Malam kembali menjelang seperti kemarin, lampu-lampu mulai menyala satu per satu menerangi setiap sudut kampus, tak terlihat lagi mahasiswa ataupun dosen dimanapun. Tentu saja, ini sudah terlalu malam untuk kuliah masih berlangsung.
Winter mematikan komputer saat melihat jam yang sudah menunjuk angka 8, sejalan dengan itu pekerjaannya juga selesai. Dirinya sedang mengolah nilai UTS mahasiswa Profesor Choi dan harus selesai hari ini. Untung saja hari ini jadwalnya masuk kelas tidak banyak jadi Winter bisa menyelesaikan tugasnya tepat waktu.
Gurat raut mengukir lelah terlukis jelas di wajah cantiknya, selalu saja seperti ini, ia akan pergi dari rumah kecilnya pagi-pagi buta dan kembali saat matahari sudah terbenam. Harus bagaimana lagi, dengan beginilah ia bisa memenuhi kebutuhan kuliah dan kebutuhan sehari-hari. Menjadi asisten dosen Profesor Choi, mengisi akustik di Cafe Kwangya, dan terkadang ia mengamen di jalan saat malam hari jika jadwalnya sedang senggang.
"Winter? Kau masih disini?"
"Oh paman." Perhatian Winter teralihkan sejenak selagi ia merapikan buku-buku di atas meja saat satpam penjaga ruang Dosen menyapa.
"Apa Profesor Choi menyulitkanmu?"
Winter tersenyum ramah sembari ia melanjutkan merapikan buku-bukunya. "Oh tidak, ini memang harus diselesaikan hari ini."
"Paman belum pulang?"
"Bagaimana aku bisa pulang dengan kau masih disini?" Ucap pria tua itu disertai tawa kecil, gadis itu menepuk dahi menyadari kebodohannya sendiri.
"Ah, maaf Paman. Aku akan segera pergi."
Winter meraih buku-bukunya dan bergegas pergi meninggalkan ruang dosen yang langsung dikunci oleh Paman Oh. Ia menuju parkir roda dua khusus sepeda, sebuah lampu jalan menyorot tepat di atas sepeda polygon miliknya.
Gadis bersurai pirang itu mengayuh sepedanya santai sambil sesekali bersenandung kecil, suaranya masih terdengar indah meski teredam desaunya angin malam. Winter memarkirkan sepedanya tepat di sebelah pintu baru ia masuk ke dalam setelah yakin kunci sepedanya terpasang kuat.
Ia letakkan tas ransel hitam miliknya di atas kursi dan mengeluarkan buku-buku yang ia susun rapi di atas meja kecil yang terletak di sudut ruangan. Gadis itu memijat tengkuknya yang terasa kaku, selama 14 jam penuh dirinya hanya duduk tanpa berbaring sedikitpun.
"Auwh..." Winter terpekik kecil saat merasakan sedikit nyeri dibahu kirinya yang tak sengaja tertekan. Karena penasaran dirinya pergi ke depan kaca dan menyibak sedikit jaketnya, ia temukan sebuah luka lebam yang sudah membiru.
Winter menghela nafas, ia sudah tahu jawaban darimana ia mendapatkan lebam ini. Tak mempedulikan hal itu Winter meraih handuk dan masuk ke bilik mandi untuk membersihkan diri, badannya sudah terasa sangat lengket.
Hanya butuh waktu 30 menit baginya untuk membersihkan diri, Winter keluar lengkap dengan pakaian santai, kaos putih longgar dipadukan dengan celana piyama panjang berwarna abu-abu dengan rambut yang ia gulung ke atas. Gadis bermanik kecoklatan itu menggantung handuknya terlebih dahulu sebelum mendudukkan diri di meja belajar.
Lembar demi lembar halaman ia balik berulang kali dan menuliskan kalimat yang menurutnya merupakan jawaban dari essay yang sedang ia kerjakan. Buku putih mulus itu kini penuh berisikan tulisan rapi milik Winter, setelah hampir 1 jam ia berkutat dengan tugas-tugas, ia menutup bukunya dan kembali menyusun rapi di atas meja.
Jam sudah hampir menunjukkan pukul 10 malam, ia sudah akan membaringkan tubuh lelahnya di kasur, namun gemuruh di perutnya mengharuskan dirinya kembali berdiri. Winter baru menyadari jika dirinya belum menyentuh makanan sedikitpun sedari siang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Shivviness
FanfictionApa itu rasa nyaman? °Winter Top °Bahasa baku °gxg °Cover by Owner