Sebuah ketukan tidak terlalu keras memaksanya mengalihkan perhatian dari buku yang sedang ia baca. Ia turun dari ranjang khusus satu orang menuju pintu kecil yang hanya berjarak 5 meter dari tempatnya berdiri.
"Fit--" ia menggeleng cepat dan mengulang ucapannya kembali, "Winter?"
Gadis yang dipanggil hanya diam berdiri dengan wajah yang ditekuk serta memandangnya dengan tatapan sayu.
"Hei~ kamu kenapa?"
Tingkah Winter kontan saja mengundang keterkejutan Dita saat sang teman tiba-tiba memeluknya membuat ia spontan menggunakan bahasa ibunya. Ia hanya diam membiarkan Winter mendekapnya, untuk beberapa saat hanya ada diam yang menghampiri sampai Winter melepaskan rengkuhannya dan menatap Dita lagi-lagi dengan sorot sendu.
"Kamu kenapa?" Ulangnya sekali lagi.
Kali ini Winter tersenyum namun tetap tak memudarkan raut sendu yang menaungi wajah cantiknya, gadis itu menggeleng, meski dirinya tidak tahu arti kata ucapan Dita namun ia bisa paham maksud dari perkataan sang teman, "Tidak, hanya ingin memelukmu."
Dita mengerutkan dahi mendengar jawaban Winter, ia tahu ada yang gadis blonde ini sembunyikan tapi ia tak ingin bertanya lebih, apalagi yang bisa ia lakukan selain membalas senyum kawannya ini.
"Come in..."
Keduanya melangkah bersama memasuki flat kecil yang beberapa tahun ini menjadi tempat tinggal Dita. Kondisi hardcase setengah hancur yang ada di atas meja menarik perhatian gadis Indonesia itu sejak awal kedatangan Winter.
"Itu gitar kamu kok bisa begitu?"
Winter yang semula sedang meletakkan tasnya di kursi menoleh pada Dita yang bersuara. Ia tahu Dita pasti bertanya perihal gitarnya yang sudah tak berbentuk itu sebab pandangan sang sahabat mengarah kesana.
"Aku mengalami insiden kecil di jalan, dan ya...." Winter mendelikkan bahu, "Begitulah akhirnya."
"Apa?? Kamu kecelakaan??? Ya ampun, mana yang sakit?? Ada yang luka gak?? Kok bisa sih? Sama apa, motor? Mobil?? Duh, cah ayu~ Gimana itu kalau wajah cantik kamu lecet~?"
Dita menyerbu Winter dengan berbagai pertanyaan yang ia lontarkan dalam logat khas jawa, gadis itu juga memeriksa seluruh tubuh Winter dengan gesture panik membuat si gadis Kim terkadang bergerak ke kiri, terkadang ke kanan, bahkan menunduk mengikuti tarikan Dita.
"Wow..wow...aku baik-baik saja, oke? And can you speak korean, please~? Aku tidak bisa mengerti apa yang kau katakan."
Winter berucap dengan tawa kecil sembari menahan kedua tangan Dita agar sahabatnya itu tak lagi panik dan berhenti menarik-narik dirinya. Seketika Dita diam dan sadar akan tingkahnya barusan membuat gadis berpipi cubby itu menyengir kuda.
"Eum, maaf. Aku terlalu panik. Jadi bagaimana ceritanya?"
Setelah terlihat tenang Winter melepaskan genggamannya dari kedua lengan Dita, memutar arah duduknya ke depan dan menatap ke arah jendela kayu yang menampakkan terang sinar bulan.
"Itu bukan hal besar, hanya insiden kecil."
"Insiden kecil? Kau yakin itu hanya insiden kecil, gitarmu saja sampai hancur seperti ini."
Winter menggigit sudut bibirnya mengingat kejadian beberapa saat yang lalu, tidak mungkin ia ceritakan mengenai perihal dirinya menolong Karina bukan? Entahlah, sebenarnya itu tidak ada salahnya, hanya saja Winter tidak ingin Dita tahu mengenai hubungannya dengan Karina.
"Dita~ itu bukan masalah besar. Lihatlah aku, aku baik-baik saja tanpa luka. Ya memang benar aku menggunakan gitarku untuk melindungi diri."
Winter menatap Dita dengan sorot meyakinkan, sementara gadis Indonesia ini masih menatapnya curiga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Shivviness
FanfictionApa itu rasa nyaman? °Winter Top °Bahasa baku °gxg °Cover by Owner