02. Usaha Meyakinkan.

432 88 7
                                    

Shinta tidak pernah segugup ini sebelumnya. Sedari tadi kerjaannya hanya melihat ke arah jam, bercermin, kemudian menghela nafas berat.

Sebenarnya saat ini dirinya sedang menunggu Haidan, karena kemarin maminya mengatakan jika pria itu ingin bertemu untuk membicarakan tentang lamarannya.

Rosa yang melihat anak gadisnya duduk dengan tidak tenang, tersenyum.

"Gugup, Bu?" godanya jahil.

Shinta mendelik, masih kesal dengan tindakan maminya kemarin.

"Mami gak usah sok akrab, ya? Kita masih kemusuhan."

"Kamu harusnya berterimakasih sama mami, orang yang paling berjasa ngebuat kamu sama Haidan bisa jadi deket."

Shinta diam. Walaupun benar, dirinya tidak ingin mengakui ucapan sang mami barusan. Bisa-bisa maminya besar kepala dan tambah bertindak semena-mena kepadanya.

"Haidan itu orangnya baik banget lho, Kak. Sholeh, santun sama orang tua, penyabar, lucu juga. Mana ganteng lagi."

Tanpa diberitahu pun Shinta sudah tahu, makanya perempuan itu menaruh hati pada sosoknya. Shinta hanya tidak percaya diri saja, karena menurutnya Haidan itu tidak pantas disandingkan dengan dirinya.

"Mami juga kalau engga inget umur, udah naksir kali sama dia," lanjut Rosa sambil tersenyum manis menatap atap seolah-olah sosok Haidan ada di hadapanya.

Shinta memelotot, "Dih, Mami genit banget! Aku bilangin papi, ya!"

"Bilangin aja, orang papi lagi ke luar," jawabnya sambil memeletkan lidah.

"Mami jangan genit dong, katanya Mas Haidan buat aku?"

"Biarin, SSM. Suka-suka mami."

Baru saja ingin membalas, ketukan pintu disertakan dengan salam, membuat Shinta mengurungkan niatnya. Perempuan itu menoleh ke arah pintu yang memang sudah terbuka sejak tadi.

Matanya langsung melotot saat melihat Haidan berdiri di ambang pintu dengan senyum manis yang terukir di bibirnya.

"Assalamualaikum." matanya menatap Rosa hangat, tapi sama sekali tidak menengok kepadanya.

"Wa'alaikumsalam." Rosa mendekat ke arah pintu, diikuti dengan Shinta yang mengekor di belakang, tidak tahu harus berbuat apa.

"Mau masuk dulu?" tanyanya yang langsung dijawab dengan gelengan Haidan.

"Maaf, Tante. Kayanya Haidan langsung pergi aja soalnya Haidan ngajakin adek di mobil. Takut kelamaan."

Shinta mengeratkan genggamannya pada tas selempang.

Demi apapun rasa gugupnya lebih besar dari pada saat dirinya pertama kali kampanye di depan ratusan siswa-siswi dulu, saat dirinya mencalonkan diri sebagai ketua OSIS. Bahkan saat dirinya ditunjuk sebagai Ketua Himpunan Teknik Kimia pun, tidak sampai seperti ini. Tapi sekarang hanya karena melihat Haidan menyapa dan tersenyum yang bahkan bukan kepadanya, masa membuat jantungnya seperti ingin meledak? Jika sekarang ekspresinya dilihat oleh teman-temannya, pasti akan diledek habis-habisan.

"Oalah, yaudah langsung aja. Shinta nya juga udah siap dari tadi, sampe sempet dandan dulu. Padahal tante belum pernah liat dia dandan sebelumnya."

Ya Rabbi, lemparkan saja Shinta sekarang ke rawa-rawa. Bisa-bisanya perempuan yang berstatus sebagai maminya itu tanpa beban mengatakan kalimat yang membuatnya malu.

"Aku emang biasa dandan, Mami aja yang gak pernah liat," elak Shinta sambil tersenyum sangat manis kepada Rosa.

"Masa?"

"Iya."

"Iya mami percaya, biar cepet."

"Mami, tunggu papi pulang ya? Kita ngobrol bareng."

Rosa yang mengerti rencana anaknya sekarang, tertawa renyah. "Iya, mami pasti tunggu," jawabnya setelah meredamkan tawa.

Dirasa sudah tidak ada yang dibicarakan lagi, Haidan segera mengajak Shinta untuk meninggalkan pekarangan rumahnya menuju mobil sedan putih yang sekarang terparkir rapih.

Di dalam mobil ada adik dari Haidan, Ayesha. Shinta sebenarnya tidak kaget, mengingat Haidan yang bisa terbilang sangat anti dengan namanya berduaan dengan lawan jenis. Saat ini pun, Shinta duduk di bangku penumpang, bersama dengan Ayesha.

Selama di perjalanan hanya ada keheningan, walaupun sejujurnya baik itu Ayesha maupun Shinta sama-sama tidak menyukai keheningan yang tercipta sekarang.

Ayesha yang memang sudah tidak tahan lagi, akhirnya membuka suara, menatap Shinta yang terlihat gugup. Bagaimana tidak gugup, jika semua orang yang ada di sekelilingnya sekarang tidak terlalu dekat dengannya?

"Kamu udah nentuin tempatnya, Dek?"

Shinta tersentak, terkejut dengan suara Ayesha yang menurutnya tiba-tiba.

Ayesha lebih tua dua tahun dari Shinta.

"Tempat apa?"

"Kita makan sekarang."

"Ooh," kata Shinta mengangguk kemudian menggeleng, "belum, aku gak terlalu tau tempat-tempat yang bagus untuk makan, Kak."

"Kamu engga suka nongkrong? Biasanya anak-anak seusia kamu suka main di kafe? Aku aja masih suka nongkrong, lho."

"Engga Kak, aku sama temen-temen aku lebih suka kumpul di rumah."

Shinta dan teman-temannya memang tidak terlalu menyukai tempat-tempat ramai untuk berkumpul. Biasanya mereka akan bergilir untuk menjadikan rumahnya sebagai basecamp. Selain karena tidak suka keramain, mereka juga tidak menyukai uang mereka keluar banyak karena menabung itu sulit.

"Biasanya kalau mau kumpul, kita gilirin rumah siapa yang mau jadi tumbal hari itu. Kalau gak bikin mie, kita iseng-iseng buat kue, walaupun waktu awal-awal rasanya kaya kertas amplas."

Ayesha tertawa renyah, merasa lucu sendiri mendengar perkataan Shinta barusan. Sepertinya, calon kakak iparnya ini memiliki humor yang sama dengannya.

"Ya Allah, sama banget kaya aku," ucapnya setelah meredakan tawa. "Aku kalau bikin makanan, pasti gak ada yang mau nyobain kalau buka aku yang nyobain duluan. Soalnya aku pernah buat Haidan muntah gara-gara makan nasi goreng kebanyakan minyak."

Shinta mati-matian menahan tawa, takut membuat Haidan tidak enak hati. Sedangkan yang dibicarakan berpura-pura tidak mendengar.

"Oh iya, tadi kan kamu bilang awal-awal, berarti sekarang udah jago masak, dong?"

"Eh? Aku mah jagonya ngerecokin, Kak. Mentok-mentok kalau lagi buat kue, pasti disuruhnya mecahin telor doang. Sisanya bagian nyuci piring."

Shinta memainkan jarinya, sesekali matanya melirik ke arah Haidan untuk melihat reaksinya. Takut-takut jika ternyata karena ketidak bisaan dirinya dalam urusan dapur, membuat pria itu kecewa. Namun bukan raut kecewa, Haidan malah menunjukan senyuman tipisnya. Gila, Shinta bisa-bisa gila jika melihat senyum itu lebih besar lagi.

Sepuluh menit kemudian, mobil sedan putih milik Haidan sudah terparkir rapih di depan salah satu tempat makan yang cukup terkenal di kotanya. Ketiganya turun secara bersamaan.

"Makan di sini gapapa?" tanya Haidan yang sama sekali tidak memandangnya.

Shinta mengangguk. Entah kenapa hanya dengan mendengar suaranya, jantung Shinta berdetak begitu kencang sekarang. Memang sepertinya dirinya sudah jatuh terlalu dalam pada pesona Haidan.

"Iya gapapa," jawabnya sambil mengalihkan pandangan.

Ya Allah, tolong kuatkan Shinta.



















Note:

Jung Yerin as Ayesha Liana Dalila

Acha sama Shinta masih belum nunjukin sifat aslinya. Maklum, masih jaim-jaiman di depan calon ipar ( ꈍᴗꈍ)

Stay safe 💕

2021/02/12

Suami TerbaikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang