Bulan Desember sudah tiba.
4 tahun berlalu dengan cepat. tak terasa semua perjuanganku melewati ratusan makalah dan beribu lembar laporan akan selesai pada sidang dua bulan lagi.
Ya, benar. aku adalah seorang mahasiswa semester akhir yang sedang berjuang mengerjakan skripsi. masa depanku ditentukan oleh tumpukan kertas dengan persetujuan dosen pembimbing apapila aku berhasil mengerjakannya.
"Haha.. baru permulaan, dan aku sudah revisi lima kali" keluhku tertawa miris, begitu aku memasuki kamar kost yang sudah aku tempati selama empat tahun terakhir.
Rintikan hujan terdengar semakin kencang seakan mengiringi segala umpatanku. aku tak peduli, jika kau ingin tau. sekarang memang sudah memasuki musim penghujan, dan diriku yang belum bisa pulang ke kampung halaman akibat masa pandemi ini, hanya bisa duduk tenang di dalam kamar kost ditemani secangkir kopi dan tumpukan kertas disampingku.
Netra biruku melirik ke arah jam dinding. Jarum jam menunjukkan pukul sebelas tepat.
Apa baiknya aku tidur dahulu saja?
Ya, terdengar seperti ide yang bagus. Aku bisa bangun pagi buta, dan mengerjakannya lagi. Lagipula, pernahkah kalian mendengar bahwa otak seseorang akan bekerja maksimal saat pagi hari? Aku mempercayai hal itu.
Baiklah, itu hanya alasan. Aku hanya mengantuk saja.
Tapi..
Andai saja saat itu aku tau, bahwa aku takkan terbangun di tubuh yang sama lagi keesokan harinya.. maka tanpa ragu aku akan memilih untuk tidak tidur sampai kapanpun.
***
Tidak ada yang lebih baik dibandingkan bangun pada pagi hari minggu, diatas kasur selembut sutra, diselimuti suara kicauan burung yang merdu dan semerbak aroma dupa yang begitu kuat.
Tunggu, dupa?!
Refleks, aku segera bangun dari posisi tidurku. tindakan bodoh, sebenarnya karena gerakan itu hanya menimbulkan denyutan hebat di kepalaku. Oke, lupakan saja. Karena merasakan kelembutan asing pada sentuhan jari-jariku, aku menoleh, seketika kesadaran menarik ku kembali ke dunia nyata.
Apa ini? kasurku hanyalah sebatas kasur lipat berlubang -yang entah kapan akan ku ganti, bukannya kasur lembut seperti ini.
"Yang mulia, anda sudah bangun? syukurlah, hamba sangat khawatir karena tubuh anda begitu dingin" ucap seorang perempuan muda yang entah sejak kapan berdiri di samping ku, menatapku dengan mata berkaca kaca.
Tapi apa katanya tadi ? Yang mulia? astaga, apalagi ini.. Kenapa aku terbangun di kamar asing kuno dengan dinding batu dan segala ornamen aneh ini ? Seingatku semalam aku sedang mengerjakan skripsi dengan ditemani secangkir kopi kesukaanku. apakah aku diculik? Tapi hei, yang benar saja.. Apa yang bisa diambil dari mahasiswa miskin seperti diriku yang bahkan aku sendiri tidak yakin organ dalam ku cukup berharga untuk dijual di pasar gelap.
"Yang mulia, hamba mohon katakanlah sesuatu.. hamba sungguh takut"
Sebenarnya siapa yang dia ajak bicara? aku bahkan bukan majikannya. Yah.. Itulah yang kupikirkan sesaat sebelum netraku menangkap sebuah pantulan cermin dihadapanku, yang menampakkan seorang gadis sangat cantik, dengan mata bulat beriris coklat, rambut coklat yang tergerai indah dan bibir ranum yang menggoda. Namun aneh, ia terlihat bingung. firasat ku tidak enak.
Untuk memastikan, aku menggerakkan kepalaku ke kiri dan ke kanan, dan jantungku terasa ingin melompat keluar ketika bayangan di cermin itu mengikuti pergerakanku.
Baiklah, aku mulai panik.
Tolong siapapun katakan padaku bahwa pantulan di cermin itu bukanlah diriku.
Haha
oke, aku sudah gila. ini tidaklah benar.
Mungkin saja aku masih bermimpi. Benar, pasti ini hanya mimpi. Gila saja jika pantulan di cermin itu adalah aku.
KARENA SEHARUSNYA AKU INI SEORANG PRIA
Haiiii.. Nice to meet you. Sepertinya aku akan menekuni hobi lamaku (baca : menulis). Hehe, tinggalkan jejak dan selamat menikmati. See ya
Ditulis : 17 Desember 2019
Dipublish : 4 Februari 2021S.A
KAMU SEDANG MEMBACA
Another Dimensions|| Psychologist, Mr(s). Liu
FantasySebagai mahasiswa psikologi klinis, otakku selalu memaksa untuk berpikir secara rasional. Aku selalu skeptis pada anggapan mengenai keberadaan dunia fantasi atau dunia lain yang menurutku tidak mungkin ada. Hingga hari itu tiba. Dimana semua nalar d...