🍃Laura -Bagian 14-

46 45 21
                                    

"Lari dalam masalah bukan suatu penyelesaian!"

~Laura~
°
°
°

Happy Reading guys!

Deg

Kaki Zergan seketika lemas, bibirnya pusat pasi, jantungnya berdetak 2x lebih cepat, dan cairan kristal luruh dari manik mata indahnya. Dan ponsel yang dia pegang seketika jatuh, karena tangannya yang seakan sudah tidak memiliki tenaga lagi.

Ini semua salahnya! Jika saja ia lebih cepat mencari jawaban dari teka-teki itu, mungkin ini tidak akan terjadi!

Zergan langsung kembali menelfon Callista. Panggilan awal tadi terputus.

"Hallo Cal, lo di mana?" Ujar Zergan dengan suara gemetar karena cemas.

"Gue lagi di perjalanan menuju rumah sakit."

"Gue tunggu, Cal."

••••••••

Hampir setengah jam Zergan menunggu di depan rumah sakit. Ia sangat mengkhawatirkan keadaan temannya, kakinya tak henti-hentinya gemetar.

Sirine ambulans berbunyi. Zergan yang mendengar itu langsung menghampiri ambulans tersebut. Suster yang keluar dari ambulans itu tampak tergesa-gesa, ia mengeluarkan brankar yang sudah ada Aksa dan Alvarion di atasnya.

Deg

Rasanya, Zergan tak mampu lagi menopang badannya sendiri. Air matanya kembali luruh dari manik matanya, katakan saja dia cengeng! Dia melihat tubuh Aksa dan Alvarion sudah di penuhi dengan darah.

"Pak, minggir!" Ujar Suster itu yang nampak tergesa-gesa.

"Cepat panggilkan dokter, dan bawa dia ke ruang ICU!" Ujar suster itu sambil mendorong brankar Aksa. Dan suster satunya mendorong brankar Alvarion.

Zergan yang langsung tersadar kemudian menjadi seperti orang linglung. Dia ingin bertanya dengan suster itu, namun sepertinya suster itu sangat sibuk mengurus Aksa dan Alvarion. Zergan menjambak rambutnya kasar, dia ingin berteriak sekencang-kencangnya namun ia sadar bahwa dia berada di rumah sakit.

"Hiks.. Agrrrhhh.." Erang Zergan kesal sambil menjambak-jambak rambutnya.

Ia tidak peduli jika ada orang yang melihat dia dan menganggap dia gila. Yang ia pedulikan adalah temannya.

Zergan tak henti-hentinya menangis, sampai ada sebuah tangan yang mendekap nya dari belakang. Zergan sudah tau siapa pemilik aroma ini, dia bersandar di bahu Callista. Ya, dia adalah Callista.

"Syut, jangan menangis lagi. Aksa dan Alvarion akan baik-baik saja." Ujar Callista sambil mengusap surai rambut Zergan yang lembut.

Callista membantu Zergan untuk berdiri, dia menangkup wajah Zergan dan menghapus pelan air matanya. Callista tersenyum hangat, dan mencoba memberi kekuatan agar Zergan tetap tegar dan ikhlas dalam menjalankan semuanya.

"Zer, jangan nangis lagi ya. Gue gak suka liat air mata lo terbuang sia-sia." Callista kembali menyeka air mata yang masih jatuh dari manik mata indah milik Zergan.

"T-tapi, Aksa dan Alvarion kayak gini itu salah gue Cal." Zergan menahan tangan Callista yang berusaha menghapus air matanya.

Callista mengenggam tangan Zergan, "Tidak! Ini bukan salah lo, jangan pernah menyalahkan diri sendiri. Ini semua sudah takdir."

"Tapi_"

Callista langsung meletakkan jari telunjuk nya ke bibir Zergan, "Gak ada Tapi-tapian. Yang harus lo lakuin sekarang adalah, berdoa."

"Gue tau, lo dapat pesan misterius dari orang yang tak di kenal. Kan gue udah bilang, kalo lo ada masalah cerita sama kita. Lo anggap kita ini apa hah?!" Ujar Callista yang sedikit kesal.

Zergan mengernyitkan alisnya bingung, dari mana Callista tau kalo dia dapat pesan misterius. "Lo tau dari mana kalo gue dapet pesan itu?" Tanya Zergan bingung.

"Sebelum gue pulang, gue ngikutin lo ke taman. Dan gue denger semuanya."

"Maaf, Cal. Gue gak bermaksud buat menyembunyikan ini, gue cuma gak mau lo semua terlibat masalah ini."

"Kita sahabat! Sampai kapanpun kita sahabat! Sahabat dalam suka maupun duka, dan kita harus saling berbagi cerita baik itu buruk maupun bahagia. Baik itu sedih maupun senang, dan kita harus saling membantu."

Zergan hanya mengangguk patuh terhadap ucapan Callista, "Kita nunggu di depan ruang ICU." Ajak Zergan.

Callista hanya mengangguk dan ikut menunggu sampai Aksa dan Alvarion sadar. Mereka tidak akan pernah lelah menunggu meski harus seharian di depan ruang ICU.

LauraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang