epilog

644 26 22
                                    

Zico terbangun dari tidurnya, begitu dia terbangun dilihatnya Dimas berdiri di hadapannya sembari mencoba menelpon seseorang.

"Apa Nana bisa selamat?"

"Bisa, jika secepatnya kita mendapat tiga kantong darah, Nana kehilangan banyak darah. Kata dokter sebelum malam kita harus punya pendonornya."

"Tempat donornya di mana? Gue mau donorin darah gue juga."

Dimas menggeleng, membuat Zico dengan terpaksa mencari ruangan itu sendirian.

"Dimas, katanya Rere mau donorin darahnya juga. Aku udah, terus Dimas, kalo kita ngizinin Rere, maka tiga kantong darah itu bisa dipenuhi sekarang juga." Shiren berjalan menghampiri Dimas. Pria itu menatap Shiren ragu. Rere adalah salah satu orang yang benci kepada Nana. Bisa saja kebaikannya ini sama seperti sebelumnya.

"Mau gimana lagi, sebentar lagi udah mau malem, suruh dia ke sini. Keselamatan Nana jauh lebih utama."

***

Nana mengerjapkan matanya berulang kali. Suara Rere adalah hal pertama yang dia dengar.

"Nana."

Nana menatap gadis di sampingnya, ada yang aneh dari gadis itu. Perut datarnya kini berubah menjadi buncit, padahal Rere tidak gendut sama sekali.

Setelah melihat Rere, kini Nana melihat dari arah belakang ada Dhidy dan Rafa serta seorang bayi dalam gendongan gadis itu.

"Sayang maaf aku telat, ini bubur yang kamu mau."

Nana terkekeh saat melihat seorang pria memasuki ruangannya. Nana yakin jika pria itu adalah Dimas.

"Aku kenapa?"

Rere memeluk tubuh Nana. "Maaf, maafin aku yang egois."

"Abang gak suka liat kamu deket sama dia, Abang gak suka liat kamu bahagia sama dia. Setiap Abang liat kamu bahagia sama dia, Abang ngerasa bersalah, Abang ngerasa gak berguna. Padahal selama ini Abang juga selalu jagain kamu."

Otak Nana kembali memutar kejadian yang telah dia lalui.

"Na, jawab pertanyaan Abang. Apa kamu akan kecewa dan benci kalo semua itu benar?"

"Iya, Abang yang bikin dia celaka, iya, Abang yang menjadi alasan dia mati."

Kepala Nana berdenyut nyeri mengingat kejadian-kejadian itu. Rere yang melihat Nana memegang kepalanya sontak berlari memanggil dokter, membuat Dimas membulatkan matanya.

"Rere, awas hati-hati itu anak kamu kalo brojol gimana." Dimas berlari mengejar Rere.

Nana menatap Rafa dan Dhidy saling bergantian. "Aku kenapa?"

Dhidy berjalan menghampiri Nana, diusapnya kepala gadis itu. "Kamu koma lebih dari dua tahun, selama kamu koma banyak yang berubah. Zico mulai pergi ke psikiater, sedangkan Rere dan Dimas sudah menikah dari satu tahun yang lalu."

Nana menatap Dhidy lembut, "Sekarang Bang Zii mana?"

"Zico dia lagi pergi jemput calon istrinya. Udah dua bulan ini, dia ta'aruf sama salah satu anak kiai. Namanya Rena."

Nana mengangguk dua kali. Ternyata dirinya melewatkan banyak hal. Terlebih lagi hubungan antara Dimas dan Rere.

Seorang dokter memasuki ruangan, tersenyum saat melihat salah satu pasiennya yang sudah dua tahun menutup matanya kini dapat kembali tersenyum.

"Keadaannya sudah cukup membaik, semakin banyak istirahat akan membuat keadaannya cepat pulih. Sebaiknya biarkan dulu dia istirahat untuk beberapa jam," ucap sang Dokter.

Kak, Aku Kecewa (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang