🍪 T U J U H B E L A S 🍪

6.8K 514 170
                                    

Happy Reading
Selamat malam Minggu

.
.
.

Aku dan Tante Indi sudah berada di dapur minimalis berbentuk L, didominasi oleh warna abu-abu dengan aksen warna putih pada bagian backsplash dan permukaan meja. Meski desainnya sederhana dan menggunakan furnitur minimalis, dapur ini memiliki kesan mewah berkat paduan warna abu-abu dan hitam serta meja marmernya.

“Tan, kita mau masak?” tanyaku bingung.

“Iya, kamu bisa masak?” ucap Tante Indi yang sedang sibuk mengecek barang-barang di atas meja. 

“Dikit,” ringisku sambil memperlihatkan ujung jari.

“Engga apa-apa, sambil belajar, Ra. Bunda engga permasalahin kamu bisa masak apa engga kok, Adnan pasti sama kayak Bunda engga bakal permasalahin itu, yang penting kamu ada kemauan buat belajar. Lagian nanti kan kalian itu membangun rumah tangga bukan rumah makan,” ucap Tante Indi menjelaskan dengan sedikit bercanda.

“Tante bisa aja,” ucapku tersenyum lega.

Dengarlah itu wahai kaum calon mertua di luar sana.

“Kamu tau cara masak opor ayam, Ra?”

“Opor ayam? Tau kok,” jawabku mengangguk.

“Kita mau masak opor ayam tapi pake resep Bunda, Adnan suka banget makan opor ayam masakan Bunda. Nah, nanti Bunda kasih tau resep rahasia yang bikin Adnan tergila-gila sama opor ayam,” ajak Tante Indi semangat.

“Oke, Tan!”

“Ih! Jangan tante dong, Ra. Panggil Bunda aja, ya? Hitung-hitung kan latihan juga buat kamu,” pinta Tante Indi.

“Iya, Ta, eh B-Bun,” ucapku gagap.

“Ra, Gimana hubungan kamu sama Adnan?” tanya Bunda Indi penasaran.

“Gimana apanya, Bun?”

“Perkembangannya dong, sayang,” ucap Bunda Indi gemas.

“Ya, gitu deh.”

“Gitu gimana? Bunda penasaran nih, Ra.”

“Ya gitu deh, Bun. Bun, kok jadi ngomongin Pak Adnan sih? Nanti masaknya jadi engga konsen,” sungutku ingin mengalihkan pembicaraan.

“Engga apa-apa, mumpung orangnya engga ada,” bisik Bunda Indi sedikit terkekeh. “Menurut kamu Adnan orangnya gimana, Ra?” tanya Bunda Indi.

“Gimana apanya, Bun?”

“Kamu tuh Bunda tanya kok malah balik tanya,” ucap Bunda Indi menepuk pelan punggungku.

“Aku bingung harus jawab apa,” ringisku sambil menggaruk belakang kepala yang tidak gatal.

“Jawab apa adanya aja, Galak ya kalau di kampus?” Aku langsung mengangguk cepat.

“Galak banget?” tanya Bunda Indi penasaran.

Kayaknya ngadu ke Bunda enak nih, biarin aja nanti Pak Adnan di omelin sama Bunda. Toh, bukan aku duluan yang mengadu, tapi Bunda yang memancing.

“Di kelas Pak Adnan selalu galak, engga pernah senyum, engga kayak tadi, tapi kalau lagi di luar kampus Pak Adnan sering tebar pesona, Bun,” aduku pelan.

“Tebar pesona gimana?”

“Kalau kata gosip-gosip yang beredar, Pak Adnan itu sering tebar senyuman sama orang lain gitu,” ucapku sedikit berbisik.

“Sama kamu?”

“Engga pernah, Bun!” seruku langsung.

“Jarang?”

Unconditional Love [ C O M P L E T E D ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang