Bab 7

67 6 0
                                    

Hampir 1 minggu mas Ilham berangkat latihan gabungan, dan aku baru menyadari bahwa acara wisudaku akan dilaksanakan beberapa hari lagi, sementara mas Ilham tak kunjung mengabariku. Sedari hari lalu aku mengirim pesan pun tak, satu pun terbaca oleh mas Ilham. Abi sempat menelponku beberapa kali untuk mengabari keadaan papa mas Ilham yang kian tak stabil, tapi tetap saja abi menyuruhku untuk tak memberitahukan ini kepada mas Ilham. Tak lama kemudian munculah sebuah notifikasi di ponselku dari mas Ilham, wah senangnya bukan main.

-- Waalaikumsalam, sebelum saya berangkat, saya sudah bilang ke kamu – 09.00

-- Loohhhh.. Vira lupa kalo Vira mau wisuda – 09.00

-- Salah mas Ilham lah – 09.01

-- Kita berangkat pas Hari H – 09.01

-- Yahhh mas Ilham, besok yaa, berangkat besok aja – 09.02

-- Saya belum selesai tugas – 09.02

-- Ih... mas Ilham, usahain kek, Vira juga ada urusan di pesantren – 09.02

-- Berangkat sendiri – 09.03

-- Vira gak berani naik pesawat sendiri – 09.03

-- Mau kamu apa? – 09.03

-- Ih... mas Ilham gak asik, tugas terus, males ah mas Ilham gitu – 09.04

-- Trus saya harus gimana? – 09.05

-- Mas Ilham jahat – 09.05

Baru kali ini aku bertengkar dengan mas Ilham meski tidak langsung. Setelah pesan terakhirku ia tak pernah membalasnya lagi. Aku menelpon abi dan tak mendapat dukungan apapun, malah abi menyuruhku menunggu mas Ilham hingga Ia menyelesaikan tugasnya. Ah... aku benar-benar kesal, kenapa semua malah memihak kepada mas Ilham. Setelah selesai mendapat omelan dari abi aku membaringkan tubuhku di kasur dan menenggelamkan wajahku pada bantal, bau khas mas Ilham pada bantal membuatku semakin ingin menangis, tak lama kemudian aku menangis sejadi-jadinya.

***

"Lu mau kemana jung?" tanya Adam, aku tak menggubris, segera merapikan barangku.

"Eh... elu kan belum sembuh total" timpal Adam lagi

"Udah sembuh, Cuma belum kering aja" Jawabku

"Lha kan tetep aja belum sembuh, ntar jaitannya buka lagi infeksi awas lu, bisa di amputasi loo" jelas Adam, aku menatapnya tajam kemudian ia memalingkan wajahnya dariku.

"Ada janji, malem ini harus balik" ujarku, Adam hanya menatapku

"Jung... kamu mau kemana?" Kali ini Leona mencegahku

"Ada janji" jawabku seadanya

"Sama cewekmu? Dia gak tau kalo kamu teruka parah gini?" tanyanya

"Cuma sobek dikit di bahu, bukan parah" elakku

"Ya tapikan tetep aja, kamu dapat 10 jahitan di bahu kamu" ujar Leona, selesai berkemas aku segera keluar, tapi langkahku di hentikan oleh Leona.

"Dengerin aku sekali aja Jung" pintanya, aku berbalik lalu melepas tangannya yang menggenggam lenganku

"Adam.... gue balik dulu" ujarku lalu segera pergi dari sana, memesan ojek online dan menuju barak mengambil beberapa barang dan segera pulang menuju rumah dengan motorku.

Sesampainya di rumah aku segera masuk, sepertinya semua telah tidur, termasuk Elvira. Aku menghampiri meja makan, menuang segelas air putih dan meneguknya hingga tandas. Aku membuka ponselku lalu memesan 2 tiket pesawat menuju Bandung untuk besok tepat pukul 06.00 keberangkatan dari Surabaya. Setelah subuh kami harus segera menuju Surabaya. Tak lama bibi muncul dan menawariku makan, aku tak menolak, sungguh sudah lama perut ini meronta ingin di isi. Setelah selesai makan aku memnta bibi untuk membantuku mengganti perban di bahuku.

Ilham JungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang