"Udah selesai." Zico menutup laptopnya. Dilihatnya, Nana yang tertidur di atas kursi dan menjadikan meja serta tangannya sebagai bantalan.
Tok! Tokk!
"Masuk."
Seorang wanita masuk sembari membawa sebuah map di tangannya. Tersenyum kecil saat melihat atasannya sedang membopong tubuh seorang gadis yang dia ketahui adik kandungnya. Tak ingin mengganggu dia lebih memilih menyimpan berkas itu dan segera pamit undur diri.
Baru saja dua langkah, wanita itu berjalan ke arah pintu keluar, Zico memanggilnya, membuat dia terpaksa menghentikan langkahnya.
"Tolong panggilin Dimas, cowok yang tadi ke kantor bareng saya, kamu kenal dia, 'kan?" ucap Zico yang diangguki oleh wanita itu.
"Baik, Pak."
"Oh, ya, satu lagi, Chi. Beliin beberapa gorengan di kantin kantor, pastiin jangan yang mengandung micin."
Wanita yang bernama lengkap Syafana Chika Nastaya, hanya mengangguk patuh. Sudah menjadi hal biasa baginya diperlakukan seperti babu, meski sebenarnya saat ini, dia menyandang jabatan sebagai sekertaris utama. Namun, jika sudah berhubungan dengan Zico maka jabatannya itu tak ada artinya.
"Emangnya ada gorengan tanpa micin, Pak?" Chika bertanya ragu, takut jika atasannya itu akan menistakan dirinya karena pertanyaan yang dia tanyakan.
"Itu urusanmu, yang pasti gorengan itu harus ada." Zico mengangkat bahunya tak acuh masih fokus memperhatikan wajah Nana yang selalu terlihat cantik setiap harinya.
"Baik." Chika segera pergi dari ruangan Zico. Sekarang, hanya tersisa Nana dan pria itu di dalamnya.
Pukul 11.30, itu artinya setengah jam lagi waktu makan siang bagi Nana, tetapi jika melihat wajah damai gadis itu, Zico yakin jika adiknya tak akan bangun dalam waktu sesingkat itu.
Nana masih terlelap, tak terganggu dengan Zico yang terus saja memainkan rambutnya, bahkan saat Zico mengusap pipi serta hidungnya, gadis itu masih saja tertidur dengan pulas. Bahkan, dengkuran halus keluar dari kedua bibirnya.
"Ada apa?"
Zico beralih menatap Dimas yang baru saja datang. Wajah pria itu terlihat begitu segar daripada pagi tadi. Mungkin, karena tadi dia sudah bertemu dengan kekasihnya.
"Gimana?"
"Apa?" Zico dan Dimas saling melempar pertanyaan.
"Jangan berisik! Nana lagi tidur." Zico menatap tajam Ke arah Dimas membuat pria itu salah tingkah.
"Maaf, gue gak liat Nana lagi tidur." Dimas menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Udah ketemu sama dia?"
Dimas mengangguk Wajahnya semakin berbinar, mengingat kejadian beberapa menit yang lalu.
"Terus gimana, kalian udah baikan? Dia setuju, atau enggak?" Zico mengajak Dimas keluar dari ruangannya, karena tak ingin mengganggu Nana yang tertidur.
Setelah sampai di luar, barulah Zico dan Dimas kembali berbincang.
Nana terjaga dari tidurnya saat mendengar sebuah gesekan antara pintu dengan lantai. Matanya menyipit hanya untuk memastikan orang yang baru saja keluar adalah kakaknya.
Nana mendudukkan tubuhnya, mencari tempat ternyaman sebelum akhirnya dia mengambil benda pipih yang terpasang disebuah charger.
"Mampus, gue lupa colokin ke stopkontak." Nana menepuk jidatnya saat melihat angka di atas layar ponselnya. Tidurnya selama dua jam menjadi sia-sia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kak, Aku Kecewa (Tamat)
Teen FictionDilahirkan menjadi anak yang dibenci oleh keluarga, bukanlah keinginan seorang Kanara Cintya. Bahkan, dipertemukan dengan sosok laki-laki seperti Arcio Handershon pun bukan keinginannya, tetapi semua itu takdir. Takdir yang menjadikan Nana dibenci o...