Mei, 2018
Aku sudah bangun pagi-pagi hari ini. Bersiap menyiapkan baju yang akan ku pakai karena dress code kelas ku berwarna merah maroon.
Nanti kami semua akan apel pagi sebentar kemudian mempersiapkan stand kami masing-masing. Pameran seni ini terbuka untuk umum, baik masyarakat sekitar ataupun alumni boleh berkunjung.
Izan bilang dia datang sangat pagi hari ini. Maklum, panitia pasti sedang sibuk-sibuknya nanti.
Seusai bersiap dan sarapan pagi, aku bergegas berangkat ke sekolah. Di sekolah sudah ramai, semua murid serentak mengikuti apel pagi sebelum acara pameran seni resmi dibuka.
Setelah apel pagi dan acara pameran resmi dibuka, kami segera menyiapkan stand kami. Para pengunjung boleh melihat-lihat hasil karya dari setiap stand kelas pukul 8 nanti.
Selain pameran seni, ada juga banyak penampilan dari setiap kelas seperti tari tradisional, modern dance, menyanyikan lagu daerah juga lagu pop, dan banyak penampilan lainnya.
Aku tengah menuliskan buku tamu ketika kurasa handphone ku bergetar.
Izan: kamu tampil hari ini?
Afa: eh? Tau darimana?
Izan: semangat
Afa: aku gak tampil ih
Izan: iya yg penting semangat
Mau tak mau senyumku terbit. Izan seringkali memberikan perhatian-perhatian kecil yang ternyata aku butuhkan.
"Cie senyum-senyum. Happy banget kayaknya nih." bisik Nadila tepat ditelingaku
Entah sejak kapan dia sudah duduk manis disebelahku.
"Apa sih, Dil." sialnya, suaraku memang terdengar malu-malu.
Belum juga reda rona merah muda di pipiku, rombongan kelas IPS beramai-ramai datang ke stand kelas ku.
"Afa, senyum-senyum aja."
Kupikir yang menegurku adalah teman sekelasku, ternyata malah Agas.
"Hai, gas."
"Izan nya masih sibuk ngurus acara tuh." kata Agas
"Loh, aku kan gak nanya."
"Ya, aku kan ngasih tau."
Lalu kami tertawa kecil berdua. Tak lama setelah berbincang singkat dengan Agas, Izan datang dengan dua temannya.
Aku langsung kikuk. Selalu seperti itu saat akan berhadapan dengan dia.
Setelah dia mengisi buku tamu dan melihat lihat isi stand ku. Perlahan dia mulai menghampiriku. Tapi salah satu anak kelas lain mengajaknya mengobrol. Mau tak mau aku menunggunya.
Ketika mereka sudah selesai, bagian dokumentasi dari kelas ku bilang ingin memotret Izan dan kedua temannya itu beserta Agas. Setelahnya, Izan menarik tanganku. Mengajakku foto berdua.
Aku langsung tersadar untuk tersenyum didepan kamera.
Duhai, Izan.
•••
a/n
Udah gak bisa berkata-kata lagi waktu itu wkwkwk
Cerita ini tuh aku update kalo lagi mood aja. Soalnya aku harus inget inget kejadian yang udah 2 tahun berlalu jadi gak bisa secepat itu.
Pokoknya buat kalian semua yg baca ini, harus tetap semangat ya!
Salam sayang
syvaadelia
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Pemeran Utama
Novela JuvenilBagaimana rasanya menjadi yang kedua? Perusak hubungan orang? Perebut pacar orang? Sudah, tenang. Ia hanya figuran yang tak mungkin jadi pemeran utama wanita dalam ceritanya.