Bab 11

15 1 0
                                    

Ines menyuruput jus lemonnya. Ayam bakar di piringnya sudah kandas. Setelah selesai minum, Ines memandangi jus itu sejenak.

"Jus alpukat ada. Jus stoberi ada. Jus jeruk ada. Wortel yang sayuran pun ada jusnya." Ines melirik pada jus yang ada di hadapan teman-temannya. "Tapi kenapa jus duku nggak ada?"

"Yaiyalah, Nes. Jelas-jelas duku mah nggak ada. 'kan cuma masa lalu." Agung yang masih asyik menggerogoti ayam bakarnya nyeletuk.

"Duku? Masa lalu?"

"Iyaa. Pada jaman dukuuu--"

"Itu mah Dulu, haduh!" ujar Ines kesal sambil melempar sisa daun selada ke Agung.

"Lagian, elo ngapain dah nyari jus duku segala? Kayak kekurangan pilihan jus aja."

"Si Ines kan doyan duku." Alea yang menanggapi.

"Wah iya?" Agung tampak tidak percaya. "Elo doyan sama buah yang pait gitu, Nes?"

"Itu kalo elo makan bijinya juga, ya jelas pait," sahut Ines. "Lagian ini masalah selera, Gung. Tiap orang beda-beda. Gue doyan duku, nah beda sama elo yang doyannya makan tulang belulang kayak kucing kelaperan." Ines menyindir Agung.

"MAMPOOS." Tukas Alea puas. Rasanya menyenangkan baginya melihat Agung dipojokkan.

Hari pertama festival sekolah berakhir hingga jam lima sore. Mereka akhirnya bisa makan-makan selepas maghrib karena membantu membereskan bekas pameran. Beberapa anggota memilih pulang karena kelelahan. Ingin memulihkan tenaga untuk perlombaan besok. Alhasil, hanya tersisa sekitar sepuluh orang yang duduk di bangku rumah makan dekat sekolah mereka ini.

Makanan mereka sudah habis. Mereka asyik mengobrol sambil menunggu Agung yang walaupun disindir Ines, masih getol menggerogoti tulang ayam. Bagian yang paling nikmat, katanya.

"Al, elo besok juga ikut lomba 'kan?" Doni, yang juga anggota teater berceletuk.

"Iya." Alea menyeruput jus alpukatnya. "Gue ikut estafet lari."

"Lo nggak pulang?"

Alea mendelik. "Ngusir?"

"Kagak. Barangkali elo pingin istirahat penuh kayak anak-anak lain."

"Kayak entar malem gue ngga istirahat aja."

"Lo ikut estafet lari, Al?" Eka, teman sekelas Bara menimpali. "Lawan gue dong entar. Gue juga estafet lari."

"Kalo gue, ikut lomba basket," kata Agung tidak nyambung.

"Nggak ada yang nanya elo," ujar Alea.

Eka memberi Agung tatapan kasihan. "Si Bara juga basket." Eka menyahut. "Eh, dia mah pasti ambil itu sih," ucapnya.

"Wahh berarti kita-kita besok saingan di lomba yaa," kata anak lain berceletuk.

Ines manggut-manggut. "Tadi kita kerjasama bareng-bareng di klub teater. Eh besok kita malah saingan di lomba antar kelas."

"Oke fix. Besok kita musuhan," kata Agung berceletuk.

"Apaan sih." Alea mendelik sinis pada Agung. "Alay."

"Perasaan dari tadi gue salah mulu sih, Al."

"Elo hidup juga udah salah," sahut Alea.

"Jahat ...."

Ines menyalakan ponselnya yang berada di atas meja. Disana jam sudah menunjukkan pukul setengah delapan lebih. Walaupun begitu, rumah makan itu masih ramai pengunjung. Beberapa kendaraan yang hilir mudik di jalan pun cukup ramai. Udara malam terasa jelas dari tempat mereka duduk. Karena memang mereka memilih duduk di tempat yang terbuka.

PALETTETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang