Pada suatu malam yang dingin
"Putriku.." ucap seorang wanita paruh baya dengan lirih. Jika dilihat lagi, wanita itu sungguh anggun dan cantik. Namun dengan genangan air mata yang menghiasi raut wajahnya, akan membuat siapapun yang melihat merasa iba.
"Selamat atas bertambahnya umurmu, sayang. Ibunda harap, kau akan segera keluar dari tempat mengerikan ini"
Ia menatap gadis cantik yang sedang berbaring di peraduannya. Nampak polos dan elok terlepas dari apa yang telah gadis mungil itu alami selama ini.
Wanita itu terdiam sejenak. Meresapi rasa sesak yang timbul bersamaan dengan air mata yang mengalir deras.
"Putriku yang malang, ibunda harap kau akan menemukan kebahagiaan, jaga saudaramu. Ibunda percaya kau bisa melakukannya"
Tak dengar balasan apapun dari sang lawan bicara. Jelas saja, bekas cambukan pada punggung gadis itu cukup untuk membuatnya terlelap dengan nyenyak. Ia tak sadarkan diri.
"Setelah ini, ibunda akan pergi..
Ibunda menyayangimu..
Saudaramu menyayangimu..
Dan ayahanda, dia juga menyayangimu..
Jadilah kuat. Untuk saat ini, hanya saudaramu yang bisa kau percaya. Ibunda yakin, bersama kalian akan menemukan kebahagiaan"
***
HUAHH
Aku terbangun dari tidurku dengan napas sesak tak beraturan. Seketika hawa menjadi panas, tubuhku basah kuyup diselimuti oleh keringat dingin, dan dapat kurasakan jejak lengket bekas air mata pada ujung mataku.
Mingmei, sebenarnya apa yang ingin kau sampaikan padaku?
Mengalihkan pandangan, aku menatap pada jendela kamar. Masih gelap, nampaknya masih sekitar tiga jam lagi sebelum sang surya mengibarkan cahayanya.
"Ya sudahlah. Lagipula aku sudah tidak bisa tidur lagi"
Entah dorongan darimana, langkah kakiku membawaku menuju meja belajar yang biasa ku gunakan. Perlahan, tanganku tergerak untuk membuka kotak hadiah yang disimpan oleh Mingmei dan mengeluarkan secarik kertas dari masing-masing kotak itu.
Terdapat tujuh sajak yang telah ia buat. Jika Mingmei menulis sampai ulang tahun kaisar yang diselenggarakan tahun lalu, ketika usianya masih menginjak 14 tahun, maka ia sudah bisa menulis sajak kompleks sejak usianya masih tujuh tahun.
Itu sangat mengagumkan. Sungguh.
Jika dipikir-pikir, tolak ukur kemampuan anak normal berusia 7 tahun di dunia ini hanya bisa menguasai aksara sederhana, karena memang itulah yang diajarkan. Tidak seperti mingmei yang saat itu sudah bisa mempelajari aksara kompleks yang biasanya diajarkan pada anak berusia 13 tahun keatas.
Sepertinya aku cukup beruntung. Aku memiliki darah Tiongkok yang kental dan ayahku selalu memaksa anak anaknya untuk mempelajari bahasa dan aksara mandarin. Setidaknya hal itu sangat berguna sehingga aku dapat membaca aksara mandarin yang digunakan di dunia ini. Namun, sudah sebanyak apapun aku membaca sajak-sajak ini, aku masih belum bisa menangkap makna yang disiratkan Mingmei di dalamnya.
"Sial. Gadis itu sebenarnya penyair atau apa?! Dia akan sangat cocok dengan tipe-tipe orang yang gemar membuat quotes-quotes galau di sosial media" decakku.
Menyerah dengan tumpukan keras itu, aku memutuskan untuk keluar. Langit memang masih gelap, puluhan obor bahkan masih menyala. Tapi itu tidak menggoyahkan niatku untuk keluar mencari angin.
![](https://img.wattpad.com/cover/256163040-288-k390299.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Another Dimensions|| Psychologist, Mr(s). Liu
FantastikSebagai mahasiswa psikologi klinis, otakku selalu memaksa untuk berpikir secara rasional. Aku selalu skeptis pada anggapan mengenai keberadaan dunia fantasi atau dunia lain yang menurutku tidak mungkin ada. Hingga hari itu tiba. Dimana semua nalar d...