti saat ini, mereka duduk disalah satu ruang VIP.
"Tidak mengecewakan pak, makanan disini memang juara," puji Molin.
Ali tersenyum mengangguk, "Tentu."
__Semilir angin mengembangkan senyum Tasya. Ia tertawa dalam hati. Beginilah kegiatannya belakangan ini, semenjak Ali melarangnya kenana-mana ia justru semakin tertantang. Jiwa dalam dirinya bergejolak meminta berkeliaran walau tidak jauh-jauh amat.
"Alkan, saya haus," keluh Tasya memegang lehernya, mendramastir keadaan.
Alkan mengangguk patuh, ia berjalan masuk kedalam rumah untuk mengambil air minum dan meninggalkan Tasya di taman. Ia tidak khawatir Tasya menghilang karena penjagaan dirumah ini begitu ketat.
Sebenarnya Tasya dilarang ke taman. Taman berada diluar rumah, sedangkan Tasya dilarang keluar dari rumah. Tapi, melihat Istri tuannya berwajah murung Alkan jadi tidak tega. Siapa sih yang betah dikurung didalam rumah, walau rumah itu terbuat dari emas sekalipun.
Kaki Alkan terhenti saat tidak menemukan keberadaan Tasya dibangku taman tempat semula. Ia celingak-celinguk mencari keberadaan Tasya. Ia menghembuskan nafas lega tatkala matanya menangkap punggung Tasya yang menunduk.
Alkan tersadar, ia mengernyit melihat hal yang aneh. Kenapa Tasya menunduk seperti itu. Gelas berisi air putih ka letakkan dibangku taman, langkahnya tergesa menghampiri Tasya. Tepat saat ia sampai tubuh itu limbung dan hampir jatuh kalau ia tidak segera menangkapnya.
Alkan panik bukan kepalang. Ia bergegas membopong Tasya sambil berteriak.
"Siapin mobil!" teriaknya keras.
Astaga, apa yang telah ia lakukan. Memberikan kebebasan pada Tasya namun istri tuannya itu justru pingsan. Mobil berhenti disalah satu rumah sakit surabaya. Perawat dengan siaga mendorong brankar menuju ruang IGD.
Alkan mengambil ponsel dan menghubungi Ali. Ia akan menerima apapun resikonya nanti. Tetapi, saat ini ia tidak sempat memikirkan hukuman apa yang akan ia terima, atau bahkan Ali akan memecatnya karena lalai menjaga istri serta calon anak mereka. Ia tidak sempat, masih ada hal yang lebih penting darin itu semua yakni kondisi istri tuannya.
Alkan meringis mendengar umpatan dari seberang telepon. Jelas, Ali marah. Ia hanya berharap dan berdo'a semoga Tasya baik-baik saja.
__
Hidangan dimeja makan sudah habis menyisakan piring-piring serta gelas. Belum ingin beranjak karena masih bercakap-cakap ria. Ali melirik kearah arloji yang melingkar di tangan kirinya.
"Ada apa, pak?" tanya Molin yang sepertinya sangat memperhatikan Ali. Bahkan gerakan mata Ali yang melihat ke arah jam tangan saja wanita itu tau.
Ali menggeleng sopan. Dering panggilan terdengar, Ali merogoh saku kemejanya lalu menatap ke arah yang lain meminta izin.
"Silahkan, pak."
Ali mengangkat panggilan itu sedikit menjauh, dan semua itu tak lepas dari pengawasan Molin. Laki-laki itu sangat mempesona membuatnya lemah iman. Seperti ada iman saja, batin Molin.
Ali mengumpat kasar setelah mematikan sambungan telepon. Ia bergegas keluar restaurant tanpa pamit pada rekan yang lain. Baginya itu tidak penting, ada hal yang lebih mengkhawatirkan saat ini. Bagaimana bisa semua ini terjadi?
Ali memacu mobil dengan kecepatan tinggi, ia seperti kesetanan. Ia tidak akan mengampuni Alkan jika sampai terjadi hal buruk pada Tasya dan anaknya.
Genggaman pada stir semakin mengeras, buku-buku jarinya terlihat. Ali sangat emosi sekarang. Sepertinya ia salah memilih berangkat kantor tanpa supir, Ali bisa membahayakan nyawanya sendiri.
Mobil berhenti didepan rumah sakit, tanpa berniat memarkir dengan benar ia berlari masuk sambil melemparkan kunci mobil pada satpam. Langkah lebarnya menghampiri Alkan yang berdiri disamping ruang IGD.
Ali menatap pintu IGD, "Apa yang terjadi?" tanyanya dingin.
"Maaf-"
"Bagaimana bisa, ALKAN?" teriak Ali didepan wajah Alkan dengan mata menyorot tajam.
"Keluarga pasien?" Pertengkaran itu terhenti. Ali berusaha mengontrol diri dan berjalan mendekati Dokter.
"Saya, dok."
"Pasien mengalami keram perut serta kontraksi palsu. Bukan hal yang serius, itu memang sering terjadi pada Ibu hamil. Bapak tidak perlu khawatir, semuanya baik-baik saja. Ibu dan bayinya sehat," papar Dokter.
"Boleh masuk?"
"Silahkan, satu jam lagi pasien boleh pulang."
"Terima kasih, Dokter."
Dokter itupun pamit undur diri. Ali sudah duduk disamping brankar memperhatikan Tasya yang masih terlelap. Terdengar pintu ditutup, Alkan masuk tanpa suara.
"Kamu selamat, Alkan!" cetus Ali menyorot tajam Alkan.
Alkan diam-diam menghela nafas lega, beruntung, beruntung, beruntung. Tuhan masih berbaik hati padanya.
"Kak Ali?" panggil Tasya membuka matanya karena tertidur.
Ali menoleh memusatkan perhatiannya pada Tasya.
"Masih keram? Ada lagi yang sakit?" tanya Ali beruntun.
"Enggak ada, aku baik-baik aja."
"Aku khawatir banget, Sya." Ali mengecup berkali-kali punggung tangan istrinya itu.
Tasya terkekeh, sebenarnya keram seperti tadi sudah pernah ia rasa. Tetapi, sepertinya tadi terulang kembali dan Alkan langsung membawanya kerumah sakit tanpa bertanya lagi.
Ingin tertawa keras melihat Alkan dan satu rumah panik, tapi ia terlalu menikmati kepanikan mereka. Tasya merasa terhibur. Jadilah ia diam saja berpura-pura pingsan saat dibawa kerumah sakit itung-itung chek up sebelum melahirkan. Ujung-ujungnya ia malah ketiduran.
"Kenapa senyum-senyum?"
Tasya terhenyak.
____
VOTE, KOMEN DAN FOLLOW yaw.
Terima kasih sudah membaca cerita ini🐥🐥🐥
KAMU SEDANG MEMBACA
Married Coz Money (ON GOING)
Romance[Mature Content 18+] Hanya demi kesenangan dan uang, Ramli tega menjual anaknya. Tasya, gadis malang yang kini harus menikah dengan seorang laki-laki yang telah membayarnya dengan uang senilai dua ratus juta rupiah, dan sungguh mengejutkan lagi tern...