Bab 4

15 2 0
                                    

"Nes? Ines?"

Ines mengerjap. Dia kini sedang berdiri di depan panggung aula. Matanya menatap teman-temannya yang kini sedang asyik berlatih di depan sana. Dan karena saking fokusnya, dia tidak mendengar, sosok disampingnya memanggilnya. "Ada apa, Ra?"

Sosok itu Bara. Teman satu klubnya yang saat ini bertugas sebagai sutradara pertunjukan untuk festival nanti. Bisa dibilang jika dalam sebuah drama korea, Ines adalah penulis skenarionya dan Bara adalah PD-nim nya. "Enggak. Gue mau tanya aja, Lo udah nemu orang yang mau ngisi musik latarnya?" Tanyanya.

"Lah?" Ines mengernyit. "Bukannya katanya elo yang mau nyari, Ra?"

Bara mengangguk. "Iya. Gue juga udah nemu orangnya. Tapi susah diajaknya."

"Wah, Lo harus usaha tuh. Pertunjukan bentar lagi," kata Ines, "Nanti deh, kalo gue nemu pemusik yang tepat, gue ajuin juga ke elo."

Bara tersenyum. "Oke, makasih ya, Nes."

"Nope, Ra." Ines merasakan perutnya yang tiba-tiba melilit. Apa yang dia makan tadi hingga perutnya melilit seperti ini?

"Gue izin bentar." Katanya pada Bara sebelum akhirnya pergi berlalu keluar.

Di luar gedung aula, Ines berpapasan dengan Agung. Dikedua tangan anak itu, tersampir kantung plastik yang penuh.  "Awas loh kalo punya gue salah, Lo harus beliin lagi yang bener," kata Ines sebelum pergi meninggalkannya.

"Tenang aja sih, Nes." Anak itu terlambat. Jelas. Bel pulang sudah berbunyi, tetapi anak itu tadi masih sibuk menyalin jawaban. Sedangkan latihan teater langsung diadakan sepulang sekolah. Alhasil, agung mendapat hukuman karena cukup terlambat.

Ines berjalan menuju toilet yang ada di jajaran ruangan klub, yang memang toilet terdekat dari gedung aula. Beberapa ruangan klub tampak ramai, sepertinya mereka juga bersiap untuk festival. Namun beberapa ruangan yang lain tampak sepi, karena sepertinya hari ini bukan jadwal kegiatan mereka.

Niatnya, hari ini Ines ingin mampir ke klub musik untuk mencari pengisi musik di pertunjukan teater nanti. Mereka baik. Ines dan kawan-kawan di klub teater sudah berkali-kali meminta bantuan mereka, yang diterima dengan senang hati. Tapi, sayangnya ruangan musik itu tertutup rapat. Mereka hari ini tidak mengadakan kegiatan.

Namun, saat Ines sudah berdiri di depan ruang klub basket, tepat di sebelah ruangan musik, dia mendengar sayup-sayup suara. Ines memundurkan langkahnya dan kini berdiri tepat di depan pintu ruangan musik.

Benar, suara alunan piano itu berasal dari dalam. Suara yang awalnya samar kini semakin jelas. Suaranya penuh makna, tepat seperti warna yang menguar di udara yang Ines lihat. Seperti pelangi.

Ines meraih gagang pintu dan menggerakkannya ke bawah, membukanya. Tetapi pintu tidak terbuka, terkunci dari dalam.

Perut Ines kini bergerak mengganggu lagi. Dia melirik ke dalam ruangan musik yang tertutup rapat, tidak dapat melihat apa-apa. Akhirnya Ines memutuskan untuk pergi berlari menuju toilet yang berada di ujung.

Entah sudah lima atau sepuluh menit Ines mendekam di toilet, dia kini sudah berdiri lagi di depan pintu ruangan musik yang lagi-lagi tertutup. Tangannya bergerak dan membuka engsel pintu.

Krekk

Pintunya tidak dikunci. Ines melongokkan kepala ke dalam ruangan. Namun, disana sudah tidak ada siapapun. Suara dan orang yang memainkan musik kini telah menghilang.

PALETTETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang