Zico melihat interaksi antara Nana dengan Dimas. Tiga puluh menit berlalu, tetapi kedua insan itu masih saja tertawa lepas di depan laptop dengan menggunakan sebuah earphone yang mereka gunakan bersama.
Baik Nana atau Dimas, tidak ada yang menyadari kehadirannya, membuat Zico mendengkus kesal karena diabaikan oleh Nana hanya karena gadis itu sedang bersama Dimas.
Saat sampai tadi, salah satu penjaga rumahnya mengatakan bahwa Nana menunggunya di kamar, tetapi, begitu dia sampai justru dia melihat Nana yang sedang tertawa bersama Dimas.
"Yah, selesai." Suara Nana terdengar begitu kecewa, dia melepas sebuah earphone yang terpasang di salah satu telinganya begitu pun dengan Dimas.
"Udah, gue mau balik ke kamar dulu, badan gue udah lengket."
Nana mengangguk, dan segera mengambil alih laptopnya untuk melanjutkan aktivitasnya mengetik yang tertunda karena Dimas yang meminta dirinya untuk menemani laki-laki itu menyaksikan sebuah video.
Dimas mematung, saat melihat Zico yang berdiri di ambang pintu, sebelah alisnya terangkat, seolah menginterupsi Dimas. Laki-laki itu berbalik, menatap Nana yang masih fokus dengan laptopnya belum menyadari kehadiran Zico.
"Gue duluan, Zii."
Zico mengangguk dan segera masuk ke kamar Nana. Diusapnya rambut Nana pelan, membuat gadis itu menoleh dan menatapnya.
"Baru nyampe, Bang?"
Zico tersenyum lembut, tangannya masih berada di atas rambut gadis itu. "Iya, baru empat puluh menit yang lalu. Kamu tadi ngapain aja?"
Nana menelan ludahnya, entah mengapa, dirinya merasa seperti sedang diinterogasi oleh kekasihnya karena ketahuan selingkuh.
"Gak ngapa-ngapain kok, Bang. Tadi aku cuman nonton video doang."
Zico mengangguk. "Nonton video, di dalam kamar, di atas kasur, sampe-sampe satu earphone berdua," ucap Zico datar.
"Eh, gak gitu, Bang. Tadi itu suara videonya kecil, makanya pake earphone, lagian tempat earphone-nya cuman satu," ucap Nana memberi alasan.
"Gak papa, kok."
Nana tersenyum senang karena ternyata Zico tidak marah. Senyumnya semakin mengembang, saat Zico menyodorkan sebuah benda pipih yang sangat gadis itu rindukan.
"Abang tadi liat ada yang nge-DM kamu, tapi bahasanya abang gak suka. Dia bilang kalo kamu itu gak waras, padahal dia yang gak waras."
Nana menggigit bibir bawahnya, memang sudah satu minggu ini dia mendapat teror dari salah satu readers-nya di aplikasi oranye berlogo 'W'.
"Terus?"
"Abang blok dia, Abang juga udah nyuruh orang buat cari tau siapa orang itu."
"Bang, gak usah berlebihan, ya, aku gak papa kok." Nana berusaha menenangkan Dimas.
"Tapi, abang yang kenapa-kenapa." Nana menunduk malam, ini semua karena ulah readers-nya yang terlalu baperan, hanya karena Nana menjadikan namanya sebagai tokoh utama yang tersakiti, padahal Nana memilih nama itu pun karena saran dari teman-temannya.
"Aku mau ganti akun lagi aja, Bang."
Ini untuk kesekian kalinya, Nana mengganti akunnya, semua itu dia lakukan hanya untuk menjauhi para pembacanya yang berulah. Di akun pertamanya, Nana mendapat teror dari pembacanya untuk segera up ceritanya. Padahal waktu itu Nana up dua part perharinya, ya meski tulisannya tidak sampai delapan ratus kata.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kak, Aku Kecewa (Tamat)
Teen FictionDilahirkan menjadi anak yang dibenci oleh keluarga, bukanlah keinginan seorang Kanara Cintya. Bahkan, dipertemukan dengan sosok laki-laki seperti Arcio Handershon pun bukan keinginannya, tetapi semua itu takdir. Takdir yang menjadikan Nana dibenci o...