AWAL KISAH

23 2 0
                                    

"semua hanya tentang waktu, tentang  bagian mana yang paling kau sukai dalam hidupmu, hanya menunggu itu berlalu maka kau akan tau, itu berharga dan berharap bisa kembali merasakannya..."
.
.
.

Sekolah Menengah Pertama Negeri, 12 tahun lalu.

'teet... teeettt....!!!'

"astagfirullah!" seruku kaget. Kulihat teman-teman sekelasku juga beberapa ada yang kaget, lalu setelahnya saling menertawai. Demi apapun kami belum terbiasa dengan suara bel sekolah yang sekarang ini.

Beberapa hari yang lalu, bel sekolah kami diganti, sebelumnya masih pakai lonceng dari besi manual, lalu kemudian diganti menjadi bel otomatis yang terhubung dengan pengeras suara di masing-masing kelas. Suaranya benar-benar sesuatu.

Memasuki era millenium, tahun 2000an, sekolah kami juga mulai berbenah. Mungkin di kota-kota, pemakaian bel sekolah sudah lama diterapkan, tapi bagi kami itu baru. Di sekolahku bahkan kebanyakan siswa-siswi masih berjalan kaki pergi dan pulang sekolah. Sekolah kami terletak dipinggir jalan poros, sedangkan kebanyakan anak di sekolah kami tinggal didaerah pedalaman, pegunungan, ya di desa-desa yang berjarak lumayan jauh, tak ada angkutan umum untuk kesana.

Syukurnya aku bukan bagian dari mereka, aku masih aman, kesekolah pulang pergi masih dijangkau angkot. Bayarannya 500,- perak dengan waktu tempuh 15 menit.

Di kelas 2 ini, aku masih sebangku dengan teman dudukku sejak kelas 1 kemarin. Ninis Mulyawati. Dia teman sekolahku sewaktu SD, dia anak yang kalem, berjilbab, dan lemah lembut. Berbeda 180° denganku yang cerewet.
Tapi aku hanya bersikap begitu didepan teman-teman dekatku saja, selebihnya aku akan jaga image. Haha

"woi woi, bu guru woi..."
Adnan teman sekelasku yang tadinya nongkrong dipintu kelas dengan beberapa cowok berseru sambil berlari kecil ke arah bangkunya.
Itu artinya guru sudah menuju kelas.
***

Jam istirahat hari ini aku tak ke kantin, melainkan jalan-jalan ke kelas sahabat sekaligus tetangga rumahku, Mirna. Berkedok mendatangi ia padahal aku punya maksud tersembunyi. Haha
Kelasnya berseblahan dengan kelasku.

Mirna adalah teman mainku sejak kecil, dia anaknya sedikit tomboy, kami selalu bersama-sama karena rumah kami juga dekatan.
Tak hanya mirna sebenarnya, ada lagi Tita, Ocha, trus Nur. Tapi kelas mereka dibelakang.  Rumah mereka juga disekitaran rumahku. Kami kompak masuk sekolah yang sama.

Aku ke kelas Mirna karena disitu ada cogan incaranku, biasalah untuk cuci mata. Heh astaga aku ini baru juga lulus SD setahun lalu eh sudah cogan-coganan.

Tapi anggap aja hiburan setelah belajar. Cuci mata biar gak ngantuk menyambut jam pelajaran setelah istriahat, hehe.

"Mirnaaaa..."
sapaku heboh saat memasuki kelas 2.3, kelas Mirna.

Mirna menoleh,
"eh, ngapain kemari? Mau minta contekan PR matik?"
Tanya Mirna begitu aku duduk di kursi dekat bangkunya. Kulihat dia tengah membereskan buku-bukunya kedalam tas. Sepertinya ia baru selesai menyalin catatan.

" dih, sori layaw, mau nyontek mending juga di rumah, ngapain di kelas, lagian matik gak ada hari ini"
Jawabku sambil celingak celinguk mencari si cakep.

"nyari apa sih, tuh leher keknya gak bisa diem dari tadi, mutar-mutar, keseleo aja! "
Mirna menepuk pundakku, spontan aku menghentikan aksiku sejenak.

Aku hanya bisa nyengir sambil manggaruk kepala yang gak gatal.
Lagi aku menoleh memperhatikan seisi kelas, yaahh gak ada juga.

"eh Mir, si Chandra kemana?, kok gak ada. Ke kantin ya?"  kuputuskan bertanya tapi setengah berisik, takut kedengaran anak-anak lain.

Mirna memutar mata jengah, ketahuan sudah maksudku mendatangi kelasnya. Wkwk

"nih anak, kirain kesini buat ajak ngantin atau lebih bagus lagi tawarin traktiran gitu, eh malah nyariin si candra, gak ada dia. "
Jawabnya acuh.

Baru aku mau nanya lagi si cakep itu kemana ehh Mirna malah sudah berdiri dan berjalan ke arah pintu kelas.

"eh eh, mau kemana si?, tungguiiin... " aku buru-buru berdiri lalu menyusulnya.

Rupanya Mirna mau ke kantin, yaudah aku ikut aja, mau beli minum juga, haus.

Di kantin  sudah ada teman-teman yang juga tetangga rumahku, mereka tengah asik menyantap menu kantin yang mereka pesan. Ocha, Tita, Nur, mereka semua teman-teman dekatku sedari kecil. Aku dan Mirna pun ikut bergabung dengan mereka.

"kalian kok baru ngantin, kita dah mau selesai kalian baru nongol" tanya Ocha.

"iya nih, tadi lagi nyalin catatan dulu, nanggung soalnya." jawab mirna.

Mereka mengangguk.

"eh Ta', katanya dikelasmu ada anak baru yah?" tanya Mirna.

Kulihat Tita mengangguk mengiyakan.

"iya cowok, pindahan dari kota"

"Kok dari kota malah pindah ke desa?" aku ikut mengomentari obrolan mereka.

Tita mengangkat bahu acuh tanpa menoleh, dan tetap fokus dengan mangkuk mie nya.

"anak barunya cakep gak?" tanyaku yang langsung mendapat lirikan maut teman-temanku.

"Woi, biasa aja dong matanya, aku tau kok aku ini manis, cantik, jadi ngeliatnya gak usah berlebihan, bisa?"
Kataku sambil mengibaskan rambutku.

Kompak mereka berlagak seolah sedang mual.
Haha iri tuh...

"lagian  kalo cakep kenapa? Heran deh, isi kepala kok itu-ituuuu aja"
Ocha menanggapi sambil menggeleng.

"yaa kan nanya doang, kali aja si Chandra ada saingan, nah bisa jadi koleksi cuci mataku di sekolah, hehe"
Dan jawabanku sukses mendapat sorakan plus timpukan pipet dari mereka.

Kami pun tertawa bersama.

Mereka lanjut ngobrol masalah anak baru, tapi aku tak peduli lagi, aku lebih tertarik dengan bakwan milik Nur yang dicocol saos dan kecap, uhhh

Aku, mencoba peruntungan, mencomot bakwan dipiring Nur dan otomatis tanganku dihadiahi geplakan manja dari si empu bakwan.

"dih pelit!" sewotku sambil mengusap-ngusap punggung tanganku.

"weee, gak peduli..."
Nur hanya menjulurkan lidah dan lanjut makan tanpa berdosa. Sementara Ocha tertawa geli. Ck
Teman apaan mereka itu.

"ambil sana sama bu kantin, keburu habis nanti. Nah sekalian aku juga, plus minum yak, biasa, air botol yang dingin, hehe"

Aish si Mirna, kena lagi deh aku jadi babu dia hari ini. Ck

Meski menggerutu tapi aku tetap berdiri juga untuk memesan.

***

Aku berjalan di koridor sekolah, menuju ke kelasku. Setelah dari kantin, kami ke kelas masing-masing. Diantara kami hanya ocha dan Nur yang sekelas. Mereka di kelas 2.4, Tita kelas 2.6. Kelas mereka agak di bagian belakang. Nah kalau Mirna kelas 2.3, sedangkan aku 2.2 kelas kami bagian depan, tetanggaan. Tapi dia ke toilet makanya kami gak barengan.

Aku berjalan dengan sedikit menunduk untuk memperbaiki dasiku. Lagi asik-asik ya bersenandung, tiba-tiba....

Oh My First Love... (On Going) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang