"Sah!"
Satu kata penuh makna itu terucap riuh diiringi ucapan syukur keluarga. Cincin kemudian disemat, lalu Ayna mencium tangan suaminya dengan takzim.
"Ar?"
"Iya, Umi?"
"Ayo, cium kening istrimu, Nak."
Arkan terdiam, mata elangnya terus saja menatap wajah gadis yang kini berstatus istrinya. Cantik dan polos, sayangnya Arkan belum memiliki perasaan apa-apa padanya.
• • •
"Maaf."
Arkan mendongak.
Kini pasangan muda itu telah di kamar. Posisi mereka pun saling duduk berhadapan di atas tempat tidur, tetapi lelaki itu terus saja menunduk tanpa berucap.
Ayna canggung, terlebih dirinya yang belum terlalu mengenal sosok sang suami. Ada rasa aneh di dalam hati, karena sebelumnya tidak pernah dekat dengan laki-laki selain sang ayah.
"Ayna bingung harus manggil apa. Kalau Om, gimana?"
Arkan mengangkat kedua alis. Om? Apakah dirinya setua itu? Padahal umurnya baru menginjak dua puluh enam tahun, sedangkan orang di hadapannya itu berusia sembilan belas.
Beda tujuh tahun bukan berarti tua. Iya, bukan?
"Emang aku setua itu, Na?"
Ayna terperangah. Sorot mata Arkan sangat menakutkan, baginya. Apa yang salah coba? Ia hanya bertanya, kenapa sikap Arkan begitu berlebihan menanggapinya.
Ayna berusaha tenang dan bersikap santai, ia menggaruk kepala yang masih tertutupi kerudung berwarna putih itu. Tidak tahu harus berbuat apa, ia akhirnya memutuskan bangkit dan bergegas ke kamar mandi.
"Gadis aneh," gumam Arkan.
Tak lama terdengar guyuran air dari dalam, lelaki itu menghela napas. Ia lantas berbaring memandangi langit-langit kamar.
Qurrotun Ayna Anta, sekarang nama itu yang memenuhi pikiran Arkan. Menikah karena perjodohan, bukan, melainkan sebuah janji. Apa yang akan terjadi? Malam pertama?
Mengingat itu, lelaki tersebut bergidik. Ia beranjak dari tempat tidur dan pergi ke balkon. Bisa-bisanya pikiran sialan itu muncul. Meresahkan.
Dua puluh menit, terdengar pintu kamar mandi berderit. Ayna celingak-celingukkan, lalu perlahan keluar dan berjalan mengendap-endap.
"Kamu kenapa?"
'Astagfirullah, mati aku,' batin Ayna.
Tubuhnya kaku. Bagaimana tidak, sekarang ia hanya menggunakan kimono berwarna biru langit dengan rambut basah terurai.
Satu detik, dua hingga banyak detik berlalu. Keduanya dilanda kebisuan. Arkan melangkah dan berjalan ke tempat tidur. Ia duduk memandangi wajah Ayna yang tampak tegang.
"Ayna, kamu kenapa?" Lelaki itu mengulang pertanyaannya.
"Aku ...." Lidah terasa kelu, juga napas yang rasanya tercekat. Sial. Ayna mati gaya, bagaimana sekarang?
• • •
"Om, ini baju sama celananya kegedean," adu Ayna.
Ia baru menikah dan lupa meminta keluarganya membawakan pakaian ke rumah suaminya. Alhasil, Arkan pun memberikan trening hitam dan kaus berwarna abu-abu berlengan panjang.
Arkan memandang penampilan istrinya. Menggemaskan.
"O ya, kerudung Ayna mana?"
"Gak usah pake kerudung, Na. Lagian kamu di kamar bukan di luar dan aku ini suami kamu. So, gak papa kalau gak pake kerudung," jelas Arkan.
"Gitu, ya? Oke-oke, Ayna paham sekarang, terus panggilannya tetep Om, nih?"
"Ayna, aku belum setua itu lagi. Panggil Mas aja."
"Mas? O jadi selama ini Om Arkan jualan emas, keren-keren."
Arkan mengusap wajah kasar, lalu memberi isyarat agar Ayna mendekat dan duduk di depannya.
_ Berhenti _
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Menikahi Gadis Polos [Completed]
General Fiction[HATI-HATI, BANYAK TYPO! BELUM DIREVISI] Anak SD mungkin polos, atau bahkan anak TK-lah yang sangat polos. Namun, apa jadinya jika gadis berusia sembilan belas tahun malah mengalahkan kepoloson anak-anak itu. Itulah ujian utama Arkan sebagai suami A...