"Saya terima nikah dan kawinnya Shinta Elena Putri Binti Haris Hermawan dengan maskawin tersebut dibayar tunai."
Ruangan berdekorasi serba putih itu menggema kata 'Sah'. Semua telihat senang, begitu pun dengan sang mempelai pria.
Mulai saat ini, ada sesorang lagi yang menjadi tanggung jawab Haidan. Perempuan yang halal untuk mendapatkan cinta darinya dan perempuan yang akan bersama dengannya berusaha meraih Jannah-Nya. In Syaa Allah.
Haidan tersenyum, menangkap sesosok perempuan yang kini menjadi istrinya. Shinta terlihat begitu cantik menggunakan kebaya putih yang senada dengan khimarnya. Saat sudah duduk di samping Haidan, pak penghulu menyuruh sepasang suami-istri itu untuk saling menyematkan cincin pernikahan.
Haidan mengambil lembut tangan istrinya. Shinta jadi bisa mengetahui betapa gugup pria di depannya ini saat tangan dinginnya menyentuh tangannya. Bahkan, dia bisa merasakan tangan Haidan yang bergetar ringan.
Setelah menyematkan cincin, Shinta menyalimi tangannya.
Kedua tangan Haidan bergerak menangkup pipinya, kemudian mencium dahinya. Mata Shinta memejam, mencoba untuk mengabadikan momen indah ini dalam hatinya. Sekalian menenangkan degup jantungnya yang berdetak begitu kencang.
Percaya lah, Shinta sedari tadi sudah sport jantung karna gugup berdekatan dengan Haidan dengan jarak sedekat ini.
Sebelum Haidan melamarnya, tidak pernah menyangka sekalipun momen seperti ini akan terjadi. Dulu Shinta cukup puas melihatnya dari kejauhan. Jadi di setiap salatnya, Shinta hanya menyelipkan doa semoga sesekali dia tidak sengaja berpapasan dengan Haidan di jalan. Tapi ternyata Allah memberikan lebih dari apa yang dia inginkan. Jauh lebih indah. Hingga Shinta merasa malu karna seorang pendosa sepertinya bisa mendapatkan kebahagiaan yang begitu besar seperti ini. Seorang pendosa sepertinya, masih bisa mendapatkan kesempatan untuk berubah menjadi lebih baik lagi dan itu pun, ditemani dengan orang yang dicintainya. Orang yang selalu ada pada setiap doanya, dan orang yang In Syaa Allah akan menjadi teman hidupnya hingga akhir hayat nanti.
Merasa Haidan sudah berada di posisi semula, Shinta membuka matanya. Shinta kira saat-saat mendebarkan seperti tadi sudah selesai. Tapi ternyata ada satu momen lagi yang mungkin sensasinya tidak akan terlupakan seumur hidupnya dan kini benar-benar membuatnya berhasil meneteskan air mata.
Satu telapak tangan Haidan menyentuh ubun-ubun kepalanya, satu tangannya lagi mengadah dengan mulut yang bergerak mengucapkan doa. Doa untuk dirinya.
Hatinya menghangat.
Shinta pernah melihat hal ini sekali saat teman SMAnya menikah dua bulan lalu. Sempat bingung dengan apa yang dilakukan suami dari temannya itu sampai-sampai membuatnya menangis. Karna penasaran, Shinta bertanya pada Jihan yang ada di sebelahnya. Kata Jihan, suaminya sedang mendoakan teman mereka. Hal biasa yang para pria lakukan kepada istrinya saat selesai akad. Shinta langsung mengangguk walaupun masih bingung apa yang special dari itu hingga membuat temannya menangis. Tapi sekarang dirinya mengerti.
Haidan tersenyum menatap Shinta yang juga menatapnya.
"Kenapa nangis, Soleha?" tanyanya dengan nada lembut.
Tidak ada jawaban dari Shinta, karna perempuan itu tambah menangis.
-Suami Terbaik-
Satu persatu para kerabat mereka naik ke atas pelaminan untuk mengucapkan selamat.
Shinta juga mulai bisa melihat teman-temannya di antara barisan itu.
Mata Jihan dan Elsa terlihat merah karna ikut menangis, dan Susi hanya tersenyum.
"Gue kira tadi bakalan banjir," sindirnya setelah memberi selamat yang langsung mendapatkan delikan dari Shinta.
KAMU SEDANG MEMBACA
Suami Terbaik
SpiritualeShinta dibuat bimbang luar biasa saat maminya mengatakan jika pria yang selama ini disukainya tiba-tiba datang melamar. Shinta senang tentu, tapi di sisi lain, dirinya juga belum siap jika harus langsung dijadikan seorang istri. Dilihat dari manapun...