Pertama♡

6.2K 187 16
                                    

Happy reading♥
Jangan lupa VOTE & KOMEN YA(づ ̄ ³ ̄)づ
terima kasih yang sudah baca cerita ini.
(WARNING +)
***

Untuk seorang pemula sepertinya, hal ini sungguh luar biasa. Tasya tidak bisa berbohong jika bercumbu saja mampu menggetarkan jiwanya.

Tasya terlena, ia terbuai oleh sentuhan Ali. Tangan kekar itu terus-terusan menyusuri bagian tubuhnya. Tasya menggeliat gelisah. Seperti kupu-kupu yang berterbangan di dalam perutnya ketika tangan itu mengelus titik sensitifnya. Tasya mendesah.

Ali menghentikan ciumannya, ia menatap bolamata Tasya yang terlihat lebih redup. tak berselang lama bibir merah muda milik Tasya sudah ia raup kembali. Kali ini lebih menggebu. Ali merangkak diatas tubuh Tasya, menahan tangan istrinya diatas kepala.

Tasya berusaha mengimbangi ciuman Ali yang lebih bernafsu dari sebelumnya. Sesuatu dibawah sana terasa basah. Tasya merangkul leher Ali ketika tangannya berhasil terlepas. Ia meremas rambut Ali.

"Sya!" Ali melepaskan tautan bibir mereka dengan nafas tersengal. Kabut gairah jelas terlihat dimatanya. Ia beringsut untuk melepaskan atasan dan melemparnya kesembarang arah. Ia kembali menindih Tasya. Tangannya berusaha membuka pakaian tidur yang istrinya kenakan.

"Kak." Suara serak Tasya menghentikkan gerakan tangannya. Ali menatap wajah Tasya.

"S-sebentar. Tasya kebelet," ucapnya lirih.

Ali menyingkir dari atas tubuh Tasya, ia mengacak-acak rambutnya yang memang sudah berantakan. Istrinya-- Tasya buru-buru masuk ke dalam kamar mandi. Ali terkekeh. Senyum miring tersungging dibibirnya, ia beranjak menyusul Tasya.

"Aaaaaa...."

"Sshhtt ... Nanti orang pada bangun," potong Ali membekap mulut Tasya.

Tasya mengangguk, sungguh tidak ia sangka jika Ali akan menyusulnya. Beruntung ia sudah menyelesaikan buang air. Ia memekik ketika tubuhnya di bopong Ali menuju tempat tidur, laki-laki itu mengurungnya diantara kedua lengan. Tasya memejamkan mata saat Ali melepaskan celananya.

"Jangan merem, lihat," cetus Ali.

Tasya membuka sebelah matanya, ia menghela nafas lega ketika Ali masih mengenakan celana pendek. Tapi, tetap saja ia malu.

Ali kembali menciumi bibir Tasya, turun ke leher hingga sang empu tidak mampu menahan erangan. Ali terus mencumbu Tasya, tangannya membuka baju tidur Tasya memperlihatkan sesuatu yang mampu membuat miliknya mengeras seketika. Ali meneguk ludah kasar, ia melumat buah dada Tasya yang telah mengeras dengan sempuna. Putih, lembut dan wangi.

"Aah...."

Ali menurunkan celana Tasya dengan gerakan terburu-buru, nafsu sudah menguasainya. Kini, dihadapannya Tasya sudah polos sepenuhnya. Tanpa membuang waktu ia melepaskan celana boxer dan Tasya memalingkan wajahnya.

"Sayaang," panggil Ali serak. Ia meminta Tasya menatap ke arahnya, menuntun tangan mungil milik istrinya untuk menyentuh pusat tubuhnya. Awalnya Tasya menolak, karena bagaimanapun ia merasa malu. Tapi, ia tak kuasa menolak serangan yang Ali berikan.

Tangannya yang tidak seberapa itu menyentuh pusat tubuh suaminya, bukan lagi menyentuh melainkan menggenggam. Ali mengeram lirih. Saat Tasya hendak memainkan miliknya dengan mulut, Ali menahannya. Ia membuka lebar-lebar kaki Tasya, menggesek-gesekkan miliknya. Erangan dan desahan Tasya menjadi lagu terbaik ditelinganya. Ali mendongak, mendesah lirih. Ia berusaha keras menerobos dinding penghalang diantara keduanya, dengan usaha keras ia berhasil menyentakkan miliknya.

"Aaaaahhh ... Shh...," erang Tasya dengan mata berkaca-kaca.

Ali menunduk, menenggelamkan kepalanya diceruk leher istrinya. Menikmati miliknya yang terasa dipijit di dalam sana. Ia mendongak, mencium kening Tasya lama.

"Maaf, aku nggak bisa nahan," ucap Ali pelan.

Setelah dirasa cukup memberikan waktu penyesuaian, Ali mulai bergerak. Pelan dan lama-lama tidak terkontrol, Tasya dibuat mendesah berkali-kali. Mereka terus melakukannya hingga sampai di puncak yang mereka tuju.

__

Tasya bergerak merenggangkan tangannya, ia tersentak ketika sebuah lengan melingkar sempurna diperutnya. Ia baru ingat jika semalam ia dan Ali- ah Tasya tidak bisa melanjutkannya. Pipinya terasa panas jika mengingat yang mereka lakukan semalam. Perkenalan yang di maksud Ali sama halnya dengan malam pertama yang sering orang-orang bicarakan, ketika hawa nafsu menguasai, otak sudah tidak mampu berfikir dengan jernih, dan itu yang Tasya alami semalam. Ia memang belum siap, tapi karena Ali semuanya berjalan begitu saja.

Tasya melepaskan tangan Ali untuk beranjak menuju kamar mandi, ia harus cepat-cepat mandi besar agar bisa bergantian dengan Ali dan menjalankan sholat shubuh berjamaah. Setelah beberapa menit berada di kamar mandir, tasya keluar dengan pakaian lengkap serta handuk yang membalut kepalanya. Ia berjalan mendekati Ali yang masih tertidur dengan selimut yang membungkus tubuh.

"Kak, Kak Ali! Bangun!" Tasya menggoyangkan lengan Ali yang tehalang selimut dengan lembut.

Ali bergumam lalu kembali tidur, wajar jika kantuk masih menyerangnya, ia baru tidur ketika pukul 3 pagi, dan kalian pasti paham mengapa bisa begitu. Ali menguap ditutupi tangan, ia mengucek matanya agar dapat menyesuaikan dengan sinar lampu yang terang.

Ali tersenyum lebar, pagi-pagi disuguhi wajah Tasya yang sudah mandi sungguh membuat perasaannya berbunga-bunga. Apalagi jika teringat yang mereka lakukan semalam, Ali sangat beruntung bisa memiliki Tasya seutuhnya. Ia beranjak duduk dengan selimut yang sedikit melorot memperlihatkan tubuh atasnya yang tidak berbalut kain.

Tasya berinisiatif mengambilkan handuk suaminya agar bisa segera mandi, "Mandi dulu, keburu abis shubuhnya."

Ali mengambil handuk itu dan melilitkannya di pinggangnya, ia berjalan melewati tasya yang sedang menyiapkan peralatan sholat.

Tasya mengehembuskan nafas panjang, ia melirik pintu kamar mandi yang sudah tertutup. Tasya membuka lemari lalu mengambil kaos dan kain sarung yang tersusun rapi ditumbukan pakaian, ia lagi-lagi tersenyum, ia pikir Ali seperti kebanyakan laki-laki diluaran sana yang ketika sudah memiliki kekayaan berlimpah akan melupakan sang penciptaNya. Namun, ternyata malah sebaliknya.

Tasya duduk di bibir ranjang, ia menoleh ketika pintu kamar mandi terbuka.

"Ini, Kak." Tasya menunjuk pakaian yang sudah ia siapkan.

Ali tersenyum, "Terima kasih."

Keduanya menunaikan ibadah sholat shubuh dengn khusuk, Ali berbalik setelah selesai salam. Ia tersenyum menatap mata teduh Tasya, ia perlahan mendekat untuk mengecup kening gadis, ah bukan lagi. Tapi, wanita yang telah menjadi miliknya seutuhnya, Istrinya.

"Terima kasih dan maaf untuk yang semalam, padahal saya sendiri yang ngomong kalo kamu masih harus sekolah. Tapi, sudah terlanjur terjadi, dan saya juga sama sekali nggak menyesal," ucap Ali memandang lekat paras ayu milik istrinya.

Tasya menunduk, lalu mendongak dan tersenyum, "Nggak papa, Kak."

Ali balas tersenyum, ia berdiri dan melipat sajadah, lalu merebahkan diri di tempat tidur. Ia melirik Tasya yang bersiap keluar kamar.

"Mau kemana?" tanya Ali.

Tasya menunjuk pintu, "Mau ke dapur Kak."

"Udah, gak usah! Kamu disini saja sama saya," ucap Ali menyuruh Tasya mendekat.

Tasya menghela nafas, jantungnya mulai bergemuruh. Ia duduk di pinggi ranjang sambil menatap sekelililng kamar.

"Kak!" Tasya berucap lirih.

"Ya?"

"Kenapa Ayah tega ngejual saya, ya?" tanya Tasya tiba-tiba disertai dengan senyum miris, miris sekali mengingat Ayahnya saja tidak ingin hidup membesarkannya.

"Sudah, jangan dibahas." Ali terlihat enggan menimpali pertanyaan Tasya.

"Saya keluar sebentar!" Ali keluar dari kamar meninggalkan wajah murung Tasya.

Tasya menghela nafas pelan, ia beranjak membuka tirai gorden, agar sinar matahari dapat masuk. Kamar Ali berada di lantai atas, paling lebar dari kamar-kamar yang lain.

__
MALAM!
masih adakah yang bangun hehe.
Btw, disini mati lampu +hujan. Pas banget lgi nulis ini haha.
Semoga suka( ̄3 ̄)

Married Coz Money (ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang