BAB 4

58 7 2
                                    

Aku merapikan kamar milik mas Ilham, kemudian bersiap dan mengganti pakaianku. Aku menatap jam dinding menunjukan pukul 10.45 mungkin sebentar lagi mas Ilham datang. Kuputuskan untuk mengelilingi seisi rumah, atau sekedar membantu merapikan beberapa barang. Tak lama kemudian terdengar suara motor berhenti kurasa itu mas Ilham.

"Assalamualaikum" ujarnya lalu langsung mendaratakan tubuhnya di kursi sofa dan melemparkan tasnya di sisi yang lain

"Waalaikum salam," jawabku sambil mengambil tas dan dokumen

"Capek yaa?" tanyaku, alih-alih menjawab ia malah mengambil tasnya dan mengeluarkan sebuah setelan berwarna hijau

"Ganti baju" perintahnya, lalu ia memberikan setelan itu padaku. Aku kembali masuk ke dalm kamar mas Ilham untuk mengganti bajuku. Dengan seelan yang ia berikan, setelah selesai aku keluar.

"Ayo" ajakku semangat, mas Ilham tak berkutik sedetik selanjutnya ia malah terkekeh tanpa suara

"Gak gitu caranya" sanggahnya, aku tersenyum malu, jujur saja bahkan aku tak tau letak kesalahannya di mana.

"Kerudungnya di masukkan" jelasnya, lalu menunjukkan ku sebuah foto seseorang yang mengguankan pakaian yang sama denganku

"Oh.... yaaaa, paham" lalu aku berbalik kembali ke dalam kamar mas Ilham dan membenarkan posisi kerudungku yang salah.

Setelah dirasa benar kami berangkat menuju satuan untuk mengurus permohonan menikah kami. Bukan sedikit ribet, tapi sangat amat ribet. Awalnya ku pikir mengurus ini akan berakhir selama sejam atau 5 jam paling lama, tapi aku salah, ini memakan waktu lebih dari sehari, dan bukan di tempat yang sama. Belum lagi menyesuaikan dengan jadwal mas Ilham yang bisa di bilang tidak selongggar itu.

"Gak masuk?" tanya mas Ilham

"Loh.. gak naik motor?" kataku, mas Ilham menatapku datar juga dingin

"Udah nikah?" tanyanya balik, skak mat. Kenapa selalu kembali ke pernikahan?, lalu aku menyusul masuk kedalam mobil. Setelah itu mobil melaju meninggalkan rumah. Sepanjang perjalanan suasana di meriahkan oleh keheningan, mas Ilham tak membuka pembicaraan, sibuk menyetir, sementara aku sendiri masih setia mengamati pemandangan kota Malang yang belum pernah ku singgahi.

"Oh yaa KTP nya belum di fotocopy" ujarku memberitahu. Tak ada jawaban, mas Ilham masih berkonsentrasi dengan jalanan yang lumayan macet. Sesaat kemudian mobil berhenti di depan studio foto.

"Ngapain?" seperti yang sudah-sudah, mas Ilham tak menjawab, lalu menyuruhku masuk

"Mas Ilham yaaa, yang kemaren janjian mau fotokan?" ujar pemilik studio foto ini

"Iya pak"

"Langsung aja mas ke ruangan itu" tunjuknya, aku mengikuti mas Ilham dan kami pun berfoto

"Mbaknya agak deketan" seorang fotografer menyuruhku bergeser lebih dekat kearah mas Ilham. Deg deg deg, ya Allah kenapa ini? Untuk pertama kalinya aku berfoto sedekat ini dengan seseorang yang belum lama ku kenal dan akan jadi suami ku.... Aaaaaaaa seperti mimpi.

Setelah usai kami menunggu hasil jepretan yang di cetak. Aku menengok jam tangan ku menunjukkan pukul 13.00 semakin siang sementara kami belum sholat dhuhur. Tak lama kemudian foto yang di cetak telah rampung, mas Ilham mengambilnya lalu memberikannya padaku untuk dimasukkan dalam dokumen.

Beranjak dari studio tak lantas masuk mobil tapi kami menuju masjid terdekat, untuk menunaikan sholat dhuhur yang menjadi kebutuhan kami.

"Saya wudhu dulu kamu tunggu sini" ujarnya lalu meningggalkan ku di teras masjid, tak lama kemudian mas Ilham datang

"Mana tasnya, saya bawa, kamu wudhu" aku memberikan tas ku kemudian berwudhu, setelah selesai kami masuk dan sholat. Tak ada orang lagi di dalam masjid kecuali petugas kebersiah yang sedang sibuk diluar masjid. Mas Ilham menjadi imam sholat kali ini, tapi lain kali ia akan menjadi imam keluarga, jika mungkin.

"Setelah ini kemana mas?" tanyaku

"Menghadap satuan" jelasnya, aku ber-oh ria seakan akan paham dengan yang dimaksud. Seusai sholat kami kembali ke mobil dan segera menuju satuan yang di maksud mas Ilham tadi.

***

Rasa penasaran ini semakin menjadi-jadi, sepanjang perjalanan Elvira hanya diam mengamati jalanan kota.

"Saya tanya boleh?" aku memulai percakapan

"Boleh, mau tanya apa?" dengan senang hati ia meresponku

"Kenapa kamu mau nikah sama saya?, padahal kamu nggak tau saya kan?" tanyaku, ah... akhirnya terlepas juga rasa penasaran ini. Elvira masih terdiam, tampak berpikir

"Apa karena di paksa?" timpalku lagi

"Simpelnya gini, karena yang ngeyakinin Vira itu abi, dan Vira yakin abi gak akan salah pilih untuk calon suami Vira, karena abi paham betul tipe-tipe suami yang cocok sama Vira" jelasnya panjang lebar. Bisa di ketahui bahwa ia belum pernah di kecewakan oleh siapa pun

"Berarti saya termasuk tipe kamu?" tanyaku lagi

"Mungkin" jawabnya, kanapa mungkin, apa maksudnya, aku masih bingung.

"Memang tipe idealmu seperti siapa?"

"Park Chanyeol, Kim Taehyung, Lee Min Ho" tuturnya dengan fasih. Astaga aku seperti terkena bom, ketika mengetahui orang yang akan ku nikahi merupakan penikmat kpop.

"Oh..." jawabku seadanya

"Mas Ilhaaaammm...." ujarnya pelan, aku hanya berdeham untuk meresponya

"Mau dengerin lagu boleh?" tanya Elvira dengan wajah memohonnya yang membuatku gemas.

"Hm.." jawabku kemudian aku menyalakan audio mobil dan menaymbungkan dengan ponselku

"Cari sendiri lagunya" ujarku, lalu Elvira mulai mengetikan lagunya pada pencarian. Sesaat kemudian lagu mulai di putar, sesuai dugaan ku pastilah bergenre kpop

"Kalo tipe kamu orang korea, kenapa bisa mau nikah sama saya?" tanyaku ditengah-tengah musik berdentum

"Vira yakin pasti mas Ilham Punya roti kaya punya Chanyeol" apa maksudnya? Elvira membuatku menebak-nebak hal yang bahkan aku sendiri tak pernah memikirkan hal yang tidak penting seperti ini.

Mobil terparkir di depan kantor satuan, lalu kami masuk dan mulai mengurusi satu persatu dokumen surat permohonan nikah. Semua berjalan lancar sampai akhirnya kami keluar ruangan.

"Besok lebih pagi lagi ya mas, suruh apa tadi? Riset?"

"Mau penelitian?" sanggahku

"Lah kan tadi di suruh cek kesehatan namanya riset? Apa sih?" Keluh Elvira mencoba mengingat-ngingat yang di ucapkan oleh kabag. Admin persit

"Rikes"

"Oh.. iya maksudku itu" kami masuk kedalam mobil, lalu kembali menuju rumah. Sebenarnya hal yang kutakutkan sudah terpikir mulai sekarang, tapi lagi-lagi itu di selamat kan oleh Elvira yang tanpa di sangaja membuat ekspresi menggemaskan serta berhasil membuatku lupa pada kekhawatiranku sendiri.

"Maaass, kalo Elvira sayang sama mas sekarang boleh gak? Jangan marah yaaa?" ujarnya sambil menatap keluar kaca mobil, aku tak menjawab bukan karena tak menyetujui itu sebab aku sendiri masih bingung, apakah aku bisa menyayangi elvira seperti ia menyayangiku?. Bukankah akan menyakitinya jika ia mengetahui bahwa aku belum atau mungkin tidak menyayanginya. Ya Allah dzat yang membolak-balikkan hati manusia, tunjukkan lah aku ke jalan yang Engkau ridhoi.

"Doa kan" ujarku

"Apa? Mas Ilham minta di doakan apa? Biar cepet naik pangkat?"tanyanya antusias dengan kepolosannya.

"Saya memang belum mencintaimu, tapi saya usahakan secepatnya, mohon bantuan doa" jelasku kemudian turun dari mobil sebab kami sudah sampai di rumah, dan Elvira masih diam mematung di dalam mobil.

Ilham JungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang