Bab 6

12 2 0
                                    

Ines membuka pintu rumahnya. Sepi. Dia menutup pintu dan menyalakan lampu ruang tamu yang masih gelap. Ines berjalan ke sisi rumah yang gordennya tampak masih terbuka. Disana, seorang wanita setengah baya sedang menatap pemandangan gelap dibalik jendela.

"Mah?"

Wanita yang duduk di kursi roda itu menengok. Dia memutar kursi rodanya menghadap Ines. Tangannya menggenggam sebuah ponsel yang menampakkan video yang terhenti. Ternyata mamanya itu tidak sedang menikmati pemandangan, tetapi sedari tadi malah menonton drama korea dari ponsel genggamnya.

Ines tidak masalah dengan itu, karena dia juga penikmat drama Korea.

Melihat Ines masih berpakaian seragam sekolah, mamanya itu tersenyum.

"Baru pulang?"

"Iya, Mah." Ines maju dan menyalami mamanya. "Bi Ijah udah pulang?"

"Udah dari tadi sore."

Bi Ijah adalah asisten rumah tangga yang berkerja di rumah Ines. Setiap hari wanita itu datang membantu pekerjaan di rumah, karena mama Ines tidak bisa banyak bergerak di balik kursi rodanya. Ines juga tidak bisa banyak membantu karena sejak pagi bersekolah.

"Sana kamu mandi dulu, abis itu makan malem."

"Iya mah." Ines berlalu dan menaiki tangga menuju kamarnya.

Klap

Suara lampu yang dinyalakan menggema di seisi kamar. Kamar bernuansa peach itu tampak rapi. Ines meletakkan tasnya di laci meja belajar. Dia mengambil handuk dan masuk ke dalam kamar mandi yang berada di samping kamarnya.

"Mah, katanya Om Dan bakal balik minggu depan." Ines membuka suara di tengah makan malam.

"Iya. Tadi dia juga udah nelpon mamah. Kerjaan di Singapura katanya udah beres. Kemungkinan dia bakal ada proyek lagi, tapi di lokal aja."

"Syukur deh. Biar nggak jauh-jauh," kata Ines sebelum menyuap kembali makanannya.

Om Dan atau Dani adalah adik laki-laki dari Diana, mama Ines. Lelaki yang kini sudah berusia tiga puluh tahun itu kini bekerja mengambil beberapa proyek. Proyek seperti apa, Ines tidak terlalu mengerti. Yang dia tahu, pekerjaan pamannya itu, membuatnya sering pergi berkeliling kota atau bahkan mancanegara. Terakhir kali, proyek yang pamannya ambil berada di Singapura dan baru akan berakhir minggu depan.

"Mah, kapan sih Om dan nikah? Umurnya udah tua dan juga Om nggak jelek-jelek amat."

Mama Diana terkekeh. "Buat laki-laki, umur segitu belum tua, Nes. Bisa dibilang emang udah mateng buat nikah. Dan asal kamu tau Nes, gitu-gitu juga Om kamu jadi inceran anak-anak gadis di jamannya."

"Boong ah. Masa orang yang kayak om gitu banyak yang suka."

"Ye, masa mama boong."

"Ngeliat dari segi apanya itu orang yang suka om Dan?" Ines bertanya sangsi.

"Ganteng mungkin?"

"Bolehlah."

"Baik mungkin?"

"Kalo itu Ines ragu deh. Diliat dari manapun, muka-muka om Dan itu mudanya pasti kayak anak nakal gitu. Ines jadi mikir orang-orang yang dulu suka sama om Dan cuma liat tampangnya aja yang ganteng."

"Kayaknya."

Keduanya terkekeh. Mereka geli sendiri membicarakan orang yang pekan depan akan ikut makan di meja ini juga. Mereka berdua membayangkan wajah Dani yang merenggut karena dijelek-jelekkan dari dua sisi.

Ines menegak air putih dalam sekali teguk. Dia sudah selesai makan. Dia menguap, matanya sudah mulai mengantuk.

"Ngantuk Nes? Kalo ngantuk tidur aja dulu, istirahat."

Ines menggeleng. "Nggak, Mah. Masih ada PR. Nanti Ines tidur kalo udah selesai."

"Yaudah."

Ines bangkit dari kursinya. Dia meletakkan piring-piring kotor di atas meja cucian piring. "Udah nggak usah dicuci. Biar nanti Bi Ijah aja besok pagi. Kamu pasti kecapekan."

Ines menurut.

"Ines naik dulu, mah."

"Malem, sayang."

"Malem, Mah."

Ines naik ke kamarnya. Meninggalkan mamanya yang menatap langkah kakinya yang hilang di balik tangga.

Ines menatap warna suara yang keluar dari lagu yang dia nyalakan di telepon genggam. Lagu itu adalah sountrack salah satu drama Korea favoritnya. Lagu yang menggambarkan kekhawatiran namun juga keinginan mencapai masa depan.

Drama Korea itu menceritakan tentang kehidupan seorang gadis dua puluhan yang mengalami kehidupan berat. Di umur yang masih muda, gadis itu mengalami kekerasan. Di usia itu pula, gadis itu membunuh seseorang yang selama hidupnya menyakitinya, biang penderitaannya. Dia hidup dirudung hutang dan ketakutan. Sebelum akhirnya dia bertemu lelaki setengah baya yang juga sama-sama mengalami kehidupan berat. Lelaki itu memotivasinya dan mengubah sosoknya dari yang hidup penuh kehambaran akhirnya bisa merasakan kehangatan orang-orang sekitar.

Ines menutup buku PR nya. PR Bahasa Indonesianya sudah selesai. Setidaknya untuk besok sudah tidak ada lagi PR yang harus dikerjakan.

Ines menatap warna suara yang masih menguar bersamaan dengan lagu yang masih mengalun. Penuh warna, seperti pelangi. Gelap, terang, bergerak beriringan. Ines jadi mengingat alunan piano di ruang musik tadi sore.

Ines menguap. Matanya sudah mulai mengantuk. Dia melirik jam di dinding yang kini sudah menunjukkan pukul sepuluh malam.

Ines mematikan lampu belajarnya. Dia bangkit dari kursi belajar dan berjalan ke arah ranjang. Disana, dia berbaring dan mematikan lagu yang sedari tadi berputar. Bersamaan dengan berhentinya lagu, rangkaian warna yang bergerak di hadapannya juga hilang.

Ines memejamkan mata, kemudian jatuh tertidur.

PALETTETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang