Bab 10

61 9 4
                                    

Mohon maaf atas keterlambatan update dikarenakan urusan negara.

Sekali lagi mohon maaf apabila anda sekalian menunggu update an cerita saya.

Saya sangat berterima kasih kepada pembaca setia.

Mohon tinggalkan jejak, tab vote dan komen, beri dukungan agar saya semangat update.

Terimaksih banyak dan mohon maaf sebesar-besarnya.

*** 

Setelah 2 hari lamanya papa di rawat di rumah sakit, selama itu pula aku menyiapkan acara pernikahan ku di Malang, meski harus jarak jauh aku percaya Adam pasti bisa di andalkan dalam keadaan apapun. Semua sudah di siapkan dengan matang, tinggal menunggu hari H dan semua akan di mulai, kehidupan rumah tanggaku dengan Elvira. Setelah dokter menyatakan bahwa papa boleh pulang aku segera memesan tiket penerbangan ke Malang untuk keluarga Elvira dan papa.

"Ilham, papa mau tanya" ujar papa, aku meletakkan ponselku lalu menoleh ke arahnya

"Ada apa pa?" sahutku, papa lalu menggenggam tanganku

"Papa hanya berpesan, jangan sakiti hati Elvira, cintai dan sayangi dia seperti kamu menyayangi mama" aku mengangguk paham

"Papa ingat betul, saat kamu masih SMA ingin menjenguk mama dan sayangnya kamu terlambat ketika mama benar-benar pergi" ujar papa, aku menarik nafas panjang sambil menatap tangan papa

"Pa... sejujurnya ilham juga sedih dan marah saat itu, tapi di sisi lain Ilham juga senang karena hari itu juga Ilham membantu seseorang untuk tetap hidup dan orang itu sekarang menjadi bagian hidup aku, aku tidak menyesalinya pa.." jelasku, lalu papa memeluk punggung ku

"Papa sangat bangga padamu Jung" bisik papa

"Elvira? Dia tidak ikut dengan mu?" sambung papa kemudian, aku menggeleng

"Dia ingin menghabiskan masa-masa bersama keluarganya pa, biarkan saja dulu" papa mengangguk paham. Tak lama kemudian kami sampai di rumah papa, selanjutnya kami beristirahat untuk penerbangan esok.

***

Kami berada di pesawat menuju Malang, aku duduk di antara umi dan abi, mas Ilham dan papanya ada di kursi belakang kami. Sampai detik ini aku merasa seperti mimpi dan tak kunjung bangun, aku merasa di timpa tanggung jawab sebesar beton ketika akhirnya menikah dengan mas Ilham.

Pikiranku melayang-layang, entah apa yang akan kulakukan setelah pernikahan ini, akankah aku bisa mencintai mas Ilham, sementara hati masih berpihak pada orang lain. Aku tau ini salah, tapi siapa yang bisa mengelak dari cinta.

Selepas mendarat kami menuju rumah mas Ilham, kami langsung membereskan barang-barang kami. Untungnya rumah mas Ilham cukup besar untuk menampung keluargaku. Waktu berjalan cepat, mas Ilham juga tak menapakkan dirinya di antara kami, sempat ingin ku bertanya tapi ku urungkan niatku. Kami berkumpul di ruang tengah sekedar berbincang santai juga membahas ringan persiapan pernikahanku. Abi menatapku, aku mengangkat alisku "ada apa?" kemudian abi menyuruhku mencari mas Ilham.

Aku berjalan kearah dapur, tidak ada. Lalu kakiku melangkah menuju halaman belakang rumah, sepertinya juga tidak ada. Tiba-tiba ponselku berbunyi, "Ilham" nama itu tertera disana, aku menjawab panggilan itu.

"Assalamualaikum, mas dimana?" tanyaku

"...."

"Oh iyaa, jam berapa?"

Ilham JungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang