Bab 8

88 6 2
                                    

"Mas Jung, mau tau inceran Hamzah tidak?" Tanyanya, aku mengangguk "Itu, yang barusan keluar dari gerbang asrama" tunjuknya pada salah satu gadis. Aku tersenyum meski tak tau gadis atau santri mana yang gus Hamzah tunjuk, pasalnya banyak santri putri yang baru saja keluar dari gerbang asrama secara bersamaan. "Cantik gus, siapa namanya gus?" tanyaku "Elvira" jawab gus hamzah, aku terdiam "Kenal sudah lama gus?" selidikku "Udah 3 tahun berjalan, rencananya setelah lulus salaf aku akan menikahinya" jelasnya, aku terdiam, saluran nafasku seperti menyempit. "Doa terbaik buat gus Hamzah" jawabku pasrah "Iya doakan, dalam masa pendekatan semoga menjadi akhir yang baik" aku mengangguk paham, seakan aku ingin mengadu kepada pemilik semesta ini. "Ayo ke acara wisuda" ajak gus Hamzah, aku mengikut di belakangnnya. Pikiranku seakan kacau, Ya Allah aku harus bagaimana?*** Aku memasuki ruang wisuda bersama Aisyah dan Fitri kedua sahabatku. Kami mengikuti acara wisuda dengan tenang, dan bahagia. Kedua sahabatku memilih untuk melanjutkan salafiyah di pondok, sementara aku masih tak tau akan melanjutkan kemana. "Kamu pintar Vir, sudah kuliah saja" saran Aisyah "Tapi pelajaran diniyah kamu juga bagus, bukannya kamu ingin salaf? Ada jam nya gus Hamzah lhoo kelas salaf" ungkap Fitri seakan berpromosi "Aku mau dua-duanya gak bisa yaa" keluhku "Pilih satu, katanya kamu mau ke korea nontonin oppa-oppa mu itu, kamu butuh belajar bahasa korea, gak semua orang bisa bahasa inggris" ujar Aisyah, aku terdiam lalu menyandarkan kepalaku pada pundak Fitri "Sebenernya ada yang mau aku ceritain ke kalian" ucapku, lalu menegakkan tubuhku "Apa? Ada masalah Vir?" tanya Fitri cemas sementara Aisyah mengusap pundakku "Tapi janji, kalian nggak bocorin ke siapa-siapa" pintaku, mereka mengangguk mengiyakan "Sebenernya aku di jodohin, trus kemungkinan awal bulan aku nikah" ujarku pelan, bahkan sangat lirih "HAAAAA?!!!" teriak keduanya bersamaan, spontan saja kututup mulut mereka dengan kedua tanganku "Seriusan Vir? Demi Chanyeol masuk pondok... kamu gak bohongkan" ujar Fitri tak percaya sementara Aisyah masih terdiam menatapku lekat "Beneran Vir? Nggak lagi bercanda kan?" tanya Aisyah masih tak percaya "Sumpah dah Billahi, aku aja sempet bingung" keluhku, kemudian kedua sahabatku memelukku "Sama siapa Vir? Bukan Om-om kan" tanya Aisyah kemudian mendapat sentilan keras di dahinya hadiah dari Fitri "Yang bener dah Syah, masa iya Abii Vira tega jodohin anaknnya sama om-om" protes Fitri "Udah ah, kalian mau tau gak orangnya yang mana?" tanyaku, mereka mengagguk antusias, kemudain aku setengah berdiri lalu mengedarkan pandanganku di jajaran wali murid dan tidak menemukan mas Ilham. Ku ulang berkali-kali tetap saja aku tak bisa menemukannnya. Tapi ketika aku hendak duduk, mataku malah menangkap seorang yang tak asing duduk di kursi tempat jajaran para pengasuh. Itu gus Hamzah, dan sebelahnnya mas Ilham, mas Ilham? Apa yang sedang ia lakukan? Kenapa bisa duduk disana? Apakah salah tempat? Atau ia kenal dengan gus Hamzah?. Aku menebak-nebak dalam pikiranku. Lalu Aisyah menarikku duduk membuatku tersadar "Yang mana?" tanya mereka "Duduk di sebelah gus Hamzah" jawabku, mereka berdua sontak berdiri dan melihatnya, cukup lama kemudian kembali duduk "Masyaallah, ganteng banget Vir, nemu dimana?" ujar Aisyah aneh "Masih juga gantengan gus Hamzah" tentang Fitri "Tau ah... aku bingung, yang jelas aku sekarang bimbang" keluhku, kedua sahabatku menatapku seakan paham atas masalah yang kuhadapi "Semua tergantung kamunya Vir" ujar Aisyah, aku mengangguk paham "Aku rasa gus Hamzah memiliki perasaan untukku" lirihku, Fitri menepuk pundakku "Trus calon mu bagaimana?" tanyanya, aku menggeleng pelan. Aku sendiri masih tidak yakin dengan perasaanku. "Saranku sih Vir... mending sama gus Hamzah, udah ganteng, pinter, gus pula, pasti terjamin dunia akhiratnya" Saran Fitri, aku teridiam bimbang "Oh.... trus calonnya Vira nggak gitu? Ati-ati maneh teh kalo nyarios" ujar Aisyah, Fitri turut bungkam "Siapa namanya Vir?" Aisyah mengalihkan pembicaraan "Ilham... mas Ilham Jung" ucapku, perasaanku semakin tak menentu. Setelah ini rasanya aku tak sanggu menemui keduanya entah gus Hamzah atau mas Ilham "Kamu istikhoroh saja dulu Vir, kita nggak pernah tau yang terbaik buat kita siapa, selain Allah" Ujar Aisyah menenangkan ku, aku mengangguk mengiyakan sarannya. Tak terasa waktu berlalu begitu cepat acara wisuda telah selesai. Kami bertiga berniat untuk berfoto bersama. Kemudian kembali ke dalam asrama. Aku menatap jam tanganku yang menunjukkan pukul 12.10 aku melepas toga ku dan segera merapikan barangku. "buru-buru amat Vir, mau kemana?" tanya Fitri yang entah datang dari mana "Em... kayaknya aku harus segera pulang deh kasian mas Ilham ntar nungguin, mana belum sholat" jawabku pelan "Eh... iya kata mbak Hilya suruh ke ndalem" ujar Fitri berbisik kearahku "Naon? Ke ndalem? Ngapain?" "Katanya kamu teh di cariin sama gus Hamzah" bisiknya lagi, aku terdiam lalu menata kembali barang-barangku kemudian melesat keluar dari asrama. Aku bertekad tak akan menemui gus Hamzah, dan langsung pulang saja. Aku segera menuju mobil dan tiba-tiba saja aku di kejutkan oleh kaca mobil yang terbuka, menampilkan mas Ilham yang telah menungguku di dalam. Selanjutnya aku masuk kedalam dan mobil melesat meninggalkan pesantren. Keheningan melanda suasana di dalam mobil, antara aku dan mas Ilham, kami tak mengucapkan sepatah kata pun. Nuansa hening terecahkan setelah ponselku berbunyi menandakan 1 notifikasi masuk. Gus Hamzah, aku membukanya dan membaca sekilas pesan yang ia kirimkan.-Dimana? Aku menunggumu di ruang tamu- 12.20-Abi ada urusan gus, maaf, jadi vira pulang duluan- 12.20-Oohh, tadi aku belum sempat bertemu denganmu juga abi mu- 12.21-Mungkin abi duduk di belakang, katanya gus Hamzah ada yang mau di sampein ke vira, apa?- 12.22-Oh... itu- 12.22-Saya menyukaimu Vir, boleh?-12.22 Aku terdiam nafasku seakan tercekat, bagaimana aku membalas ini? Jujur saja ada rasa cemas sekaligus senang ketika mengetahui ini-Ehhmm, terserah saja- 12.24-Terimakasih, saya juga ingin menemui keluargamu, bisa?"-12.24-sepertinya tidak sekarang gus, abi sedang sibuk- 12.26-baiklah secepatnya kalau begitu, saya tak ingin menyukaimu tanpa ikatan- 12.26-yaa- 12.26 Aku menghela nafasku panjang, perasaanku semakintak karuan, semantara mas Ilham tengah konsentrasi mengemudikan mobil. Aku merapalkan segala macam doa agar hatiku sedikit lebih tenang. Perjalanan begitu hening bahkan ketika kami telah sampai di halaman rumah. Mas Ilham kali ini benar-benar banyak diam, bahkan lebih dingin dari biasanya. Setelah mobil terparkir sempurna di garasi kami turun, mas Ilham sekalipun dingin ia tetap membantuku membawakan koper. Lalu kami masuk kedalam rumah. Suasana menghangat ketika abi dan umi menyambutku hangat. Kakak ipar berserta keponakanku turut hadir merayakan wisudaku meski hanya di rumah. Kami berfoto bersama, satu keluarga, juga mas Ilham, abii mengajaknya. Setelah sesi berfoto selesai aku mengganti bajuku lalu mengambil wudhu dan bersiap sholat dhuhur. Di depan kamar mandi abii memperingatkanku untuk sholat berjamaah bersama mas Ilham yang sejak tadi sudah menunggu. Segera ku pakai mukenahku dan menuju tempat sholat. Selesai sholat kami terlarut dalam doa masing-masing, hingga aku menyelesaikan doaku mas Ilham masih saja menundukkan kepalanya dan menengadah tangannya. Setelah agak lama mas Ilham berbalik kearahku "Mau temani saya?" tawarnya "Kemana?" "Ke rumah papa" ujarnya, aku terdiam, tidak mungkin, abii baru saja mengatakan akan pergi ke rumah sakit "Emmm, Vira mau nonton dulu boleh?" pintaku, melontarkan alasan agar mas Ilham tidak bisa kerumahnya "Yaa, tapi setelah itu langsung ke rumah papa ya" ajaknya, aku masih diam, memikirkan berbagai cara agar memperpanjang waktu "Iyaaa" jawabku seadanya, sambil memikirkan langkah-langkah selanjutnya Aku mulai melancarkan aksiku, mulai menggati baju dengan cukup lama, kemudian kuajak mas Ilham untuk makan siang, selanjutnya aku beralasan ke kamar mandi sebab perutku sakit, hingga adzan asar berkumandang aku baru menyelesaikan urusanku di kamar mandi sekalian saja aku berwudhu dan bersiap sholat asar. Mas Ilham tak menaruh curiga sedikit pun padaku, sampai setelah sholat pun sepertinya ia benar-benar tidak merasa jika aku mengulur waktunya. "Ayoo" ajaknya, aku yang masih melipat mukenah mulai memikirkan cara lagi untuk mengulur waktu "Tapi kata abii tadi kalo mau keluar Vira di suruh lalaran dulu" bohongku, ya allah ampuni aku... "Ya udah sini lalaran sama saya" kemudian mas Ilham duduk berjarak 2 meter dari hadapanku, dan mulai melantunkan nadzom alfiyah lalu disusul olehkuJam menunjukkan pukul 15.32, kali ini sepertinya aku benar-benar kehabisan akal dan menurutinya untuk keluar menonton. Mas Ilham benar-benar dalam mode serius, kecepatan mengemudinya tak seperti biasa, dan sampai akhirnya kami sampai di Mall. Mas Ilham benar-benar langsung menuju bioskop, aku mengikutinya lalu memilih film yang akan kami tonton bersama, sialnya aku memilih film yang akan tayang sebentar lagi, mempercepat waktu kami berada di Mall. Selang beberapa menit akhirnya kami memasuki ruangan, dan tiba-tiba saja aku ingin buang air kecil dan meninggalkan tas berserta isinya di tempat dudukku."Mas titip ya, Vira kebelet nih""Mau diantar?" tawarnya, aku menggeleng lalu segera keluar dari ruangan bioskop*** 20 menit berlalu Elvira tak kunjung datang, aku mulai merasa cemas. Aku mengambil ponsel ku lalu menghubunginya, tapi malah nada dering dari dalam tas Elvira berbunyi kencang, ia tak membawa turut ponselnya. Aku membuka tas nya dan mengambil ponselnya, hendak menghapus riwayat panggilan ku, alih-alih menghapusnya mataku malah tertuju pada kontak yang di beri nama 'Gus Hamzah' yang telah melakukan panggilan beberapa hari lalu. Bertepatan saat itu masuk juga notifikasi dari nama kontak yang baru saja kulihat, dan dengan lihaynya jariku membuka pesan masuk itu. -Sebenarnya saya ingin melamarmu Vir, tolong sampaikan pada abi mu- 16.25Seketika aku terdiam, rasa penasaranku yang mengalahkan akal, membaca chat privasi milik Elvira yang membuatku merasa hancur dan semakin tidak yakin. Ada sedikit rasa perih di hatiku yang tak bisa di jabarkan dengan kata, aku hanya mampu menahan nafasku. Sepertinya aku memang harus mundur, dan kali ini aku benar-benar merasa sangat hancur, juga kecewa. Aku memutuskan untuk meletakkan kembali ponsel Elvira, tapi satu notifikasi masuk lagi yang membuatku mengurungkannya. Kali ini dari abii, aku membukanya dan kudapati sebuah pesan yang cukup membuatku tercekat. -Vir, kondisi papa Ilham semakin memburuk, kali ini abi rasa kamu harus memberitahu Ilham mengenai keadaan papanya-16.29Aku mematikan ponsel Elvira dna menggengamnya erat, tak lama kemudian Elvira datang dan langsung menikmati film yang tengah di putar. Rasa sabarku seperti ada di ujung tanduk. "Ya Allah, lapangkanlah hati hamba, mudahkanlah urusan hamba, dan jauhkan lah hamba dari segala hal yang bukan milik hamba, kalau memang dia bukan untuk hamba tolong jauhkan lah hamba darinya" rapalku, tak terasa sebulir air mata mengalir tanpa permisi. Baru kali ini aku merasa di kecewakan, dengan 2 kebohongan sekaligus. (BERSAMBUNG)

Ilham JungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang