"Sialan!"
"Sialan!"
Entah sudah berapa kali pria paruh baya bernama Priambodo itu memaki. Asistennya menghilang bak ditelan bumi, teleponnya tidak aktif, rumahnya juga kosong
Orang kepercayaannya selama sepuluh tahun itu akhirnya berkhianat, membawa kabur uangnya. Uang yang didapatkan dengan susah payah.
Priambodo menjanjikan uang itu kepada seorang pegawai kejaksaan yang selama ini selalu melindunginya.
Dia juga merasa terpojok sekarang, sudah beberapa hari terlihat petugas polisi tertangkap kamera pengawas sedang mengamati rumah dan juga kantornya.
***
Haris bermuka masam saat melihat Davina di pintu ruangannya.
"Kamu sudah selesai kerja kan?" tanya Davina.
"Ngapain kamu di sini? Aku gak mau berurusan sama kamu lagi."
Davina tertawa, baru kali ini sahabatnya bersikap begitu dingin, tapi dia mengerti, semua memang kesalahannya.
"Kamu sudah dapat informasi tentang Danila dan anak-anakmu?"
"Bukan urusanmu, Vin. Tolong, tinggalkan ruanganku! Masih banyak yang harus kukerjakan."
Haris memang sedang sibuk, puskesmas tempatnya bekerja sedang dalam proses akreditasi. Sebagai orang yang menempati posisi manajerial, dia harus menyusun perencanaan dan berbagai macam hal lainnya. Ini begitu menyita waktu dan pikiran.
Belum lagi soal Danila dan anak-anaknya, yang ini lebih menyiksa emosi tentu saja.
Kadang-kadang Haris ingin menyerah saja. Rasanya, sekarang, semua yang ia raih tidak ada artinya sama sekali.
Dan, Davina, entah bagaimana ia harus menghadapi perempuan itu. Kedatangannya hari ini membuat Haris tambah sakit kepala.
"Ikut aku yuk!"
Haris menghela nafas karena kesal, ia mendengus di atas dokumen-dokumen yang sudah ia geluti sejak satu jam lalu.
"Aku ajak kamu ketemu Dini dan Dewa. Kamu mau ketemu mereka kan?!"
Dia memandang curiga, tapi terbersit harapan bahwa Davina benar-benar bisa membawanya menemui dua makhluk kecil itu.
"Jangan main-main, Vin! Jujur saja, aku gak mau percaya lagi sama kamu. Aku kecewa berat, dan kamu tahu aku. Kalau sudah dikhianati seseorang, gak ada kata maaf."
"Aku tahu. Dan aku janji, kali ini aku jujur. Dan ini juga permintaan terakhirku sama kamu. Setelah hari ini, aku gak akan ganggu lagi. Kita akan mengurus hidup kita masing-masing."
Beberapa menit kemudian, keduanya terlihat sedang berada dalam sebuah mobil yang berjalan menuju sebuah tempat.
Davina menghentikan mobilnya di depan sekolah asrama tempat di mana Danila bekerja dengan membawa serta anak-anaknya.
"Danila bekerja di sini," katanya saat melihat Haris memandang tak mengerti.
Pintu gerbang terbuka, mobil Davina memasuki area parkir sekolah yang berada persis di samping taman depan di mana beberapa hari lalu wanita itu melihat Dini dan Dewa bermain bersama.
"Nanti saya panggilkan ibu Danila."
Petugas keamanan bernama Yoga Darmanto meninggalkan mereka di ruang tamu. Dia berjalan menuju sebuah ruangan yang lain.
"Ada siapa Pak Yoga?"
Danila terkejut karena tiba-tiba saja ia memiliki tamu. Selama ini, dia tidak pernah menerima kunjungan siapapun selain Rania.
"Enggak tahu saya, dua orang, perempuan sama laki-laki."
"Siapa ya? Enggak nanya namanya?"
"Saya lupa tanya, hehe." Laki-laki yang baru dua tahun bekerja sebagai petugas keamanan itu tertawa garing, menertawakan kecerobohannya sendiri.
"Nanti saya tanya dulu deh, namanya dan apa keperluannya."
"Gak usah, Pak. Biar saya temui aja langsung."
Danila mencuci tangan dan melipat apron yang sedang dipakainya. Sebelum menemui tamunya, dia memeriksa Dewa dan Dini di ruangan tempat mereka biasa bermain dan membaca buku.
Beberapa menit kemudian.
"Kamu?!"
***
Beberapa petugas polisi terlihat memasuki kediaman Priambodo, mereka mengetuk-ngetuk pintu depan rumah mewah itu, tapi tak ada yang membukakan.
Para asisten rumah tangga merasa ketakutan dengan kehadiran para abdi negara tersebut.
"Buka! Atau pintunya kami dobrak!" Seorang petugas berteriak, tentu saja dia tahu ada orang di dalam rumah tersebut.
Tak berapa lama, pintu dibuka dari dalam, seorang asisten rumah tangga terlihat berdiri ketakutan.
"Ampun, Pak. Saya gak salah," katanya.
"Kami datang untuk melakukan penggeledahan kepada rumah tersangka atas nama Priambodo atas kasus penggelapan dana bantuan sosial."
Sebuah kertas putih berisi perintah penggeledahan dari Pengadilan Negeri di perlihatkan kepada para penghuni rumah.
"Di mana pemilik rumah?"
"Bapak ada di kantornya, ada istrinya, tapi lagi sakit."
"Sakit apa? Di mana?"
"Stroke, Pak. Ada di kamar beliau."
Tanpa dapat dicegah, petugas polisi memasuki satu persatu ruangan dan mencari bukti-bukti yang mencurigakan terutama yang terkait dengan aktifitas bisnis pemilik rumah. Beberapa asisten rumah tangga juga sempat dimintai keterangan.
***
"Ayaaaah!"
Tanpa disadari Danila, ternyata Dini mengikutinya berjalan menuju ruang tamu. Dia menerjang laki-laki dewasa yang ia kenal dan amat dirindukannya sesaat setelah sampai di ruangan itu.
Haris terkejut ketika tiba-tiba seorang gadis kecil melemparkan diri padanya dan memeluk erat.
"Dini, anakku."
Laki-laki itu menangis, rindu yang telah lama ia tahan akhirnya sampai pada muaranya. Akhrirnya dia bisa memeluk permata dalam hidupnya.
Danila tercengang dengan semua yang ia lihat. Belum juga ada penjelasan atas kehadiran kedua tamunya, sekarang ia melihat adegan pertemuan yang membawa air mata bagi putrinya.
Wanita itu bertanya-tanya, apakah Haris sudah tahu tentang semuanya? Dia memandang sepupunya yang bertahun-tahun ini menjadi alasannya untuk lari dan sembunyi.
"Bisa kita bicara di tempat lain?" tanya Davina.
Dan, di sinilah mereka sekarang. Duduk di sebuah kursi panjang, di depan mereka ada sebuah akuarium air tawar yang menurut informasi telah ada sejak sekolah ini didirikan.
"Aku gak ngerti, Vin? Apa maksudmu mengajak Haris menemui kami di sini?"
Beberapa tahun lalu, Davina meminta Danila pergi dari hidup laki-laki itu, menutup rapat semua pintu komunikasi dan informasi dengan balasan Davina akan menjaga baik-baik Bunda Siska dengan baik.
Tapi sekarang, justru dia sendiri membawa Haris menemui Danila. Ada apa?
KAMU SEDANG MEMBACA
Mengapa Dia Ayahku?
General FictionDanila mendapati anak laki-lakinya diliputi amarah saat mengetahui siapa ayah kandungnya. Apa yang membuatnya marah? Siapa ayah kandung dari anak-anaknya sebenarnya?