"jika bukan padaku kamu melabuhkan hati, maka kuharap rasa ini biarlah menghilang"
-Edwin
.
.
.
EDWIN POV.Sejak perkenalan singkat dikoridor sekolah waktu itu, aku dan teman-temanku terus mengekori Dian.
Tiap pagi aku menunggunya didepan kelas Chandra sepupuku yang berada berseblahan dengan kelasnya.
Atau aku akan membawakan makanan ke kelasnya jika ia tidak sempat kekantin.
Aku terus-terusan menunjukkan betapa aku menyukainya sambil sesekali mengusilinya.
Aku suka ketika ia cemberut dan kesal, ia semakin cantik dimataku.
Sengaja kubuat dia terbiasa dengan hadirku.Hari ini aku sengaja jalan-jalan menggunakan motor ke daerah tempat tinggal Dian.
Ini memang siang hari tapi aku iseng, siapa tau bisa bertemu.Dan sepertinya keberuntungan bagiku, aku melihatnya sedang berjalan kaki sambil membawa sesuatu.
"piip piiipp..."
Sengaja ku bunyikan klakson berharap ia berbalik."Piip piip... "
Kembali kubunyikan kedua kali dan berhasil, dia berbalik."hahaha kaget ya?"
Dia terlihat kesal, sepertinya aku memang mengagetkannya.
"kamu dari mana?"
Tanyanya"gak dari mana-mana, sengaja mutar-mutar berharap bisa ketemu sama gadis manis, eh ketemu beneran, sepertinya Kita jodoh"
lihatlah bagaimana lucunya dia kesal dan merengut mendengar kata-kataku barusan.
Imut sekali.Kutawarkan dia tumpangan dan demi apa? dia mau...!
Aku senang sekali.
***"Edwin, kamu sesuka itu sama Dian?"
Tanya Aji saat tak sengaja ia mendapati buku tulisku penuh coretan nama Dian di dua lembar bagian paling belakang.Aku mengangguk lemah
Rasa-rasanya mood ku benar-benar buruk sekarang."suka sih suka tapi jangan segala buku, bangku, jendela, semua ada nama Dian, tuh liat! Ck"
Lanjut AjiSaat ini kelas sedang jam kosong, guru olahraga yang harusnya mengajar berhalangan masuk.
Karena dilarang keluar kelas, jadilah kami dikelas dengan membentuk kelompok masing-masing. Melakukan apa saja. Ada yang tidur, ada yang baca komik, dan kebanyakan bergosip.
Aku baru saja kembali dari perpustakaan, memastikan apa yang kudengar bahwa Dian dan anak kelas sebelah bernama Angga pacaran.
Jujur saja aku benar-benar kecewa.
Dianlah yang pertama, membuat aku tau semenyenangkan itu jatuh hati namun dia juga yang membuat aku merasakan apa itu patah hati."tapi kamu dah tau belom kalau Dian pac..."
Ucapan Aiman terhenti karena mulutnya lagi-lagi dibekap Dirga."hehe gak usah didengerin, dia asal ngomong"
Ucap DirgaAku menghela nafas, lalu menunduk lesu.
"aku udah tau, bahkan aku tanya langsung ma Dian tadi, sepertinya memang benar dia sudah jadian ma orang lain"Hening sesaat.
"sabar aja udah, yakin dan percaya suatu saat akan ada cewe yang bangga nerima kamu, semangat!"
Dirga menepuk pundakku.Mungkin maksudnya agar aku semangat dan tak kecewa terlalu dalam namun nyatanya kata-katanya terdengar seperti sedang ngelawak. Lihatlah bagaimana tawa Aji pecah begitu saja.
Tak urung akupun tersenyum geli.
"astaga, apa-apaan itu tadi? Sok bijak, geli tau dengarnya... hahaha"
Aji masih terus tertawa."move on Brother, doain aja mereka cepat putus hahaha"
Ucap Aji disela tawanya"kok move on? Jadian aja nggak, lagian Edwin sih kelewat mandiri, ampe jatuh cinta juga sendirian, ish ish... "
Aiman menggeleng dramatis, tapi langsung mendapat hantaman gulungan buku dari Aji juga Dirga"aku curiga nih anak pas lagi diadon, ortunya gak baca bismillah dulu, mulutnya lemes bat dah ah"
Ucap Dirga yang disambut tawa Aji sementara tersangka Aiman meringis kesakitan.Hah, baguslah ada mereka, aku jadi sedikit lupa rasa kecewaku.
Jika memang Dian tak memilihku kali ini, biarlah akan kutunggu kesempatan lain, toh kami masih bernafas diudara yang sama dan berteduh dibawah langit yang sama.
Bukan tak mungkin esok atau lusa jika kami memang berjodoh, pasti akan bersama.Kuhembuskan nafas, lega.
Sudahlah aku gak boleh terlalu kecewa.
Kata orang tingkat tertinggi mencintai adalah merelakan orang yang kita sayang bahagia dengan pilihannya."gimana? Oke?" ucapan aji kusambut dengan mengangkat telapak tangan mengajak 'tos' mereka satu persatu sambil tersenyum.
"Naahh gitu dooonggggg...."
Ucap mereka kompak"yaudah, kantin yok, aku traktir deh, katanya obat patah hati yang paling ampuh itu ya makanan, kita buktikan...!"
Ucap Dirga menggebu-gebu yang disambut sorakan bahagia Aji dan Aiman.
***Sepulang dari kamar mandi secara tak sengaja di koridor sekolah, depan kantor para guru aku berpapasan dengan orang yang bernama Angga.
Saat aku mendengar berita Dian berpacaran dengannya, aku langsung mencari tau yang mana orang tersebut.
"tunggu!"
Dia baru saja dua langkah melewatiku saat kuputuskan untuk mengajaknya bicara.Aku berbalik, diapun melakukan hal yang sama. Dari tatapannya aku tau dia tengah bingung tapi dia memilih diam saja, tak bertanya.
"aku harap kamu gak nyakitin Dian, aku mengalah karena dia milih kamu dan aku hargai itu. Jadi tolong jangan sampai dia terluka dan merasakan patah hati, karena aku akan benar-benar merebutnya kalau sampai itu terjadi"
Dia hanya diam, mungkin antara kaget aku ngomong seperti itu atau sedang berusaha memahami kata-kata ku barusan, entahlah aku tak peduli.
Tak lama ia mengangguk,
"tenang aja, itu gak akan terjadi"
Ucapnya lalu berbalik dan berlalu.Sejenak aku masih berdiri diposisi ku, memandang kepergiannya sebelum ikut berbalik, kembali ke kelas.
Aku tersenyum lega,
'Begini lebih baik'
Gumanku dalam hati
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Oh My First Love... (On Going)
Short StoryAwalnya aku tak mengenalnya, meski berada di sekolah yang sama sejak setahun lalu. Namun yang pasti, semenjak ia muncul dipintu kelasku hari itu, menatap kearah ku lalu tersenyum, setelahnya dan seterusnya aku merasakan hal yang berbeda. Hal yang m...