Terdengar lenguhan dari Ayna. Arkan hanya tersenyum menatap wajah damai istri selama tertidur. Sesekali lelaki itu terkekeh, lalu geleng-geleng.
Ayna menggeliat, mengerjap beberapa kali hingga kesadarannya benar-benar kembali. Setelah kelopak matanya terbuka sempurna, kedua alisnya terangkat. Bingung, kenapa sudah di kamar?
"Om, kita udah di rumah? Kok, cepet amat. Atau, akunya yang tidur kelamaan."
Arkan berdeham dan mengangkat bahu, tidak tahu. Sebenarnya, ia memang sengaja tidak membangunkan Ayna. Pasalnya gadis itu terlihat sangat pulas. Juga, mungkin lelah karena berkeliling hampir satu jam di butik tadi siang.
Arkan beranjak dari tempat tidur, tetapi ada sesuatu yang menahan dirinya. Ia berbalik mendapati tangannya dicekal oleh Ayna. Alis lelaki itu terangkat, seolah bertanya ada apa.
"Maafin, Ayna. Hari ini udah banyak ngerepotin, Om. Mulai besok, Ayna janji akan belajar jadi istri yang baik, yang lebih dewasa, juga tidak bersikap aneh lagi."
Kepala Ayna menunduk selepas mengatakan itu. Bibir Arkan tersungging, lalu kembali duduk. Ia kemudian menangkup pipi Ayna sehingga netra mereka bertemu beberapa saat.
"Gak papa, Na. Aku gak maksa kamu, kok. Kalau emang kamunya belum siap, pelan-pelan aja. Jangan maksain diri, entar yang ada hubungan kita malah kaku."
"Bener, Om?"
Arkan menghela napas panjang, lantas tersenyum. Ia menarik lembut kepala sang istri dan membenamkan wajah gadis itu di dada bidang miliknya. Tak lupa, melayangkan beberapa ciuman singkat di ubun-ubun Ayna.
"Satu lagi, Na. Berhenti panggil aku dengan sebutan om. Suamimu ini tidak setua itu, Sayang," kata Arkan.
Ayna mendongak.
"Terus? Manggilnya apa dong?"
"Apa aja, yang penting bukan om."
"Oke, Ayna mulai sekarang manggil Bubu aja. Gimana?"
"Bubu? Nama siapa, tuh?"
"Nama manusia, ya, nama buat Om Arkan-lah. Eh, maaf."
"Jangan, deh. Kek anak kecil."
Ayna melepas dekapan suaminya, kemudian menatap intens lelaki itu. Sebenarnya ia sendiri bingung dengan sikap Arkan. Dipanggil om, ketuaan. Dipanggil Bubu, kayak anak kecil. Lalu, maunya apa?
'Nih, makhluk kebanyakan maunya deh,' batin Ayna.
"Ya udah, terus mau dipanggil apa?"
"Mas."
Ayna mendengkus kesal. Arkan kembali mengungkit nama panggilan aneh itu. Mas Arkan? Kayak penjual tahu bulat saja dipanggil mas-mas.
"Ih, gak mau. Entar orang-orang pikir Ayna nikah ama tukang tahu bulet. Kan horor."
Tiba-tiba tubuh Arkan lemas. Kini, ia hanya bisa pasrah.
"Ya udah, panggil sayang aja."
"Lebay."
• • •
Arkan tampak gusar, beberapa kali tanganya mengusap wajah hingga helaan napas panjang terdengar. Ia kembali melangkah memasuki kamar, di mana Ayna berada dan tengah sibuk menata bajunya di lemari.
Lelaki itu mengempaskan bokongnya ke tepi tempat tidur, kedua netranya hanya berpusat memandangi sang istri yang tidak menyadari keberadaan dirinya.
Ayna tersenyum memandangi semua telah rapi. Ia langsung menutup lemari dan berbalik. Saat retina kecokelatan itu bertemu dengan netra elang suaminya, Ayna tampak terkejut. Bagaimana tidak, bukankah tadi lelaki itu berpamitan ingin ke masjid?
"Om Arkan?! Kok, bisa di sini?"
"Bisalah, Na. Aku kan punya kaki buat jalan, lagian ngapain kaget gitu sih? Kayak lihat setan aja."
Ayna menyengir. "Gak papa, Om."
Arkan lagi-lagi menghela napas. Di luar kini sedang hujan, bagaimana bisa ia pergi ke masjid. Padahal azan sudah berkumandang sejak tadi.
"Siap-siap salat, gih."
"Hah?"
"Wudu, Na. Malam ini kita salat berjamaah."
Ayna manggut-manggut dengan bibir membentuk huruf O.
• • •
Untuk pertama kalinya pasangan itu melaksanakan salat bersama. Tiga rakaat tak terasa, dengan lantunan ayat-ayat suci Al-Quran. Terasa hati ikut terenyuh dan damai.
Mereka lantas mengakhirinya dengan salam.
Arkan berbalik menghadap istrinya, lalu mengulurkan tangan. Namun, Ayna malah menjauhkan diri. Sontak hal itu membuat lelaki tersebut terheran-heran. Ada apa?
"Lho, kamu kenapa, Na? Kok, gak salim?"
"Ih, gak ah. Sekalian aja entar."
"Sekalian? Apa, sih?"
"Iya, sekalian. Habis salat isya baru salim, Om. Biar akunya gak bolak-balik ambil wudu."
Arkan menatap horor istrinya. Tak lama, timbul rasa ingin menjahili gadis itu. Arkan menyeringai, ia beringsut, perlahan dan pasti mendekati Ayna.
Si empu yang merasakan sesuatu yang aneh mulai memasang kuda-kuda untuk lari.
Satu ....
Dua ... dan tiga!"Kabur!"
Arkan terbahak-bahak sambil memegangi perutnya yang terasa sakit karena menertawai kelakuan istri kecilnya itu.
_ TBC _
Tolong jangan kejar si Ayna, mungkin sekarang dia lagi ngumpet di dalam lemari. Arkan sih, jahil banget jadi suami 🤣🤣
KAMU SEDANG MEMBACA
Menikahi Gadis Polos [Completed]
General Fiction[HATI-HATI, BANYAK TYPO! BELUM DIREVISI] Anak SD mungkin polos, atau bahkan anak TK-lah yang sangat polos. Namun, apa jadinya jika gadis berusia sembilan belas tahun malah mengalahkan kepoloson anak-anak itu. Itulah ujian utama Arkan sebagai suami A...