08. Masakan Pertama Shinta Untuk Haidan.

298 66 13
                                    

Pagi-pagi sekali Shinta sudah sibuk berkutat di dapur. Hari ini Haidan kembali masuk kerja, jadi perempuan itu berencana membuatkan sarapan untuk suaminya setelah selama ini dia lah yang dibuatkan.

Tapi masalahnya, Shinta tidak menyangka jika memasak akan sesulit ini. Apalagi untuk orang sepertinya yang sangat jarang berurusan dengan alat-alat dapur walaupun sebenarnya sudah dari lama ingin belajar. Tapi karena sibuk dengan kegiatan perkuliahan dan organisasinya, Shinta jadi susah sekali mencari waktu. Jika ada waktu pun, sudah lelah terlebih dahulu dan berakhir lebih memilih mengistirahatkan badan. Belum lagi ditambah dengan serangan rasa malas.

Shinta menatap nanar penanak nasi miliknya. Dia tidak berbohong saat mengatakan jika saking tidak bisanya memasak, membuat nasi saja berujung menjadi bubur. Karna sekarang, bubur tersebut hadir di hadapannya. Padahal tidak ada niatan sama sekali untuk membuat menu yang biasa orang-orang jadikan sebagai sarapan itu.

"Ya Allah, ini terus digimanain?" monolognya frustasi. Kemudian mengalihkan perhatiannya pada ikan goreng yang tadi dibuatnya susah payah. "Apa gak disangka ajaran sesat kalo gue satuin bubur sama ikan goreng?"

Shinta menyibak rambut sebahunya yang memang mulai berantakan. "Terus dikasih apa biar enak? Mami seringnya kasih kaldu ayam, tapi gue gak bisa buatnya. Ayamya juga gak ada," monolognya lagi tambah frustasi. "Kenapa bisa jadi kaya gini, sih?!"

Habis sudah kesabarannya. Rasanya Shinta ingin menangis sekarang juga. Merasa lelah sendiri karena semua ekspetasinya tidak ada yang menjadi kenyataan atau bahkan mendekati barang sedikit.

Dimulai dari menggoreng ikan yang dagingnya menempel pada pan, lalu setelah dikasih tambahan minyak malah menyiprat mengenai tangannya sampai memerah di beberapa titik. Gosong pula. Dan sekarang, nasi saja gagal dibuatnya?

"Shinta."

Shinta langsung menengok, melihat Haidan yang kini berdiri di belakangnya masih mengenakan baju koko.

Shinta mendekat, tidak ingin memperlihatkan kondisi dapur apalagi masakannya.

"Mas udah dari tadi?" tanyanya sambil mencium tangan Haidan.

"Engga, mas baru aja dateng."

Shinta menganggukan kepalanya mengerti sambil tersenyum.

Diam sebentar.

"Sarapannya beli aja, ya? Nanti aku keluar ke Warung Bu Wati."

Haidan tidak langsung menjawab. Ekspresi Shinta membuatnya salah fokus. Shinta memang tersenyum, tapi entah kenapa Haidan merasa jika istrinya sedang dalam keadaan tidak baik-baik saja.

Saat ingin menanyakan, mata Haidan tidak sengaja menangkap keadaan dapur yang terlihat berantakan. Istrinya berarti masak, kan? Tapi kenapa ingin membeli lagi di luar? Apa alasannya terlihat tidak baik ada sangkut pautnya dengan ini? Jika benar, Haidan harus berhati-hati untuk menanyakan karena takut menyinggung hatinya.

"Iya, boleh." Haidan menjeda ucapannya. "Tapi mas liat kamu kayanya abis masak, ya?" tanyanya selembut mungkin.

Sadar air muka istrinya berubah, Haidan mengambil tangannya, menggenggamnya pelan. "Shinta, kenapa?"

Shinta melihat genggaman tangan mereka, kemudian kepada Haidan yang juga menatapnya.

"Maaf ya Mas. Aku emang masak, tapi gagal semua."

Haidan menyergitkan dahinya. "Gagal?"

"Iya, gagal." Shinta kembali melihat genggaman tangan mereka. Malu untuk mengatakan kegagalannya dalam memasak. "Niat aku mau buat ikan goreng, tapi aku takut ngebaliknya. Minyaknya nyiprat ke mana-mana, jadinya gosong."

Suami TerbaikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang