Keluarga Sugeng

869 133 16
                                    

Rafael sedang duduk di teras rumah sambil melamun, mengingat semua kebaikan Lisa kepada keluarganya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Rafael sedang duduk di teras rumah sambil melamun, mengingat semua kebaikan Lisa kepada keluarganya. Ada penyesalan yang menjalar di hati, kenapa waktu itu dia tidak menolong Alfa malahan pergi? Andai waktu bisa diputar, dia akan menghubungi polisi atau merekam kejadian itu untuk barang bukti.

"Bodoh! Kenapa aku enggak lakuin itu? Kenapa aku buru-buru pergi?" Rafael memaki dirinya sendiri, dia memukul kepalanya berulang kali. Merutuki kebodohannya.

Namun, posisi Rafael saat itu panik, dia tak bisa berpikir panjang. Takut juga akan ketahuan anak buah Rehan. Dia tak bisa berpikir jernih saat itu. Yang ada dalam pikirannya, dia jangan sampai ketahuan.

Mobil Avanza hitam berhenti di pelataran rumah. Sugeng turun lalu menghampiri putranya yang masih sibuk menggerutu tak jelas dengan wajah penyesalan.

"Asalamualaikum," ucap Sugeng sesaat menginjakkan kaki di teras.

"Wa 'alaikumus-salam." Rafael menjawab lalu mendongak dan mencium tangan Sugeng.

Melihat wajah sedih Rafael membuat Sugeng tak tega. Pasti dia merasa sangat bersalah dan sedih. Rafael adalah salah satu orang paling dekat dan saksi hidup Alfa. Dulu Lisa menyekolahkan dan menguliahkan Rafael sampai ke luar negeri, bahkan Rafael diminta langsung oleh Lisa agar tetap mengawasi dan membantu Alfa ketika mereka berada di Berlin.

"Sudahlah, jangan disesali." Sugeng menepuk bahu Rafael dan mengusap-usap punggungnya.

"Yah, andai saja aku enggak pergi, mungkin saat ini Mas Alfa masih ada."

"Belum tentu juga, El. Kalau kamu saat itu menolong Alfa, justru kalian sama-sama tidak selamat. Pak Rehan tidak akan mungkin melepaskanmu. Ayah dapat tugas dari Pak Doni. Beliau meminta Ayah mengajakmu untuk memecahkan masalah ini."

"Maksud Ayah, Pak Doni meminta kita mengusut kejadian itu lagi?"

Sugeng mengangguk. "Iya. Pak Doni belum puas dengan hasil penyelidikan kepolisian. Ayah juga curiga, CCTV yang ditunjukan kepada Pak Doni kemarin ada yang janggal."

"Maksud Ayah?"

"Kenapa CCTV pabrik mati dua jam di hari yang sama kejadian itu? Katanya trobel. Kan aneh! Ada dua kemungkinan, sengaja dipotong atau mereka membuang buktinya."

"Iya, benar kata Ayah. Dengan ini kita bisa membongkar kejahatan Pak Rehan. Terus kita mulai dari mana, Yah?"

"Ayah sudah hubungi detektif kepercayaan Pak Doni. Dia siap membantu kita. Oh, iya. Kata Pak Doni, dia yakin Mas Alfa masih hidup. Kita diminta mencarinya."

"Mencari? Enggak salah, Yah? Kita cari ke mana? Kata polisi, Mas Alfa sudah terbakar bersama mobil itu."

"El, coba kamu pikir deh, kalau Mas Alfa ada di dalam mobil itu, pasti ada jasad yang hangus terbakar. Minimal satu atau dua potong tubuhnya tersisa, kalaupun tak tersisa, pasti ada bekas pakaian Mas Alfa meleleh atau sepatu yang hangus. Sedangkan polisi mengatakan jasad sudah menjadi abu."

PRAETERITA MEMORIAS (Mataku memang buta, tapi hatiku tak buta)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang