Kediaman Priambodo.
Beberapa asisten rumah tangga terlihat berbisik-bisik saat melihat nona muda mereka pulang dalam keadaan menangis dan penampilannya berantakan. Tidak seperti biasanya, anak perempuan yang selalu dimanjakan oleh tuan mereka itu biasanya selalu terlihat anggun dan sangat terjaga penampilannya.
Davina tahu ia menjadi pusat perhatian para pembantu rumah tangga, ada yang melihat dengan tatapan kasihan, ada yang heran, ada juga yang menatap dengan sinis.
"Apa lihat-lihat?! Kalian pasti setelah ini mau bergosip lagi, iya kan?! Dasar para tukang gossip! Awas saja, aku akan menyuruh Papa untuk memecat kalian semua!"
Davina berjalan menuju kamar pribadinya dengan rasa kesal dan marah. Satu menit setelah ia masuk, jeritan frustasi terdengar, jika ada orang di dekatnya, orang itu pasti butuh penyumbat telinga.
Davina tidak peduli, dia ingin menjerit sepuasnya, menangis, atau berteriak marah sesuka hatinya.
Para pekerja di rumah itu kembali ke pekerjaan mereka, tidak ada rasa takut atas apa yang dikatakan nona muda mereka beberapa menit lalu, perempuan itu sudah sering menebar ancaman pemecatan. Sampai hari ini, tidak ada satupun yang dipecat.
Tuan Priambodo, majikan mereka, tidak akan mengambil resiko memecat pembantu rumah tangganya yang berjumlah lima orang. Mereka terlalu banyak tahu, rahasia kejahatan yang ia lakukan, juga semua yang terjadi di dalam rumah besar tersebut.
Mereka memang digaji sangat besar, jauh lebih besar dari gaji pembantu rumah tangga pada umumnya, tapi mereka juga dituntut untuk tutup mulut, kalau tidak, mereka harus rela kehilangan nyawa.
Setelah puas menangis dan menjerit selama hampir dua jam, Davina terihat keluar dari kamarnya. Dia kembali pada dirinya sendiri, cantik dan anggun, tapi beraura seram.
Wanita itu mengendarai mobil mahal miliknya ke sebuah gedung di pusat kota. Itu adalah kantor ayahnya, sebuah gedung yang besar dengan kemewahan yang sangat mengesankan.
"Papa! Buat aku menikah dengan Haris! Aku harus menikah dengan Haris, Papa!" kata Davina sesaat setelah melihat sang ayah di ruangannya.
Priambodo terlihat jengah, ia sudah sangat sering mendengar permintaan Davina yang seperti itu.
"Berisik! Keluar dari ruanganku! Aku sedang sibuk."
Davina tidak peduli dengan hardikan itu.
"Papa, kumohon –wanita itu memeluk lengan Pariambodo dengan sangat erat- Haris harus menjadi milikku! Buat perusahaan Papanya bangkrut, buat keluarga mereka membutuhkan bantuanmu, atau apapun. Aku harus menikahi Harisku, Papa."
"Sialan! –Priambodo memanggil asistennya dari pesawat telepon- Bawa davina keluar dari ruanganku!"
Laki-laki itu merasa sangat kesal, dia sedang dirundung masalah, putrinya datang meminta hal yang tidak mungkin ia lakukan.
"Papa! Tidak! Aku ingin tetap di sini! Papa! Kumohon aku harus menikahi Harisku!"
Priambodo memandang dengan tidak peduli saat putrinya diseret sambil merengek-rengek. Bagaimanapun, dia tidak akan menjadi besan dari musuhnya sendiri.
Sejak Danila datang pada Prasetya Abdallah, ayah Haris, pemuda yang begitu dicintai putrinya, meminta bantuan dan perlindungan pengacara kawakan tersebut, sejak saat itulah dia menjadi musuh besarnya. Dia dan istrinya selalu mengawasi sepak terjang Priambodo, menunggu-nunggu saat ia lengah dan melakukan kecerobohan.
POV Davina
"Dasar brengsek! Papa brengsek! Haris brengsek! Semua brengsek! Sialan!"
Entah sudah berapa kali aku memukul kemudi mobil, aku tak peduli jika klakson tertekan dan membuat bising area parkir gedung ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mengapa Dia Ayahku?
Ficción GeneralDanila mendapati anak laki-lakinya diliputi amarah saat mengetahui siapa ayah kandungnya. Apa yang membuatnya marah? Siapa ayah kandung dari anak-anaknya sebenarnya?