ICU

856 73 8
                                    

Zahra sangat ingin menemui orang tuanya tapi dia juga takut akan kemarahan kakaknya sedari tadi dia hanya berdiam diri di mesjid memeluk erat lututnya tak ketinggalan air mata yang terus mengalir membasahi pipinya yang sudah memerah akibat menangis tak henti-hentinya.

"Ara harus gimana Ya Allah? Ara takut," ucapnya dengan bibir bergetar.

Di sisi lain Aksa terlihat cemas akan keadaan adiknya, dia sangat menyesal tadi dia hanya emosi sampai tak berfikir omongan itu menyakiti hati adik bungsunya.

Marwah dia menangis di pelukan ustadzah kulsum, awalnya dia ingin bersikap kuat di hadapan semuanya tapi setelah melihat keadaan orang tuanya yang sudah di penuhi alat medis berupa selang, dia merasa ngeri dan takut bila salah satu dari orang tuanya pergi atau mungkin kedua-duanya.

Dokter sudah memponis kemungkinan hidup mereka sangat kecil, hanya keajaiban dari Allah lah yang dapat menyembuhkannya.

Aksa sangat khawatir, dia ingin mencari keberadaan Zahra namun dia juga tak ingin meninggalkan orang tuanya. Dia melihat Zaki yang sedang duduk dan menghampirinya.
Melihat Aksa yang berjalan ke arahnya Zaki langsung berdiri dan menyalaminya, "Yang sabar bang," ucap Zaki dan langsung memeluknya.

"Ki, boleh saya minta bantuanmu?"

"Insya Allah bang, selagi saya bisa,"

"Tolong kamu cari Zahra, dan bawa dia kesini saya ingin minta maaf," ucapnya dengan menyeka air matanya.

"Baik, saya akan mencarinya, bang Aksa tenang aja soal Zahra biar jadi tanggung jawab saya," ucapnya dengan nada sungguh-sungguh. Laki banget ya bundd:(

"Saya percaya sama kamu,"

______

"Bang cepetan," seru Naila pada supir angkot, Naila dan Siti mendapat izin dari pesantren untuk menemani Zahra di rumah sakit.

"Sabar neng, macet liat noh," jawab supir angkot sambil menunjuk ke arah jalanan.

"Ya saya juga liat, tapi apa gak bisa di terobos gitu," keluh Naila.

"Ya gak bisa lah, kalau mau cepet naik helikopter sana," ucapnya dengan nada sedikit tinggi.

"Yaelah bang, kalau ada mah saya juga gak bakal naek angkot abang," geram Naila tak kalah ngegas.

Gus Zaki terus mencari keberadaan Zahra, dia sudah mencari di sekeliling rumah sakit tapi tak kunjung menemuinya, sampai dia melihat satu mesjid di sebrang jalan dia langsung berfikir Zahra berada di dalamnya.

Dan benar saja di depan mesjid tepatnya berada di tangga, dia melihat sepatu berwarna hitam dia sangat mengenali pemilik sepatu ini, "dia pasti di dalam," ucapnya.

Dia masuk kedalam mesjid cukup sepi hanya ada beberapa orang saja yang sedang itikaf.

Dan dari arah saf perempuan dia melihat Zahra, dia menghampirinya namun Zahra meringkuk dan memejamkan matanya,"ketiduran kayaknya."

"Ra..." panggil Gus Zaki ada jarak satu meter antara mereka.

Tak kunjung membuka mata Gus Zaki memanggilnya kembali dengan suara lebih keras, "Zahra."

Sayup-sayup terdengar di telinga Zahra sampai dia terbangun dan kepalanya merasa pusing, dia belum sepenuhnya sadar "ini bukan kasur di pesantren apalagi kamar Ara," batin Zahra. "Astagfirullah.." ucapnya dan langsung bangun begitu menyadari bahwa dia sedang di mesjid.

Dia melirik ke samping dan melihat Gus Zaki berada di hadapnya, "Maaf gus, aku ketiduran," ucapnya menunduk.

"Gapapa,"

AZZAHRA (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang