Bab 11

4.5K 257 1
                                    

Kilas balik delapan tahun lalu.

"Harisnya ada Tante?"

"Ada."

Davina tidak peduli ibu Haris memandangnya dengan tidak suka, wanita itu memang selalu seperti itu. Tidak apa, yang paling penting baginya, ibu Haris tidak pernah melarang ia dan anak laki-lakinya bergaul, membukakan pintu kapanpun ia datang. Dengar-dengar, itu juga karena ibu Haris berteman baik dengan Bunda Siska, ibu angkat Davina.

"Kenapa kamu di sini?"

Tak ada angin tak ada hujan, tiba-tiba Davina melihat sepupunya di sini.

"Aku lagi..."

Danila gagap, dia tidak tahu harus mengatakan apa saat mendapati sang sepupu di rumah laki-laki yang sudah lama bergaul erat dengannya.

"Lagi ngapain Danila di sini?"

Davina bertanya pada Haris yang baru saja keluar dari kamarnya.

"Enggak tau persis, kata Mama lagi sem---"

"Lagi persiapan pernikahan!"

Sebelum Haris menyelesaikan jawabannya, Mariana memotong kata-kata anak semata wayangnya tersebut.

Davina diterpa kebingungan, jantungnya berdebar, dia takut akan mendengar sesuatu yang nanti dibencinya.

"Siapa yang mau menikah?" tanyanya entah pada siapa.

"Haris dan Danila, mereka yang mau menikah."

"Apa?!" Danila dan Haris kompak mengatakan itu.

Mereka kaget dengan perkataan Mariana, sebelumnya tidak pernah ada pembicaraan tentang pernikahan.

"Iya, maaf, kalian belum dikasih tahu, tapi Mama dan Bunda Siska memang berencana menjodohkan kalian."

Mariana mungkin hanya asal sebut, untuk mencegah Haris mengatakan alasan sebenarnya kehadiran Danila di rumah itu. Tapi, soal rencana perjodohan itu, memang benar adanya.

Setelah dua tahun Danila kehilangan ayahnya dan tinggal bersama Siska dan Priambodo. Mereka sempat membicarakan kemungkinan perjodohan antara Danila dan Haris, meski waktu itu hanya pembicaraan santai antar sesama teman, tidak benar-benar serius.

Satu bulan kemudian, pernikahan  benar-benar terwujud. Entah apa yang terjadi? Semua proses terjadi begitu cepat.

Danila menjalani semuanya dengan kebingungan, tapi ia tak dapat menolak, karena ini juga atas permintaan Bunda Siska.

Begitu juga dengan Haris, ia tak bisa menolak karena ini permintaan ibu dan ayahnya, sejak dulu, ia memang anak yang sangat penurut.

Priambodo, paman Danila juga turut senang, karena akhirnya keponakannya itu akan meninggalkan rumah istrinya.

Satu-satunya yang tak bahagia adalah Davina, dia memandang proses ijab kabul sepupu dan sahabatnya dengan hati diliputi amarah, tapi dia tak bisa protes, karena Priambodo memintanya untuk diam dan menerima saja. Padahal, laki-laki itu tahu putrinya sangat memuja sang mempelai pria.

Setelah akad nikah, Danila langsung tinggal di rumah Haris, sedangkan Davina kembali ke rumah yang ia huni bersama orang tuanya.

"Bunda enggak adil!"

Akhirnya gadis itu tak bisa menahan dirinya lagi.

"Apa maksud kamu?" Siska heran karena putri angkatnya tiba-tiba menuduhnya tidak adil.

"Kenapa Bunda menikahkan Haris dengan Danila? Bukan denganku?"

"Kamu ngomong apa sih?"

"Aku yang mencintai Haris, Bunda, aku yang lebih dulu kenal sama dia."

Sang bunda tercengang, dia tidak menyangka akan mendapat protes atas keputusannya.

"Maaf, Bunda gak tahu kamu cinta sama Haris. Sayang, Bunda kira kalian hanya berteman baik. Haris bahkan tidak menolak sama sekali. Tapi memang, kami berencana menjodohkan mereka sudah lama. Sebelum kamu datang ke rumah ini."

"Apa karena aku anak angkat?" tanya Davina.

"Apa maksud kamu? Ini gak ada hubungannya."

"Kalau ini karena aku anak angkat, Bunda harus tahu rahasianya."

"Rahasia apa?"

"Aku bukan anak angkat. Aku anak kandung Papa dari wanita simpanannya. Ibuku, wanita simpanan Papa Priambodo, suami Bunda."

"Apa?!"

Bagai disambar petir di siang bolong, Siska begitu terkejut, nafasnya terengah-engah, dia merasakan sakit di kepala, dada dan hampir seluruh bagian tubuhnya, lalu ambruk di lantai di tempatnya berdiri.

Beberapa asisten rumah tangga menggotong tubuh Siska ke sofa, ada satu orang yang memanggil ambulance, ia dibawa ke Instalasi Gawat Darurat malam itu juga. Dokter yang memeriksanya mengatakan, ia mendapat serangan jantung. Dan akibat gangguan pada organnya tersebut, ia juga terserang stroke.

Danila sangat terpukul atas kabar sakitnya Bunda Siska, begitu juga dengan mertuanya. Mereka sempat menunggui wanita itu di rumah sekait secara bergantian.

Hingga saatnya sang pasien bisa dibawa pulang, mereka harus rela melepas Bunda Siska ke dalam pengawasan suami dan anak angkatnya.

***

"Maaf, Non Danila dan Nyonya gak diizinkan masuk."

"Loh, kenapa? Apa yang salah?"

Mariana sangat kesal, saat ia hendak menjenguk sahabatnya bersama Danila, mereka tidak diizikan masuk. Mereka bahkan tak diizinkan berbicara melalui telepon. Katanya ini atas perintah sang empunya rumah, yang tak lain adalah Priambodo.

"Apa alasannya?"

"Saya juga gak tahu Nyonya, kalau saya buka pintu, nanti saya dipecat. Maaf"

Bruk!

Pintu dibanting dari dalam.

Beberapa hari kemudian, mereka kembali lagi, tapi tetap tak diizinkan masuk.

Selama dua bulan Mariana dan Danila datang ke kediaman Priambodo untuk sekedar diizinkan melihat kondisi Bunda Siska yang mereka tahu mengalami stroke, tapi tak membuahkan hasil.

Mereka sangat khawatir, tapi tak bisa melakukan apa-apa, bagaimanapun, tidak ada yang salah, rumah itu adalah aset privat, jika orang luar tak diijinkan masuk oleh pemilik, maka tidak bisa masuk. Jika pun Mariana dan Danila ingin melapor kepada polisi, tidak ada yang melanggar hukum.

***

"Kamu mau tahu tentang Bunda?"

Akhirnya Davina mau mengangkat telepon dari Danila setelah dua bulan mengacuhkannya.

"Aku mau, tolong, aku sangat khawatir, Vin."

"Kamu boleh bertemu Bunda dengan satu syarat."

"Apa?"

"Kamu harus tinggalkan Haris."

"Kenapa begitu?"

"Kamu harus bercerai dengan Haris, biarkan dia menjadi milikku. Lalu, kamu boleh bertemu Bunda, tinggal di sini juga boleh."

Davina merasa sungguh sangat senang, keadaan ibu tirinya yang sakit ternyata bisa dimanfaatkan. Dia bisa menggunakan kondisi itu untuk keuntungannya sendiri.

Lain halnya dengan Danila, dia tak mengerti dengan permintaan sepupunya. Syarat macam apa itu? Kenapa ia harus meninggalkan Haris hanya untuk bertemu dengan Bunda Siska? Bagaimana bisa?

Dia begitu menyayangi wanita yang mengurusnya sejak usia delapan tahun itu, tapi, ia juga mulai mencintai Haris. Bahkan, suaminya itu juga terlihat memiliki perasaan yang sama.

Apa yang harus dia lakukan?

Kilas balik selesai.

Mengapa Dia Ayahku?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang