[Bab 2] Halaman 2

216 44 1
                                    


Flich begitu bersikeras untuk menjemput keberadaan adiknya yang diketahui telah ada dibumi. Tapi tentunya Flinch tidak bisa kesana. Ia harus menjaga negerinya.

Ia meminta tolong kepada prajurit dan juga negeri The Darkness Forest. Tapi anehnya Yang Mulia Raja Storm sama sekali tak mau membantunya. Tidak tahu apa alasannya.

Para Prajurit nya itu tidak bisa kesana sendirian. Mereka harus memiliki Raja yang bisa memimpinnya. Karena ya,itulah peraturan dari para leluhurnya.

"Ah,sial. Flint,maafkan aku.." Ujar Flinch saat sedang duduk disinggasananya. "Yang mulia,apa anda masih mendengarkan kami?" Tanya peri penasehat raja.

Flinch meninggalkan rapatnya dan langsung kembali kedalam kamarnya. Ia marah,kesal dan juga merasa tak berguna.

Kenapa ia tak bisa menjemput adiknya? Dan kenapa Raja Storm tak ingin membantunya? Apakah itu terlalu sulit? Apapun akan Flinch lakukan jika memang bisa mengembalikan adik kesayangannya.

"Panggilkan Ratu Ondina kemari!" Teriak Flinch pada bawahannya. "Baik,Yang Mulia.." Ujar pelayan pribadinya.

Flinch begitu geram dengan sikap dari ayah mertuanya itu. Sebenarnya apa yang membuat Raja itu tak mau membantunya?!

"Tutup pintunya." Ucap Ratu Ondina menyuruh salah satu pelayan. "Kenapa ayahmu tak ingin membantuku?!" Teriak Raja Flinch penuh amarah.

*The Lost Archipelago*

Peri Rafflesia masih memandangi mentari yang tak pernah berganti menjadi rembulan. Ia selalu melihat rembulan saat berada di negeri hitam. Dan juga bumi.

Ah,benar. Ia teringat pada Taehyung saat ini. Kenapa ia merasa bosan dan merasa seperti ada yang kurang dihidupnya.

Ia masih termenung dalam lamunannya ketika Peri Cyrene dan juga ibunya yaitu Pelayan Alexi memanggilnya.

Ia menoleh singkat lalu kemudian kembali memandang mentari dari kaca jendelanya. Ia terkadang berpikir bisakah negeri peri ini bersatu? Ya,agar ia bisa melihat bulan.

Rafflesia lebih menyukai bulan ketimbang Matahari. Mungkin karena ia sudah lama melihat matahari dan hanya beberapa kali ia melihat rembulan.

"Ada apa?" Tanya Peri Rafflesia tanpa memandang kedua peri yang tadi memanggilnya. "Raja Helio dan Ratu Aine telah menunggu anda untuk makan." Jawab Pelayan Alexi dengan penuh hormat.

Peri Rafflesia bangun dari duduknya dan kemudian berjalan melewati keduanya. Ia menuju keruang makan dan mengambil sebuah makanan lalu kembali kekamarnya.

Tapi tepat sebelum Raja Helio menghentikan pergerakannya untuk kembali ke kamar pribadinya itu.

"Rafflesia! Putri Rafflesia!" Teriak Sang Raja Helio. "Namaku bukan Rafflesia tapi Rosie!" Balas Peri Rafflesia tanpa menoleh sedikitpun.

"Kemari! Duduk dan makan disini!" Ujar Raja Helio keras. "Aku tidak mau." Balasnya. "Kau mau ku hukum hah?! Aku ingin membicarakan suatu hal denganmu!" Ucap sang ayah yang membuat peri itu menoleh.

Ia memandang tajam kedua orang tuanya. Menatap seseorang yang baru saja menghentikan dirinya.

Raja Helio mengalihkan pandangannya pada kursi yang berada disebelahnya. Lebih tepatnya kursi milik putrinya itu.

"Apa yang ingin kau bicarakan? Tumben sekali. Dari kecil kau tak pernah memedulikan aku. Bukan begitu AYAH? Cih." Ucapnya yang kemudian beranjak pergi dari ruang makan.

Raja Helio sebenarnya geram dengan sikap putrinya yang bisa dibilang buruk itu. Tapi sebenaranya Peri Rafflesia tidak salah. Peri itu memang benar Raja Helio tak pernah memedulikan ia sedari kecil.

In A Flower [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang