Bahkan jika harus membawamu meninggal Bumi sejenak untuk menghilangkan penatmu, aku bisa!
Asalkan kau mau bersamaku.- Angga Dimas Purnomo.
#
Ting...
Pintu lift terbuka, dimas perlahan genggenggam tangan Jelo, menarik dengan lembut menuntunnya berjalan melewati sebuah pintu kecil keluar ke arah atap gedung. Angin menerpa kulit mereka berdua, menempatkan perasaan dingin dan sejuk dalam satu waktu.
Jelo melihat pandangan disekeliling, hanya ada gedung-gedung tinggi dan juga langit biru dihiasi awan putih yang terlihat. Tempat mereka berada sekarang setidaknya tidak begitu bising dan juga cukup membuat nyaman. Dimas kemudian melepaskan genggamannya, menuntun Jelo duduk disebuah kursi panjang.
"Gw selalu kesini kalo lagi penat, disini kalo malam cerah bintangnya tampak cantik!" Ucap dimas lembut sembari memperhatikan langit dan kemudian Jelo secara bergantian. Jelo tersenyum dengan penuh arti, senyum yang manis namun memilukan. Entah mengapa dimas merasa Jelo sedang memikul beban yang berat. Dan sedikit saja ia ingin Jelo setidaknya merasakan sedikit kelegaan.
"Gw gak tau apa yang terjadi sama lo hari ini. Tapi gw harap, setiap masalah lo akan terbawa oleh angin dan melayang diudara. Sedikit lebih cepat dan jauh, biar lo gak kepikiran lagi" ucap dimas seraya tersenyum memperhatikan Jelo yang hanya menatapnya tanpa sepatah katapun.
Untuk beberapa saat mereka berdua terdiam, menikmati waktu berdua dalam kesunyian. Jelo berkali-kali memejamkan matanya, mencoba merasakan angin menerpa wajahnya.
"Terima kasih ya".
Dimas kembali menatap Jelo dengan tatapan yang sulit di artikan. Jelo kemudian tertunduk sambil tersenyum simpul, namun tidak berapa lama dua bulir air mata mengalir menggenangi pipinya. Dimas sedikit terkejut, namun memilih untuk tetap diam menyaksikan Jelo berusaha dengan sekuat tenaga menguasi emosi hatinya yang tak terkontrol lagi.
Jelo terus saja menangis, yang tadinya ia menangis dalam diam kini isakan tangisnya mulai terdengar oleh dimas. Baru kali ini dia melihat Jelo menangis dengan pilunya. Membuat ia pun turut merasakan kesedihan yang dirasakan Jelo. "Seberapa besar beban yang lo tanggung sekarang? Jika boleh setengahnya untuk gw?" Ucap dimas dalam hati.
Kini perasaan Jelo tidak dapat ia bendung lagi. Semuanya bercampur jadi satu. Dimas yang melihat Jelo tampak sangat putus asa dalam diamnya, tidak ada yang dapat ia lakukan ketika melihat Jelo menangis seperti itu. Dimas dengan refleks kemudian memeluk Jelo dan mencoba menenangkannya. Membelai lembut pucuk kepala Jelo dan juga menepuk pelan belakangnya.
Hal inilah yang sering ia lakukan ketika Sanndrina adiknya menangis. Entah cara ini berhasil atau tidak, dimas hanya berharap Jelo sedikit tenang dengan perlakuan yang diberikannya.
Setelah sedikit tenang, dimas melepas pelukannya perlahan. Ia tersenyum ke arah Jelo, memandang mata sembab yang tetap tampak cantik baginya. "Hey, semangat..!!" Ucap dimas mencoba menenangkan. "Ga ada yang bisa lukain lu jika yang di atas gak berkehendak, mungkin keadaan bisa saja menyisahkan sedikit luka. Tapi lu harus ingat yang menentukan luka itu sakit atau tidak, besar atau kecil, bahkan parah atau tidaknya hanya diri lo sendiri, jadi jangan terbebani dengan itu".
Jelo hanya tersenyum menatap dimas, kemudian kembali melempar pandangannya jauh kedepan. "Benar kata lo dim.. hanya gw yang bisa nentuin itu adalah sebuah Luka yang besar dan mematikan atau bahkan itu hanya sayatan kecil! Gw harus mastiin itu sendiri". Batin Jelo.
#
Setelah puas, Jelo berdiri diikuti dengan pandangan mata dimas. "Yuk balik!" Ajaknya, membuat dimas segera berdiri dari tempat duduknya dan mengikuti Jelo dari belakang.
Entah sudah berapa kali dimas selalu ada, sengaja atau tanpa sengaja disaat Jelo membutuhkannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
SECRET'S LIFE - Lost Of Love (Selesai)
Algemene fictieDifollow juga yaa :) Biar bisa berteman bareng ( ˘ ³˘)♥ Jangan Lupa Vote dan Komennya jugaa.. Cerita ini turut dipublish di Goodnovel & StarFM. _____ Kisah seorang putri konglomerat asal Indonesia, bernama Jenifer Olivia Mahendra, yang lari dari rum...