pukul sebelas malam
tembok-tembok beradu
dalam secangkir kopi tanpa gula
yang dibuat di makam tua di dapur ibu.orang yang ada di teras
dan sekelompok remaja di kotaku
mereka duduk tanpa kursi
berdiskusi tentang ini, tanpa isi; tanpa aksi.masih pukul sebelas malam
kita tersenyum di depan layar datar
menjentikkan sinyal asa yang kita
kirimkan dengan harapan masih diberi kesempatan untuk melihat besok.supaya malam ini
kita tidak mati hanya karena
secangkir kopi yang sudah
kehilangan aromanya: sebab kita lupa menuang air.
—para, di sebuah petang ketika kantuk tak kunjung datang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Di Bawah Kolong
Poetry[kumpulan puisi] ❛❛ sedari dulu aku selalu menjadi penonton. melihat semuanya dari luar pagar. entah siapapun pemilik rumahnya aku selalu terjebak dalam ketakutanku sendiri. atau mungkin, sudah seharus...