"Fit, 2 hari kemaren kamu hilang kemana?"
Winter menggigit bibir bagian dalamnya, kenapa Karina dan Dita harus menanyakan pertanyaan yang sama? Mungkin Karina bisa mendengar alasannya tanpa harus merasa khawatir, tapi bagaimana dengan Dita? Jika gadis itu tahu Winter meninggalkannya demi menjenguk sang kekasih, mungkin ia akan marah atau merasa di nomor duakan atau Dita akan merasa perhatian Winter sudah terbagi dan tidak lagi sepenuhnya untuk dirinya.
Tidak, Winter bahkan tidak ingin Dita merasa seperti itu.
"Fitri?"
"Eh, iya?"
"Kok malah melamun, ayo jawab~"
Oh Tuhan, haruskah Winter mengatakan yang sejujurnya atau ia harus berbohong?
"Mmm, tapi kamu jangan marah ya?"
"Marah? Emang kamu kemana? Cerita dulu baru aku tau harus merespon gimana."
"Jadi....kemaren itu aku pergi jenguk Karina, dia juga sakit dan dirawat di rumah sakit sama kayak kamu." Pada akhirnya ia memilih jujur.
Hening. Tidak ada respon berlebihan dari Dita, untuk beberapa saat mereka hanya saling tatap sampai suatu saat Dita berdiri dan melangkah menuju ranjangnya dengan langkah gontai. Ia membaringkan tubuhnya membelakangi Winter.
Meski diam namun Winter berhasil menangkap perubahan penuh raut wajah sang sahabat, ia hanya bisa membiarkan Dita tanpa berani memanggil ataupun menghampiri gadis itu. Winter memejamkan matanya kuat, ia melemas di tempat duduk sembari memperhatikan punggung Dita yang terlihat bergetar. Ia tahu gadis itu menangis.
"Win, lebih baik kamu pulang. Udah berapa hari rumah kamu ditinggal, lagipula aku udah gak apa-apa."
"Gak!" Tolak Winter tegas. "Sampai kamu sembuh total aku gak akan biarin kamu tinggal sendiri, kamu juga masih pucat banget. Masalah rumah aku itu gampang."
"Yang harus kamu khawatirkan sekarang bukan cuma aku, ada Karina."
Telak. Winter mati kata dan tak bisa berucap sepatah katapun.
"Kata kamu dia juga sakit kan? Sebagai pacarnya kamu juga harus perhatikan dia."
"Tapi aku juga khawatir sama kamu Dita. Gimana bisa aku biarin kamu sendiri."
"Bisa. Buktinya kemaren kamu pergikan?"
Kalimat itu begitu menohok hati Winter hingga serta merta membuat dadanya berdenyut hebat. Ia sungguh di buat kehabisan kata oleh Dita.
"Kamu juga butuh istirahat, Winter. Merawat dua orang itu butuh tenaga banyak, lebih baik sekarang kamu pulang, mandi terus tidur. Liat itu kantung mata kamu udah beneran kayak panda. Udah berapa hari kamu gak tidur huh???"
"Aku bisa mandi dan tidur di sini."
"Gak, kalau disini mungkin kamu bisa mandi tapi kamu gak akan tidur. Kamu akan melototin aku seharian. Udah mendingan sekarang kamu pulang, jangan lupa di jalan beli makanan. Udah sana!" Ujarnya seraya mendorong tubuh jangkung Winter keluar dari rumahnya.
"Tapi Dit- Dita!"
Winter menghela nafas begitu pintu rumah sudah di tutup oleh Dita, bahkan ia mendengar bunyi kunci. Winter tak mengetuk pintu atau memanggil Dita lagi, ia menuruti perkataan sahabatnya itu dan melangkah pergi menjauhi rumah Dita dengan langkah lesu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Shivviness
FanfictionApa itu rasa nyaman? °Winter Top °Bahasa baku °gxg °Cover by Owner