"Rasa hangat itu perlahan hadir."
~Laura~
°
°
°Happy Reading guys!
Laura POV
Karena aku merasa bosan di rumah, mangkanya aku memutuskan untuk ke taman bersama Gevon. Bukan bosan apa, aku hanya ingin menenangkan hati terlebih dahulu, aku hanya lelah terus berdebat dengan papa.
Aku pergi ke taman bersama Gevon, aku selalu curi pandang untuk melihat wajah Gevon. Aku akui, bahwa Gevon sangatlah tampan, kulitnya yang bersih, hidungnya mancung, rahangnya kokoh. Itu sangat sempurna!
"Aku tau, aku ganteng." Ujar Gevon yang seakan tau apa isi pikiranku.
Aku langsung gelagapan saat Gevon bilang seperti itu, apakah dia mengetahui bahwa aku curi pandang untuk melihat wajahnya? Jika iya, ah itu sangat memalukan!
"Dih, PD bener jadi orang." Ujarku. Jujur aku malu, tapi sebisa mungkin aku untuk menutupinya.
"Emang bener kan? Udah gak usah bohong" Ujar Gevon yang terus menyudutkan ku untuk jujur.
Aku melihat dia sekilas, dia tengah tersenyum sambil menatap jalanan. Dia tetap fokus untuk menyetir.
"Masih lama gak?" Ujarku yang mengalihkan topik pembicaraan. Jika aku terus menanggapi omongan Gevon, bisa-bisa aku tersudutkan.
Ku lihat Gevon tengah terkekeh kecil, ah aku benar-benar malu. Rasanya aku ingin menyembunyikan wajahku dari Gevon.
"Enggak kok nona kecil" Ujar Gevon terkekeh kecil.
Oh Tuhan! Aku benar-benar malu, tolong aku. Oke, aku harus bersikap dingin seperti di sekolah.
"Hm, oke." Ujarku yang berusaha untuk kembali cuek dan tidak peduli.
Gevon tidak menanggapi ucapanku, dia tetap fokus pada jalanan. Saat belokan terakhir, akhirnya aku dan Gevon sampai di taman kota.
Sungguh aku sangat merindukan tempat ini, tempat yang menyimpan segudang kenangan. Tempat yang sering aku kunjungi bersama keluarga lengkap ku dulu, tapi tidak untuk sekarang! Aku sekarang tidak memiliki keluarga.
"Kita sudah sampai," Ujar Gevon yang kemudian turun dari di mobil.
Akupun langsung turun dari mobil dan berjalan mengikuti Gevon. Kami berjalan menuju tempat duduk yang berada di pinggir taman, taman ini sudah sangat berubah. Tidak seperti dulu, aku tersenyum tipis di kala melihat setiap inci tempat yang banyak menghiasi kenangan di masa lalu.
"Kamu mau es krim?" Tanya Gevon yang melihat ku. Aku hanya mengangguk, karena fokus ku masih pada masa lalu.
"Yaudah aku beliin ya" Ujar Gevon yang langsung berlalu dari hadapanku.
Aku gak jadi duduk di kursi tersebut, justru aku duduk di bawah pohon yang rindang itu. Sambil nunggu Gevon beli es krim, aku mendengarkan lagu sambil memejamkan mataku. Bayangan itu kembali hadir dalam pikiranku. Aku memejamkan mataku, ingin merasakan kembali sensasi kebahagiaan itu.
"Papaa" Rengek Laura
"Iya cantik, ada apa?" Ujar Papa sambil tersenyum manis kearah Laura.
"Laura pengen es krim"
"Natania, juga mau es krim papa." Ujar Natania yang ikut menginginkan es krim sama seperti Laura.
"Wah, anak papa ternyata pengen es krim ya. Oke sayang papa beli dulu ya" Ujar Papa sambil mengacak-acak rambut Natania dan Laura.
"Pa, Zergan temenin ya" Ujar Zergan
"Boleh dong, kan papa makin aman kalo ada jagoan papa, heheh." Ujar Papa sambil terkekeh pelan.
"Yaudah, cepet gih kalian beliin es krim nya. Kasihan nih princess kita udah nungguin." Ujar Mama sambil memeluk hangat Laura dan Natania secara bersamaan.
"Baik, komandan." Ujar Papa sembari hormat ke arah Mama.
"Hahaha" Gelak tawa Natania dan Laura lepas begitu saja melihat tingkah lucu papa.
Air mata ku Luruh begitu saja, aku masih setia memejamkan mataku. Cukup! Aku gak kuat untuk terus membayangkan kebahagiaan yang telah di renggut itu. Akupun membuka mata.
Nafasku tercekat saat di depan ku telah ada Gevon yang tengah menatapku dengan intens, manik mataku bertabrakan dengan manik matanya yang indah. Jarak kami juga lumayan dekat, bahkan aku bisa merasakan hembusan nafas Gevon.
Jantungku berdetak 5x lipat, bahkan aku merasakan bahwa jantungku tidak berdetak lagi. Aku benar-benar gugup dengan situasi seperti ini.
"Kenapa kamu menangis, hem?" Ujar nya lembut sambil menghapus pelan air mataku.
"G-gapapa kok" Ujarku gugup.
"Aku gak suka melihat kamu nangis, aku lebih suka melihatmu tersenyum." Ujar Gevon sembari tersenyum hangat dan menyelipkan rambutku di belakang telinga.
Hatiku menghangat, rasa sedih itu akhirnya menghilang. Aku merasakan hangat atas perilaku Gevon.
"Yaudah, nih es krim kamu." Ujar nya sambil menyodorkan es krim yang telah dia beli.
Aku mengambil es krim itu, dan memakannya. Gevon juga mulai memakan es krim itu, kami menikmati es krim itu tanpa ada percakapan yang di mulai.
Akhirnya, Gevon memulai percakapan. "Apa di sini banyak menyimpan kenangan di masa lalu kamu?" Tanya Gevon. Aku hanya menganggukkan kepalaku, aku masih belum sanggup untuk berbagi cerita.
"Berarti kita sama." Ujar Gevon sambil menatapku.
"Emang seperti apa masa lalu kamu?" Tanyaku. Gevon hanya tersenyum kecil, tapi aku tau jika senyum itu adalah senyuman yang menunjukkan luka yang begitu teramat.
Kini giliran aku menangkup wajah Gevon, aku sudah tidak memperdulikan rasa malu itu. Anggap saja, urat maluku sudah putus!
"Dari matamu aku tau, jika kamu menyimpan kesedihan yang begitu besar. Kamu pria yang kuat, Gevon. Tetaplah menjadi pria yang kuat, dan jangan lemah ya. Aku gak suka melihat kamu sedih." Ujarku yang memberi semangat untuk Gevon.
Gevon tersenyum kearahku, dia mengangguk semangat. Aku tertawa kecil melihat senyuman dan anggukan yang menurut ku sangat gemas.
Aku terkejut saat mendengar ada suara_hem seperti suara ledakan. Gevon mengenggam erat tanganku, mencoba mengatakan bahwa tidak akan terjadi apa-apa dengan gerakan isyarat dari wajahnya.
Aku terkejut saat melihat ada anak kecil yang menangis berlarian kearah kami. Ku lihat Gevon langsung menghampiri anak tersebut dan menggendongnya.
"Syut, kamu kenapa hem?" Ujar Gevon yang terlihat sangat khawatir.
"Kak, hiks.. Di sana.. Di sana ada ledakan." Ujar anak itu sambil menangis sesegukan.
Berarti apa yang di dengar oleh ku itu benar.
"NANA!" ada seorang perempuan paruh baya yang berlarian ke arah anak kecil itu. Mungkin itu orang tuanya.
Perempuan itu langsung menarik paksa anak kecil dan berlari dengan cepat meninggalkan taman ini.
Aku langsung berlarian menghampiri Gevon, aku memeluk erat tangan Gevon. Karena aku takut.
"Kita harus pergi dari sini, ra." Ujar Gevon sambil menarik paksa tanganku agar menjauh dari taman yang sudah tidak aman ini.
Ternyata, ada seseorang yang tengah melemparkan bom molotov kearah taman kota tersebut. Aku terkejut saat orang itu melemparkan bom molotov kearah ku. Karena pergerakan ku kalah telak dengan bom itu, akhirnya bom itu meledak tepat di hadapanku dan seragam sekolah ku terbakar karena terkena apinya.
Ku lihat Gevon tengah memadamkan api di seragam sekolahku dengan tangan kosong. Namun sayang, pandanganku memburam dan aku pingsan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Laura
Novela Juvenil[FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA] Masa lalu itu bagaikan mimpi buruk yang sama sekali tak di inginkan Laura. Namun, takdir menyeret Laura untuk menghadapi mimpi buruk itu! Siapa sangka, jika itu semua membawa perubahan besar dalam diri Laura. Laura, se...