Part 15

4.3K 263 5
                                    

Arkan, Ayna, dan Askaf kini duduk di ruang tamu. Sementara itu, keluarga sang calon mempelai wanita pun sudah duduk di sana.

"Jadi, Pak, Bu. Bagaimana? Apa lamaran kami diterima?" Arkan membuka suara setelah beberapa detik terdiam.

Ayah dan ibunya Nisa saling menatap, lalu beralih pada putri semata wayang mereka.

"Kami sebagai orang tua menyerahkan segala keputusannya pada Nisa. Apa pun yang dia putuskan, kami akan menyetujuinya," tutur wanita paruh baya tersebut.

Kini semua beralih menatap perempuan bernama lengkap Nisa Anjani itu. Menunggu dengan kesabaran di ubun-ubun, Askaf benar-benar risau. Bagaimana kalau lamarannya ditolak? Astaga.

Detik berganti menit.

"Jadi bagaimana?"

Pertanyaan Askaf yang terdengar seperti orang kebelet mengundang atensi semua orang hingga beralih menatapnya. Sampai Nisa mendongak dengan mata melotot.

'Astagfirullah, orang ini,' batin Nisa.

"Sabar, Kaf, sabar," bisik Arkan.

"Saya ... saya menerimanya," ucap Nisa.

"Alhamdulillah."

• • •

"Makasih banyak, Pak, Nona Ayna. Jantung saya hampir saja copot tadi saking gugupnya," ungkap Askaf setelah mereka sampai di halaman rumah Arkan.

Ya, setelah persetujuan di rumah Nisa. Kedua orang tua wanita itu memutuskan melaksanakan acara pernikahan tiga hari lagi. Mungkin terlalu cepat, tetapi begitulah. Kata orang, hal baik jangan ditunda-tunda.

"Santai saja, Kaf. Memangnya kamu ini anggap aku siapa?" Arkan menepuk punggung sekretarisnya.

Askaf menyengir kuda.

"Baiklah, Pak, Nona Ayna. Saya permisi."

• • •

Waktu berjalan begitu cepat hingga tak terasa hari pernikahan Askaf dan Nisa tiba. Pernikahan dilaksanakan di rumah besar milik ibu Arkan, karena wanita tersebut pun telah menganggap Askaf seperti anak sendiri.

Tamu mulai berdatangan satu per satu. Sebagai tuan rumah, Arkan dan Ayna berdiri di depan pintu menyambut orang-orang itu.

"Om, nikah lagi, yuk," bisik Ayna dengan santai sambil menyalami tangan tangan tamu.

Arkan mendelik, ditatapnya istri kecilnya itu.

"Jangan ngadi-ngadi kamu, Na," balas Arkan.

Ayna mengangkat bahu tak acuh, lantas melenggang pergi menghampiri Nisa yang sudah turun bersama ibunya, juga ibu Arkan yang ikut mendampingi sang mempelai.

"MasyaAllah, cantiknya," puji Ayna.

"M-makasih, Bu ...." Dengan kikuk Nisa menjawab, tak lupa embel-embel ibu disemat pada gadis berkeruding maroon tersebut.

Ya, saat hari lamaran Arkan telah memperkenalkan Ayna sebagai istri. Di saat itu pula, Nisa meminta maaf karena pernah menyebut Ayna keponakan sang bos.

"Santai aja, Mbak. Aku masih adeknya, Mbak. Jangan panggil ibu, ah. Aku gak setua itu, lho," seloroh sang istri bos yang disertai tawa ringan dari beberapa orang yang mendengar perkataannya.

"Silahkan, mempelai wanita dan laki-lakinya, akad akan segera dimulai," ujar seseorang.

• • •

Selesai akad, semua orang mengambil foto. Tiba-tiba seorang wanita datang dan meminta Arkan berfoto bersama. Ayna tentu saja kaget, hatinya tidak terima. Siapa wanita itu, datang-datang langsung meminta foto.

Arkan yang tidak menyadari kalau istrinya itu sedang kesal, malah menerima ajakan wanita asing tersebut.

Ayna melotot, Arkan meninggalkan bersama tamu-tamu yang lain. Oh, ya ampun. 'Om Arkan, apa-apaan? Huh, menyebalkan,' batinnya.

"Ayna!"

"Iya, Umi?"

Ayna bergegas menghampiri mertuanya.

"Arkan ke mana, Nak?"

"Diculik Mak Lampir, Mi."

"Hah?! Kamu jangan becanda, ih. Mana ada Mak Lampir di pesta nikahan kayak gini? Kamu, mah ...." Ibu mertuanya tergelak, sedangkan Ayna mendengkus kesal.

'Huh, awas aja tuh lansia. Aku goreng dadakan kayak tahu bulet entar.' Ayna berkata dalam hati.

"Sayang."

Ayna berbalik saat tangan seseorang menepuk pundaknya pelan, bukannya memasang wajah bahagia, ia malah menampilkan wajah tembok ditambah tatapan horor pada sang lelaki.

Arkan yang tidak paham hanya mengernyit sembari menggaruk kepalanya yang tak gatal.

"Kamu kenapa? Sakit perut lagi?"

Lelaki itu menempelkan tangannya di kening sang istri, tetapi malah ditepis dengan kasar oleh si empu.

"Gak usah sayang-sayang, gak usah peduli. Ayna kuat, kok. Om pergi aja sana sama perempuan itu." Ayna bersedekap dan berbalik memunggungi suaminya.

Untung posisi mereka agak jauh dari keramaian sehingga berdebatan kecil yang terjadi tak mengundang atensi banyak orang, hanya ibu Arkan. Namun, sepertinya wanita paruh baya itu tidak ingin ikut campur.

Buktinya, ia malah melenggang dan bergabung bersama tamu-tamu.

_Tbc_

Aku gak tau kek mana orang lamaran, jadi aku buat sesuai apa yang aku tau. O ya, jangan diketawain Ayna-nya. Orang cemburu emng kek gitu 🤣🤣

Menikahi Gadis Polos [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang