"JIHAN GAWAT! TOLONGIN GUE!"
Seorang perempuan terlihat bolak-balik di depan pintu kamarnya. Satu tangannya setia memegang ponsel yang didekatkannya di telinga, sedangkan satunya lagi menjadi korban yang digigitinya karena merasa panik dan frustasi.
"HAH? KENAPA?! GAWAT KENAPA? LO DI MANA?"
"Jihan, gue harus gimana? Mami gue berulah lagi." suaranya memelan, hampir menangis.
"Ya Allah," terdengar helaan nafas lega dari orang di sebrang sana, "gue kira lo kenapa-napa, Shinta!"
Iya, perempuan itu adalah Shinta. Anak satu-satunya dari pasangan Haris dan Rosa, perempuan tomboy yang sekarang sedang disibukkan dengan kegiatan perkulihannya.
"Ini gue lagi kenapa-napa, Jihan!"
"Emang mami buat ulah apa? Kaset PS lo dirusak lagi? Atau uang jajan lo dipotong? Terima aja Shin, soalnya setiap gue denger cerita lo, gue ngerasa lo emang pantes digituin."
"Bukan! Ini lebih parah! Gue rasanya mau minggat aja!"
"Ya, kenapa?"
"Masa mami mau jodohin gue?!"
"..."
"Jihan, woy!"
"Ha. Ha. Ha. Gue percaya, makasih udah buang-buang waktu gue yang seharga emas murni ini. Sekarang gue tu-"
"Ini serius!"
"..."
"NADIRA JIHAN ADINDA SEKARANG GUE GAK LAGI NGIBULIN LO!" kini terdengar kembali helaan nafas dari Jihan, membuat Shinta menggerang frustasi karena sahabatnya itu pasti masih belum mempercayai ucapannya.
"Gini ya Shinta anaknya Bapak Haris, cucu kesayangannya Kakek Hasan, gue kasih tau. Mami lo, Mami Rosa, itu termasuk mami-mami yang paling modis dan modern sekomplek. Engga mungkin punya pikiran sekolot itu! Gue gak bakal keti-"
"Tapi nyatanya mami gue emang sekolot itu sekarang! Gue gak tau harus ngapain lagi! Gue bimbang banget soalnya yang dijodohin sama gue Mas Haidan!"
"Nah kan, halu."
"Gue aja gak percaya! Mana mungkin kan?! Sumpah ya, tadi aja gue nyangkanya kalau gue kebanyakan halu makanya gue bisa denger mami bilang mau ngejodohin gue sama Mas Haidan! Tapi tadi mami nampar gue kok, bilang katanya kalau ini bukan halu. Tapi masa iya sih? Gila gak sih Ji? Masa Mas Hai-"
"Bentar! Stop! Gue ke rumah lo sekarang. Jemput gue."
Ekspresi frustasi Shinta berubah menajadi datar, "Lo lupa? Rumah kita depan-depanan, gak usah bikin gue tambah emosi."
"Ini udah malem! Gue takut."
"Rumah lo sama rumah gue bedanya cuma tujuh langkah setengah. Lampu jalan juga segede gaban di luar. Kalau mau ngajak ribut, bilang aja!"
"Yaelah emosian banget. Yaudah liatin gue dari balkon! Jangan ditutup telponnya!"
Walaupun kesal setengah mati dengan sifat penakut Jihan, tapi Shinta tetap berjalan keluar menuju balkon sesuai dengan kemauannya.
Dari sini, Shinta bisa melihat sahabatnya itu keluar dari rumah menggunakan piyama bergambar Princess Jasmine dengan mata yang menatapnya melotot seolah-olah mengatakan bahwa 'Lo bohong, mati' yang dibalasnya dengan delikan tajam.
Dua menit kemudian, Jihan sudah sampai di kamar. Perempuan itu langsung membanting badannya di atas kasur empuk Shinta.
"Cepat cerita. Awas aja kalo lo ngibulin gue lagi!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Suami Terbaik
SpiritualShinta dibuat bimbang luar biasa saat maminya mengatakan jika pria yang selama ini disukainya tiba-tiba datang melamar. Shinta senang tentu, tapi di sisi lain, dirinya juga belum siap jika harus langsung dijadikan seorang istri. Dilihat dari manapun...