Tengah malam buta Winter memboyong Dita ke rumah sakit terdekat, tak peduli dengan tubuhnya yang di basahi gerimis dan keringat, yang ia pikirkan hanyalah bagaimana agar Dita selamat. Ia terduduk di lantai tepat di depan pintu ruang IGD, gadis itu menenggelamkan wajahnya di antara lutut dan samar-samar terdengar isakan kecil yang keluar dari bibir tipisnya.
Disini keadaan Dita sedang kritis sementara di tempat lain ia tidak tahu bagaimana keadaan Karina, meski saat ia tinggalkan sang kekasih tertidur lelap tetap saja ia khawatir.
"Aku harus bagaimana, Tuhan..."
Gadis itu semakin memeluk tubuhnya, ia sungguh dilanda gelombang dilema yang amat besar.
---
"Hei, udah bangun?"Sepasang mata bulat Dita mengerjap beberapa kali kala merasa silau, ia merasa sangat asing dengan tempat ini terlebih dengan aromanya yang sangat tidak mengenakkan. Tapi ia tidak sendirian, setidaknya ada Winter bersamanya disini.
"Ini dimana, Fit?" Tanyanya lemah saat merasa begitu tidak nyaman, tangan kanannya terasa kebas dan seperti ada sesuatu yang menempel.
"Eh, jangan bangun. Kamu masih lemah, Dita."
"Kita ada dimana?" Tanyanya lagi yang masih tidak puas.
"Kita di rumah sakit, semalam aku nemuin kamu pingsan di rumah. Maafin aku karena udah ninggalin kamu sendiri~"
Gadis bersurai hitam tebal itu tak menjawab banyak, ia meringis merasakan kepalanya sangat berat, nyeri sekali seperti terakhir kali.
"Ke- kenapa? Kepala kamu sakit ya?"
"Sakit banget, Fit."
"S-sebentar, aku panggil Dokter."
Tak lama kemudian seorang dokter diikuti 2 orang perawat wanita datang ke kamar rawat dan Winter diminta untuk menunggu di luar. Selama itu juga gadis Kim ini berdoa agar tak terjadi sesuatu yang buruk pada Dita dan juga Karina, hari ini bahkan ia belum menjenguk sang kekasih dan sama sekali tidak tahu bagaimana keadaannya.
Winter memperhatikan Dita yang tidur dari balik kaca kecil di pintu, di dalam sana terlihat seorang suster sedang memeriksa infus serta tekanan oksigen yang baru saja diberikan padanya.
Tidak tahu harus menjelaskannya bagaimana, Winter sangat menyayangi Dita, bahkan ia memberikan nama belakangnya pada gadis yang terbaring lemah di dalam sana. Ia tahu bagaimana rasanya hidup seorang diri tanpa keluarga, dan sejak adanya Dita, Winter bisa merasakan sedikit bagaimana rasanya memiliki seorang anggota keluarga. Bahkan ia sudah menganggap Dita seperti kakaknya sendiri. Waktu 3 tahun tidaklah singkat, dan mereka sudah bersama selama itu, bagaimana mungkin tidak ada rasa sayang yang tumbuh di hati keduanya.
Ia mencuci wajahnya di wastafel secara berulang kali sampai beberapa helaian rambut pirangnya basah, Winter sudah bicara pada suster yang berjaga dan setelah ini ia akan pergi menemui Karina.
Namun baru saja ia keluar dari toilet, tiba-tiba ia merasakan pusing yang sangat hebat hingga membuatnya terduduk di lantai. Beruntung saat itu ada seorang perawat wanita yang sedang istirahat dan begitu melihat Winter tumbang ia langsung menghampiri.
"Nona, anda baik-baik saja?!"
"Nona!!"
"Oh ya, aku...tidak apa-apa." Begitu Winter menegakkan kepala, perawat itu terkejut melihat darah mengalir dari salah satu rongga hidung gadis itu.
"Anda harus di obati, ikut dengan saya!"
Sepotong kapas terlihat menyumpal sebelah hidung Winter ketika perawat tadi memeriksa tekanan darahnya, gadis berkemeja flanel hitam merah itu hanya diam memperhatikan apa yang perawat lakukan pada dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Shivviness
FanfictionApa itu rasa nyaman? °Winter Top °Bahasa baku °gxg °Cover by Owner