Eighteen

193 12 4
                                    

Mei, 2018

Aku berniat untuk datang kerumah Agas lagi. Mungkin Agas mengetahui sesuatu yang tidak ku tahu. Mungkin Izan menceritakannya pada Agas.

"Kamu laper gak, Fa?" tanya Agas saat aku baru saja duduk di bangku teras rumah nya.

Sejujurnya perutku sudah keroncongan sedari tadi, tetapi aku malu untuk bilang kalau aku lapar pada Agas.

"Lumayan."

"Lumayan apa laper banget?" godanya

"Gas, jangan gitu dong aku malu."

Apa iya Agas mendengar suara kelaparan dari perutku tadi?

"Badanmu kecil gitu tapi makannya pasti banyak. Udah hafal aku mah." ujarnya bangga seolah yang paling tahu aku.

Ya walau sebenarnya memang Agas mulai mengenalku dengan baik. Sama baiknya aku yang sekarang telah mengenal dia.

Agas akhirnya keluar sebentar untuk membeli mie ayam. Dia bilang sudah pesan sejak tadi sebelum aku datang. Katanya, yang punya kedai mie ayam adalah teman sekelas nya.

Tak lama aku menunggu, Agas datang membawa dua bungkus mie ayam kami. Aku langsung sumringah, terlihat begitu enak.

Sebelum membicarakan hal-hal yang mungkin cukup berat bagiku, aku memang harus mengisi perutku terlebih dahulu.

"Nanti pulangnya ambil lagi satu buat kamu dirumah ya, aku kalo beli dikasih gratis satu bungkus terus." kekeh Agas

"Eh, gak usah. Buat kamu aja."

"Ah, disini mah udah pada sering makan mie ayam Yasir, kamu dirumah kan jarang. Buat orang rumah aja."

Baiklah, kalau sudah masalah seperti ini memang aku tidak bisa menang dari Agas. Sama hal nya seperti dia yang menolak setiap kali aku ingin membayar minuman ku. Dia selalu memberiku gratis.

Kadang-kadang aku menjadi tidak enak hati. Walau dia memang ingin memberiku.

Kami akhirnya makan bersama. Sampai di hari-hari berikutnya, makan bersama Agas menjadi rutinitas ku. Aku bahkan baru menyadari betapa seringnya Agas mentraktirku berbagai makanan kemudian aku akan makan berdua dengannya.

Aku benar-benar merasa memiliki kakak laki-laki.

Seusai makan, Agas kembali membuatkan minuman kesukaanku yaitu milo.

"Kamu gak mau cobain susu yang lain, Fa?" tanya nya yang mungkin bosan membuatkan ku milo sesering itu.

"Belum ada niatan sih, aku jatuh cinta banget sama milo."

"Yaampun, sampe jatuh cinta segala. Izan di duain dong."

"Loh, aku aja yang kedua buat dia."

Saking merasa semenyedihkan itu, aku malah sering menjadikan posisi ku sekarang sebagai jokes. Aku sudah tertawa miris karena sadar akan kalimat ku.

"Fa," Agas memanggil ku dengan nada serius.

Aku tak langsung menjawabnya. Ku seruput milo ku perlahan. Menyegarkan dahaga ku dengan rasa manisnya. Aku tahu, mungkin setelah ini akan ku dengar sesuatu yang pahit.

"Kenapa, Gas?"

"Izan bilang sama aku, dia mau ninggalin kamu." Kalimat Agas terhenti sejenak.

"Tapi yang ku lihat, Izan malah gak mau melepas kamu."

"Dia bimbang mungkin ya? Jadi se-plin-plan itu." Agas bertanya ragu.

"Gas, apa baiknya aku akhiri aja ya?"

Kali ini Agas malah terdiam.

"Semua keputusan ada di tangan kamu, Fa. Kamu yang jalanin ini."

"Aku bingung. Tapi aku juga sayang Izan. Tapi aku tau ini salah. Aku..." suara ku terdengar serak. Tidak lucu kalau aku sampai menangis disini.

"Udah, gak usah dilanjutin. Aku paham, Fa."

"Apapun keputusan kamu, aku dukung, Fa." Tatapan Agas tepat menyelami mataku. Ada ketulusan disana.

"Sekarang aku tau, kenapa Izan gak mau melepas perempuan seperti kamu."

"Bukan cuma nama kamu yang cantik dan latar belakang kamu yang kuat, kamu punya sesuatu yang langka banget. Yang gak semua orang punya."

Aku menatapnya dengan tatapan penuh tanya tentang apa yang dimaksudnya.

"Keberanian."

Agas melontarkan kalimat penenang yang sangat mampu masuk ke dalam hatiku yang paling dalam.

Duhai, Agas. Seandainya kau tahu betapa aku juga menyayangimu.

•••

a/n

Wait

Gue baper banget nulis ini astaga.

Bener-bener sesayang itu sama Agas asli. Masih ada gak cowo se-care dia. Kalo ada lestarikan sumpah udah langka wkwk

Yaudah gitu aja gais

Vote&comment ditunggu always💗

Bukan Pemeran UtamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang