⚝ ₎ usai tanpa mulai

607 117 50
                                        

⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀
⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀
⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀
⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀
⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀
⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀
   bandung lagi-lagi diguyur hujan. jadi ngga aneh rasanya kalau bangun tidur langsung disambut langit kelabu dan keinginan buat malas mandi. meskipun begitu, ngga tau kenapa aku sayang bandung.

ini kalau ada kak aji pasti dibilang, yakin, sayang sama bandungnya? atau malah sayang sama salah satu tarunanya?

kalau aku ngejawab opsi pertama di keadaan kaya gini, kayaknya kak aji bakalan ketawa terbahak-bahak sekarang ( untungnya dia lagi keluyuran ). soalnya, raka yang dari kemarin ngga ada kabar kaya ditelan bumi, lagi ada di sebelahku.

ngga, dia bener-bener ada di sebelahku dalam artian yang sebenarnya. barusan dia datang ke rumah, meskipun ngga sopan karena ngga ngabarin dulu. ngapain coba.

kami duduk di kursi yang ada di teras, ditemani teh hangat buatan mama sama sepiring pisang goreng. ngga lupa, dibumbui sunyi yang berkepanjangan. kita berdua sama-sama mandangin hujan gerimis yang jatuh di halaman.

"lo bukannya udah tau?"

aku ngangkat alis, udah tau apa?

"lo udah tau kalau gua yang ngirim surat setiap rabu," lanjutnya.

tulang-tulangku rasanya berubah jadi batu seketika. aku merotasikan netra ke raka, taruna galak yang punya title sebagai teman masa kecilku itu. kok dia tau?

"gua pikir lo udah kenal perangai gua gimana," katanya.

kalau perangai yang suka sinisin aku sih, iya. terus sunyi lagi, yang terdengar cuma suara rintik hujan sama lalu lalang kendaraan yang lewat. kayaknya, ini juga pertama kalinya aku sama raka ngobrol dengan benar semenjak waktu itu.

"gimana keadaan lo?" tanyaku.

raka menghela nafas. kayaknya dia nangkap maksudku buat ngalihin topik pembicaraan.

"ngga baik-baik aja," singkatnya.

ya bener sih, siapa yang baik-baik aja habis tonjok-tonjokan kaya kemarin?

"gue sebenernya penasaran sejak lama. lo akrab sama jevan?" tanyaku.

raka diem sebentar, terus ngangguk. "kita satu circle. lo sendiri?"

aku sama jevan ya? masa lo gatau sih ka, kan gue yang di ghosting sama jevan udah jadi bahan ghibah seantero sekolah lho, batinku.

"gatau, deh." tapi nyatanya yang bisa aku bilang cuma sebatas itu.

"oh, gitu," katanya.

harusnya aku ngga usah ngarep banyak tentang tanggapannya. taruna galak kaya dia mah kayaknya mau sekedar bilang khawatir aja enggan.

"kalau lo nanya kenapa waktu itu gua ngga bela lo──"

"ngga perlu," aku langsung motong. "lo udah gue maafin, jadi ngga usah dibahas lagi."

"yaudah. berhubung juga lo udah tau semua, kayaknya cuma itu aja yang bisa gua sampein. gua pamit, maaf ngga ngasih kabar dulu sebelum datang."

waktu dia bangkit, aku juga ikutan bangkit sambil diam-diam mikir. baikan nih? jujur aja, raka itu lebih suka ngomong lewat tindakan.

dari tindakannya, udah jelas kan apa motifnya?

aku natap langit sebentar. "ngga mau nunggu sampe hujannya agak reda?"

dia ikutan natap langit, "nggak usah."

"gue pinjemin jaketnya kak aji ya?"

tiba-tiba dia nengok ke aku, terus senyum. "nggak perlu, na. gua gamau make jaket yang pernah dipake sama jevan."

aku masang tampang kaget. kok lo tau anjir?!

kali ini dia beneran balik badan sambil senyum yang agak berubah. kurva pada piguranya keliatan lebih lembut, sorotan netranya juga ngga pernah aku lihat sebelumnya.

waktu aku belum selesai membaca situasi, dia tiba-tiba ngangkat tangan kanannya ke puncak kepalaku, terus ngusap rambutku di sana.

sambil bilang, "tata dulu perasaannya, gua bakal nunggu."

terus langsung pergi gitu aja ninggalin aku yang masih berdiri sendirian di teras. tadi, daripada kelihatan sedih, raka malah lebih keliatan cerah. tebakanku waktu itu salah, ya?

terus juga, kayaknya aku baru paham arti kata maaf dan terimakasih dari jevan waktu itu. terimakasih, buat ngebiarin dia singgah. lalu maaf, karna disini cuma aku yang mengira dia rumah.

meskipun begitu, aku akhirnya lega karena rasa yang sempat lengkara kini perlahan menghirap. yah, meski dengan kekecawaan yang menghinggap.

⠀⠀⠀⠀⠀
⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀
⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀
⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀
⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀
⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀
⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀
⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀
⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀
⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀
⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀
⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀
⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀
⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀
⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀
⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀
⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀
⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀
⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀
⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀
⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀
⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀
⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀
⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀
⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀
⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀
⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀
⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀
⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀
⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀

── selesai ──
h i r a p  n i s k a l a
⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀
⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀
⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀
buku ini saya dedikasikan
untuk kalian, baik yang
sedang ada di posisi
⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀
seperti dafhina; terlanjur
menaruh hati pada singgah
yang tak sungguh
⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀
maupun,

seperti raka; tetap menanti
meski diminta berhenti
⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀
atau mungkin,
⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀
seperti jevan; yang tanpa
sadar telah membuat
seseorang jatuh hati.
⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀
however you are,
you deserve to be happy.
semangat < 3

⋆ iya, begini doang akhirnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

⋆ iya, begini doang akhirnya.
maaf karena buku ini banyak
banget kurangnya,
sekalian aku mau ngucapin
makasih banyak buat kalian
yang sudah nyempatin baca
dan memberi vote serta
komentar disini.

sampai jumpa di buku
selanjutnya,
aku sayang kalian < 3

[✓] hirap niskalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang