Pagi ini, Nana dan Rere berada di sebuah toko perhiasan. "Na, ulang tahun nanti kamu mau kado apa?" Rere bertanya sembari melihat perhiasan-perhiasan.
"Apa aja, yang pasti harus spesial."
Rere mengangguk, "Aku juga udah siapin kok, sesuatu yang paling spesial buat kamu."
"Apa?"
"Ra-ha-si-a."
Nana mencibir, tangannya dia gunakan untuk menoyor kepala Rere.
"Na, pergi yuk. Dompet aku menangis melihat kalung-kalungnya," ucap Rere sembari menggandeng lengan Nana, dan membawanya pergi.
Langkah Nana terhenti, saat melihat Shiren sedang berbincang dengan seseorang tak jauh dari tempatnya. Wajah orang yang menjadi lawan bicara Shiren tertutup oleh kepala hoodie yang dia kenakan.
Tak lama, Shiren pergi dari tempatnya berada, gadis itu berjalan tergesa ke sebuah minimarket yang menjadi tempatnya memarkirkan motor.
Nana melangkahkan kakinya menghampiri orang yang sempat bertemu dengan Shiren. Belum juga dia sampai, orang itu sudah pergi.
"Ada apa, Na?" tanya Rere sembari mengedarkan pandangannya, mencoba mencari tahu apa yang Nana lihat.
"Gak ada, Ayok pulang."
Rere hanya mengangguk, mengikuti langkah Nana ke mana pun dia pergi. Lagi-lagi langkah gadis itu terhenti. Bukan karena Shiren, tetapi karena Dimas yang tiba-tiba saja datang menghampiri mereka berdua.
"Hari ini, Nana harus pergi sama gue," ucap Dimas dingin, tangannya dengan kasar menarik Nana dan membawa gadis itu pergi, meninggalkan Rere yang mematung.
***
Saat ini, Nana berada di kantor Zico. Tak banyak yang gadis itu lakukan, selain melihat Zico yang sibuk dengan laptop di hadapannya. Tadi begitu sampai, Dimas langsung pergi tanpa berkata apapun.
Nana mendengkus kesal, lalu mengirimkan pesan maaf kepada Rere, dan meminta gadis itu menjemputnya.
[Bentar aku otw ke sana, sekarang lagi makan dulu]
Nana tersenyum membaca balasan pesan dari sahabatnya itu.
Ting!
Satu notifikasi kembali masuk dari ponselnya. Masih pesan dari Rere.
[Aku lagi makan sama Dimas]
Tak lupa deretan emoticon tersenyum Rere kirimkan di pesan selanjutnya.
"Pantes aja tuh orang langsung pergi."
"Na?"
Nana menoleh saat Zico memanggilnya. "Apa, Bang?"
"Jangan suruh Rere ke sini, kasian mereka lagi PDKT."
Nana mengerucutkan bibir, tetapi dia tetep saja mengangguk setuju. Selama ini, Rere sudah membantunya, tidak ada salahnya jika dirinya memberikan kesempatan untuk gadis itu berduaan dengan orang yang dia cintai.
Di tempat lain.
"Ada apa?" Rere menatap Dimas yang sedari tadi menatap dirinya.
"Gue baru sadar kalo lo itu cantik, kenapa dulu gue harus kabur." Dimas mengusap puncak kepala Rere, membuat gadis itu menggigit bibir bawahnya gugup. "Ciee, bulshing." Dimas tertawa ngakak, apalagi saat ini gadis itu sudah menutup wajahnya menggunakan kedua telapak tangannya.
"Dimas, aku malu," ucap Rere sembari menyembunyikan wajahnya, sedangkan Dimas berusaha membuka telapak tangan yang gadis itu gunakan untuk menutup wajahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kak, Aku Kecewa (Tamat)
Teen FictionDilahirkan menjadi anak yang dibenci oleh keluarga, bukanlah keinginan seorang Kanara Cintya. Bahkan, dipertemukan dengan sosok laki-laki seperti Arcio Handershon pun bukan keinginannya, tetapi semua itu takdir. Takdir yang menjadikan Nana dibenci o...