18

249 16 0
                                    

Hanya tinggal menunggu beberapa hari sebelum hari ulang tahunnya. Namun, rasa bahagia dan gugup sudah menghiasi hatinya, membuat perasaannya menjadi tak karuan.

Zico dan Dimas sibuk menyiapkan ulang tahun Nana, mulai dari mendekorasi salah satu ruangan yang akan mereka jadikan sebagai tempat perayaan ulang tahun gadis itu, hingga memilih kue yang pasti Nana sukai. Bagi orang seperti Nana, kue apapun enak, yang membedakan itu adalah gambar dan bentuk kue nya saja. Karena itulah, Zico dan Dimas memilih tema Hello Kitty sebagai tema ulang tahun Nana.

Dekorasi ruangan, kue ulang tahun, hingga gaun yang akan Nana kenakan bergambar Hello Kitty, itu semua adalah saran dari Dimas. Setidaknya dengan tema seperti itu, akan sedikit mengurangi rasa malunya yang akan memberi hadiah sebuah gayung bergambar Hello Kitty kepada Nana.

"Ulang tahun Nana dua hari lagi, apa cukup buat gue cari kado?" Zico bertanya sembari menatap Dimas serius. Selama satu Minggu ini dirinya sibuk mencari tema dan dekorasi, hingga lupa dengan kado yang akan dia berikan.

"Cukup," jawab Dimas meyakinkan Zico. Lagipula, dua hari adalah waktu yang cukup lama.

"Lo ngasih kado apa sama adik gue?"

Dimas gelagapan mendapat pertanyaan dari Zico, tidak mungkin dia mengatakan bahwa dia akan memberi kado Nana sebuah gayung, yang ada dirinya mendapat hadiah dari Zico karena pria itu merasa terhina oleh kado yang akan dia berikan.

"Sesuatu yang adik lo begitu pengen. Salah satu barang yang dia butuhkan."

"Apa? Gue mau beli juga."

Dimas melebarkan matanya, "Anu, mending jangan sama kek gue, soalnya kalo barangnya ada dua jadi gak spesial dong," ucap Dimas memberi alasan.

"Kalo gitu, barangnya buat gue aja, Lo cari yang lain."

Dimas menggeleng kuat. "Gak bisa gitu dong. Aku 'kan udah mikir hadiahnya tujuh hari tujuh malem, 'kan gak lucu kalo tiba-tiba jadi sia-sia."

"Kalo gitu, bantu gue cari kado."

Dimas mengangguk setuju. Itu lebih baik menurutnya. Dengan senyum yang mengembang, Zico mulai mengikuti langkah Zico.

***

Nana mengintip Zico dan Dimas yang sedang berseteru mengenai kado yang akan mereka berikan. Hari sudah semakin sore. Entah mengapa, Nana merasa hari berlalu begitu cepat.

Dua hari. Ya, hanya tinggal dua hari yang tersisa sebelum ulang tahunnya. Nana tak henti-hentinya mengembangkan senyumnya. Mengingat perjuangan Zico yang menyiapkan acaranya. Meski sederhana, tetapi berhasil membuatnya melayang.

Di hari ulang tahunnya, hanya Zico, Dimas, Rere, Dhidy, Rafa, Shiren, dan dirinya yang merayakan. Awalnya, Zico tidak setuju saat mengetahui Shiren akan turut serta dalam perayaan, tetapi karena Nana yang menginginkannya, maka Zico hanya bisa mengangguk setuju.

"Abang setuju aja, selama dia gak aneh-aneh."

Kurang lebih begitulah ucapan Zico saat Nana mengatakan bahwa dia juga mengundang Shiren.

Nana berjalan ke arah lemarinya, mencoba mencari baju yang dua hari lalu Zico berikan untuk dia pakai di acara ulang tahunnya.

***

Satu hari.

Dua puluh tiga jam.

Dua puluh dua jam.

Dua puluh satu jam.

Dua puluh jam.

Sembilan belas jam.

Delapan belas jam.

Enam belas jam.

Lima belas jam.

Sepuluh jam.

Sembilan jam.

Delapan jam.

Tujuh jam.

Enam jam.

Tiga jam.

Dua jam.

Satu jam.

Nana membulatkan matanya, saat layar ponselnya menunjukan pukul 23.00 itu artinya satu jam lagi, ya, hanya satu jam lagi sebelum hari ulang tahunnya benar-benar hadir. Gadis itu sudah tersenyum sembari memakai gaun merah muda, dengan gambar Hello Kitty favoritnya. Tak lupa sebuah kalung Hello kitty ikut menghiasi lehernya.

"Sembilan, delapan, tujuh, enam," ucap Nana mulai menghitung mundur. Matanya dia pejamkan. "Lima, em—"

"Heyy."

Nana sontak membuka matanya sekelebat siluet seorang pria berlalu dari balik tirai jendelanya.

"Cio," panggil Nana lirih.

"SELAMAT ULANG TAHUN KANARA CINTYA." Bersamaan dengan lirihan Nana, kini kakak dan temannya memasuki kamarnya sembari berteriak dan menyanyikan lagu ulang tahunnya.

Rere berhambur memeluk Nana, diciumnya pipi mulus gadis itu berulang kali. "SELAMAT ULANG TAHUN, SAHABATNYA RERE."

Nana berbalik menatap Rere yang begitu antusias mengucapkan selamat ulang tahun disusul oleh Zico, dan yang lainnya. Nana mereka satu persatu. Bibirnya bergetar, air mata mulai menetes membasahi pipinya yang beberapa jam lalu dia polesi make up tipis.

"Cio, Cio ada di sini. Dia juga ikut hadir ngerayain ulang tahun aku, Cio. Dia masih hidup."

Semua orang mematung, entah apa yang terjadi pada Nana, tak ada satu pun di antara mereka yang mengetahuinya, kecuali Nana sendiri.

Zico merasa ada yang tidak beres, dia menatap Shiren yang berada di sampingnya. Kini bukan hanya Zico yang menatap Shiren, tetapi yang lainnya pun ikut menatap gadis itu.

Shiren mundur beberapa langkah. "Ke-ke-ke-kena-pa kali-an li-liatin a-ku?" Shiren menjadi was-was.

"Di sini, cuman lo yang gak suka sama Nana, bisa aja ini semua akal-akalan lo buat ngancurin Nana!"

Shiren menggeleng kuat, dia memang membenci Nana, tetapi dia tak pernah memiliki niat menghancurkan Nana apalagi saat Zico masih berada di samping gadis itu.

"Bukan aku! Bukan aku!" Shiren berucap parau, air matanya mulai menetes. Lagi-lagi siluet seorang pria berlalu dari tirai jendela kamar Nana.

Brak!

Zico segera membuka jendela, memastikan siapa pria yang datang tanpa izin dan menyelinap ke kamar adiknya.

Kosong. Tak ada siapa pun di bawah sana.

"Nana!" Suara teriakan Dhidy mengalihkan pandangan mereka semua dari Shiren. Kini, tatapan mereka semua tertuju pada Nana yang sudah tak sadarkan diri.

Zico dengan gesit membopong tubuh Nana dan membawanya pergi dari kamar gadis itu.

"Kalian semua boleh pulang," ucap Zico dingin sebelum meninggal kamar gadis itu. Semua orang di dalam sana menggeleng, mereka tidak akan meninggalkan Zico sendiri, apalagi di kondisi seperti ini.

Dimas menghampiri Zico yang sedang panik, karena tubuh Nana tiba-tiba saja menjadi panas, pria itu sudah memanggil dokter meski sebelumnya dia harus berdebat dulu dengan dokter tersebut karena hari yang sudah begitu larut.

"Gue nemuin ini waktu mau nyimpen baju Nana." Dimas menyerahkan sebuah amplop merah kepada Zico. Pria itu dengan malas mengambil amplop tersebut dan membukanya. Di dalam amplop itu, ada sebuah surat.

Gue benci sama lo
Semua orang yang gue sayang selalu pergi ninggalin gue karena lo.
Gue benci sama diri gue sendiri.
Kenapa gue gak bisa kayak lo.
Yang selalu dikelilingi oleh orang yang sayang sama gue.
Gue juga sama kayak lo.
Gue kehilangan orang yang gue sayang.
Bukan cuman satu.
Dan itu semua selalu karena lo.
Tapi gue gak pernah bisa
Gue gak pernah bisa buat bales semuanya sama lo.
Karena, Lo selalu di kelilingi oleh orang-orang yang sayang sama lo.
Lo selalu dilindungi
Lo itu lemah.
Dan gue benci sama lo.

Zico merampas kertas surat tersebut, dari tulisannya dia tahu bahwa surat itu, dikirimkan oleh Shiren.

Dengan langkah lebar, Zico berjalan menghampiri Shiren, yang sedang berkumpul bersama yang lain.

Kak, Aku Kecewa (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang