"Kita bertemu lagi, Huanran"
Suara itu menyambut ku begitu aku membuka mata. Merasakan angin sepoi-sepoi dengan pemandangan padang bunga yang sangat indah, tak perlu waktu lama bagiku untuk menyadari dimana aku sedang berada. Apalagi penampakan paras cantik yang sedang menatapku galak itu, aku yakin ini adalah tempat aku bertemu Mingmei terakhir kali.
Merasa canggung karena Mingmei menatapku tajam, dengan susah payah aku menarik bibirku untuk tersenyum, "Emm.. Hai?"
"Dasar bodoh"
"Aku tau"
"Dungu"
"Tidak perlu diperjelas"
"Bagaimana kau tidak menyadari ada racun di makananmu hah?! Walaupun tidak banyak yang mengetahuinya, racun danau hitam itu rasanya pahit. Jika kau langsung sadar dan berhenti makan, kau hanya akan koma beberapa hari, bukannya sekarat seperti sekarang" Omel gadis itu. Nampaknya ia sungguh emosi, karena suara yang biasanya lemah lembut itu kini naik beberapa oktaf ketika berbicara denganku.
Tapi, semua yang dikatakan oleh Mingmei memang benar. Hidangan yang di sediakan tadi pagi ialah semur daging dan lobak didalamnya. Sebagai seorang yang sangat menghargai makanan dan perasaan orang yang telah susah payah memasak, aku lebih memilih diam dan menikmati rasa pahit yang sempat kurasakan.
"Baiklah, maafkan aku. Kupikir rasa pahit itu muncul karena lobak yang tidak diolah dengan benar. Selain itu, aku terlalu lapar untuk sekedar mengganti menu"
"KAU-" Mingmei yang sudah geram hendak maju mencakar wajahku jika aku tidak gesit menghindar.
"Woa woahh.. Hentikan sayang. Kau nyaris membuat wajah penolongmu menjadi buruk rupa"
"Aku tak peduli. Kau hanya akan merasakan sakit disini, begitu kau bangun tidak akan ada apapun" Sinisnya. Dapat kulihat Ia menarik napas panjang, kemudian ia berpaling dan duduk membelakangiku.
Aku menatapnya sekilas, cukup paham bahwa gadis itu perlu waktu untuk menenangkan diri. Lantas ku alihkan pandangan menikmati suasana di sekitarku.
Hempasan angin ditempat ini entah mengapa terasa begitu nyata. Hawa yang sejuk, paparan sinar matahari yang hangat dan aroma rumput sejenak membuatku ragu bahwa aku sedang bermimpi. Selain itu, setelah kutelisik lebih jauh, aku baru menyadari bahwa tidak hanya satu jenis bunga saja yang memenuhi tempat ini. Dapat kulihat, kumpulan bunga daffodil yang hidup bersinggungan dengan bunga Krisan. Mereka tumbuh dengan baik, terlalu baik sampai membuatku sadar bahwa tempat ini tak akan dapat dijumpai di dunia nyata.
"Daffodil. Apa kau tau arti bunga itu?" Seakan tau isi pikiranku, Mingmei bertanya. Gadis itu kini sudah mulai melembut, ia juga menggeser duduknya semakin dekat denganku. Sepertinya dia sudah lebih tenang.
"Terlahir kembali"
Mingmei terkekeh, "Entah sebuah kebetulan atau apa, bunga yang kau pilih justru sesuai dengan kondisimu saat ini"
Kondisi? "Apa maksudmu? Aku tak pernah—"
"Semua yang ada disini adalah hasil pikiranmu" nada suara gadis itu mulai melembut, dengan pelan ia menunjuk dadaku. "Jauh diujung sana, Huanran. Mungkin kau menginginkan kedamaian"
Aku mengangguk yakin "Mungkin saja. Kau tau, sebagai mahasiswa semester akhir, pikiran tenang tanpa diganggu dengan revisi skripsi adalah hal yang sangat diinginkan"
"Aku tak tau apa yang kau bicarakan, tapi sepertinya itu benar"
Setelah itu, hening terjadi selama beberapa detik, sebelum aku memutuskan untuk kembali bertanya, "Mingmei.. Bagaimana jika kau mati?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Another Dimensions|| Psychologist, Mr(s). Liu
FantasíaSebagai mahasiswa psikologi klinis, otakku selalu memaksa untuk berpikir secara rasional. Aku selalu skeptis pada anggapan mengenai keberadaan dunia fantasi atau dunia lain yang menurutku tidak mungkin ada. Hingga hari itu tiba. Dimana semua nalar d...