🍃Laura -Bagian 9-

79 71 25
                                    

"Jangan takut menghadapi masalahmu. Semakin kau takut, semakin dia gencar untuk menghantui mu. Hadapin setiap masalah itu."

~Laura~
°
°
°

Happy Reading guys!

Zergan and friend's kini tengah berkumpul di apartemen Devano. Mereka semua sedang bercanda ria membahas topik yang unfaedah.

Dan saat itu juga, akhirnya Callista kembali membahas tentang, Laura. "Eh, gue masih penasaran nih. Laura itu siapa sih?" Tanya Callista dengan raut wajah keponya.

"Nah, gue juga penasaran nih." Ujar Aksa yang di anggukan oleh Devano dan Alvarion.

Zergan, Edelyn, dan Natania yang mendengar pertanyaan itu saling melempar pandangan. Zergan menghembuskan nafasnya kasar.

"Huft, baiklah gue ceritain. Jadi, Laura itu adik gue_" Perkataan Zergan terhenti saat melihat Callista tersedak minuman.

Uhuk
Uhuk

"Mangkanya kalo minum itu pelan-pelan." Ujar Edelyn sambil mengusap punggung Callista.

"Lo serius bro? Lo gak lagi bercanda kan? Atau ini prank?" Ujar Alvarion dengan deretan pertanyaan.

"Dengerin dulu gue ngomong bego!" Umpat Zergan kesal.

"Jadi, Laura itu emang adik gue. Kami terpisah saat usia dia 13 tahun, waktu itu keluarga gue ada masalah dan gue pergi ninggalin dia. Gue hanya bawa Natania, dan saat itu Laura benar-benar takut dan kecewa sama gue. Jujur, gue gak ada niatan buat ninggalin dia. Huft, mungkin dia sangat sedih dan gak mau ngakuin bahwa gue kakaknya." Ujar Zergan dengan raut wajah sendu nya.

"Emang lo ninggalin dia di mana?" Tanya Devano.

"Gue ninggalin dia di rumah sama papa. Semenjak kematian mama, hubungan gue dengan papa gak akur lagi, dan gue muak serumah dengan papa mangkanya gue kabur. Dan saat itu Laura ingin ikut, namun gue tinggalin dia." Lanjut Zergan.

"Kak Zergan ninggalin kak Laura bukan karena apa, dia cuma takut gak bisa biayai gue sama kak Laura. Dan juga, kak Zergan ninggalin kak Laura karena dia ingin kak Laura mendapat fasilitas yang layak dari papa." Ujar Natania yang ikut menjelaskan.

"Oh jadi gitu ya. Hem, gue juga bingung. Mungkin selama kalian ninggalin dia, dia menyimpan banyak luka saat tinggal bersama papanya. Mangkanya dia benci sama kalian." Ujar Aksa yang ada benernya, tapi perkataan yang terakhir dia dapat jitakan dari Callista.

"Aw, sakit Cal." Ringis Aksa sambil mengusap kepalanya.

"Nah, lo kenapa kayak di benci juga sama Laura?" Tanya Devano ke Edelyn.

"Jadi waktu itu dia sedang dalam masa terpuruk nya, dia butuh penopang untuk mendengarkan segala keluh kesahnya. Dan waktu itu, dia terus menerus nelfonin gue. Karena Waktu itu gue sama Laura juga ada konflik, gue malah mengabaikan nya. Gue pikir, dia selingkuh dengan pacar gue. Tapi ternyata itu hanya salah paham. Dan gue tau itu saat dia udah pergi ninggalin Indonesia." Ujar Edelyn sambil menitihkan air mata, ia sangat sedih saat mengingat kejadian itu.

"Jadi yang di bilangin Aksa itu benar juga, Laura menyimpan luka yang begitu besar. Jadi gak mungkin hati dia langsung sembuh begitu sama." Ujar Alvarion yang sangat paham tentang hati perempuan.

"Gue tau, dan gue nyesel." Ujar Zergan sendu

Devano menepuk pundak Zergan, "Jangan menyesal bro, sekuat apapun pertahanan Laura menjauhi lo, itu akan roboh! Karena tak ada seorang adek yang bisa membenci abangnya selama itu." Ujar Devano memberi semangat.

"Iya bro, lo harus semangat." Ujar Aksa.

"Berarti selama ini, gue salah nilai Laura?" Tanya Callista.

"Ya jelas salah lah, Laura aslinya gak kayak gitu. Dia ceria, pemaaf, baik, intinya the best lah." Jelas Edelyn yang sangat tau bagaimana sifat sahabat lama nya itu.

"Oh, berarti yang ini. Laura KW dong?" Tanya Callista polos.

Pletak

Callista meringis pelan saat Edelyn memukul lengannya, "Aish, gue cuma bercanda." Kesal Callista yang hanya di balas cengiran dari Edelyn.

•••••••

Di sisi lain, Laura sudah tersadar dari pingsannya. Kepalanya begitu pusing, dia melihat kearah sekitar. Dan ternyata dia berada di ruangan yang di mana bau obat sangat menyengat. Hem, apa lagi kalo bukan di rumah sakit.

Laura mencoba menggerakkan tubuhnya, ia terkejut saat melihat Gevon yang tengah tertidur di kursi sambil mengenggam tangannya.

Apakah sedari tadi Gevon berada di situ? Menungguinya sadar? Pikir Laura.

"Gevon, hey Gevon. Bangun ih." Ujar Laura yang membangunkan Gevon.

Hoam

Gevon menguap kecil, ia mengucek matanya dan melihat Laura yang sudah sadar, "Kamu gapapa? Ada yang sakit?" Ujar Gevon dengan deretan pertanyaannya.

Laura terkekeh pelan, "Gak ada yang sakit kok, kan yang terbakar itu baju seragam aku. Lagian aku pingsan karena bau nya, Gevon." Ujar Laura

"Huft, syukurlah. Aku sangat khawatir, Laura." Ujar Gevon sambil menghela nafasnya.

"Sekhawatir itu?"

"Iyalah, aku takut terjadi apa-apa denganmu." Ujar Gevon dengan wajah cemasnya.

Laura terkekeh pelan, "Sekarang aku baik-baik saja bukan? Kamu pulanglah. Aku bisa sendiri, sebentar lagi juga ini sembuh."

"Gak mau!" Kekeh Gevon yang gak mau pulang.

Laura hanya menghela nafas, saat melihat tingkah Gevon yang mulai keras kepala, "Gevon, aku bilang kamu pulanglah. Ini perintah!" Ujar Laura telak tak ingin di bantah.

"Tapi_"

Laura menempelkan jari telunjuknya ke bibir Gevon, "Syut, gak ada tapi-tapi. Sekarang pulang!"

"Huft, baiklah nona kecil." Ujar Gevon pasrah.

Laura hanya tersenyum tipis, "Hati-hati di jalan." Ujar Laura.

Gevon hanya membalas dengan deheman, "Hm"

Gevon pun pergi meninggalkan ruangan Laura. Dan Laura yang melihat itu hanya tersenyum kecil.

LauraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang